HANYA Diberi waktu enam bulan. Itulah target yang ditetapkan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berbenah dalam pembentukan perusahaan induk (holding) dan subholding.
Bila terealisasi, ini merupakan era baru bagi pengelolaan bisnis BUMN setrum tersebut. Di bawah orkestrasi Menteri BUMN Erick Thohir, kementerian itupun akan mencari benchmark berkaitan dengan rencana tersebut.
Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan, saat ini PLN dalam fase studi banding dengan sejumlah perusahaan listrik negara lain untuk menentukan kebijakan lanjutan mengenai holding dan subholding di dalam perusahaan. PLN saat ini masih melakukan studi banding dengan perusahaan besar dari Korea Selatan, Italia, dan Malaysia untuk menentukan kebijakan subholding PLN.
“Hasil awal benchmarking confirm, harus spin off pembangkit listrik menjadi subholding sendiri, lalu di dalam subholding itu seluruh pembangkit listrik harus transisi besar-besaran ke energi baru terbarukan [EBT],” katanya, Rabu (19/1/2022).
Lebih lanjut, Erick menyatakan, PLN saat ini memiliki utang lebih dari Rp500 triliun sehingga tidak dapat menambah utang lagi. Dengan demikian, guna pengembangan bisnisnya, subholding pembangkit listrik mesti mencari alternatif pendanaan lain seperti aksi korporasi di pasar modal.
Erick menegaskan, aksi korporasi ini tidak berarti seakan-akan menjual aset negara ke pihak lain. Dia pun lantas mencontohkan konsolidasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) (PNM) melakukan rights issue yang juga disambut optimistis oleh pasar domestik.
Selain bisnis pembangkit, PLN juga bakal fokus pada transmisi dan pemasaran listriknya. Harapan pemerintah, PLN dapat mulai melakukan ekspor energi listrik ke negara lain. Erick juga membuka peluang PLN merambah bisnis fiber optic dengan potensi jaringan kabel yang dimilikinya sehingga dapat muncul bisnis baru yang dikembangkan.
“Dengan demikian, ada subholding pembangkit listrik dengan segala turunannya, ada PLN holding,” ujarnya.
Lebih lanjut, transformasi korporasi PLN ini bakal dituntaskan pada 2022, dengan target pembentukan virtual holding pada pertengahan tahun ini. “Sudah terkonfirmasi kami tuntaskan tahun ini, enam bulan sebelum akhir tahun ada virtual holding di PLN, seperti di Pelindo dan Pertamina. Transisi penuh pada 2025, kalau bisa lebih cepat,” tuturnya.
Lebih Efisien
Tentu rencana pembentukan holding dan subholding patut diapresiasi. Melalui transformasi itu, harapannya operasional korporasi menjadi lebih efisien. Alasannya, PLN sudah memiliki banyak unit bisnis dan anak usaha.
Aspek lainnya, proses pengambilan keputusan juga akan lebih cepat sebagai bagian efisiensi usaha. Holding juga akan lebih mengonsolidasikan masalah keuangan dan restrukturisasi utang.
Selain siap membentuk holding, PLN juga bakal melikuidasi anak usahanya, PT PLN Batu Bara. Targetnya, proses likuidasi ini juga dapat rampung tahun ini.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, evaluasi dilakukan menyeluruh terhadap rantai pasok batu bara di dalam PLN. Harapannya, rantai pasok dapat lebih efisien dan terintegrasi. “Rantai pasok yang kompleks dan berbelit-belit disederhanakan,” katanya.
Dia juga menegaskan, transformasi di tubuh PLN bukan merupakan bagian dari liberalisasi sektor ketenagalistrikan. Erick Thohir menjelaskan, peran PLN Batu Bara sejatinya dapat dijalankan oleh subholding yang akan dibentuk.
“Tentu konsolidasi subholding power plant atau pembangkit ada hubungan dengan turunan power plant, salah satunya PLN Batu Bara. Opsinya ada dua, ditutup atau dimerger. Itu yang sedang kami pelajari lagi,” paparnya.
Erick melanjutkan, PLN juga kini sudah membentuk pola pembayaran batu bara yang berbeda dengan sebelumnya. Saat ini, pembayaran pembelian batu bara dapat dituntaskan dalam sepekan setelah pengiriman dilakukan.
Khusus persoalan pasokan batu bara ke perusahaan setrum negara, telah menimbulkan polemik. Bahkan dalam satu kesempatan, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah meminta agar PLN melakukan pembelian batu bara tidak lagi menggunakan skema free on board (FOB), melainkan dengan cost, insurance, and freight (CIF) untuk memastikan pengiriman batu bara aman hingga ke pembangkit.
Pada kesempatan yang berbeda, Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury menyampaikan bahwa sebenarnya perihal pembentukan holding dan subholding ini masih dalam kajian awal. Mengenai apakah ada pihak lain atau pembangkit milik swasta yang akan masuk ke dalam subholding pembangkit PLN, dia tak menutup kemungkinan itu. “Ini sebetulnya masih kajian awal. Untuk komposisinya bagaimana, ini dilakukan dan bisa diselesaikan pada triwulan kedua 2022 atau akhir triwulan pertama,” terang Pahala.
Bagaimana bentuk holding dan subholding, Pahala tak bersedia menyebutkan seperti apa. Pahala hanya memberikan kemungkinan kurang lebih pelaksanaannya berkaca dari perusahaan-perusahaan listrik di negara tetangga. Layanan pembangkitan, misalnya, akan menjadi subholding tersendiri.
“Dan di PLN tidak semua pembangkit dimiliki sendiri, karena ada lewat skema IPP, dengan investor IPP bagi PLN untuk pasokan,” terang Pahala.
Bila mengacu kepada ucapan Pahala, pembentukan subholding BUMN pelat merah mengacu ke lini layanannya, transmisi, pembangkitan, distribusi dan ritel. Hal ini merupakan upaya transformasi PLN dalam memberikan elektrifikasi kepada masyarakat, demi meningkatkan demand listrik. Sebab, tantangan ke depan, kata Pahala, akan terjadi permintaan listrik yang meningkat signifikan.
Di tambah lagi pada 2022 pasokan listrik ke sistem PLN mencapai 7,4 Giga Watt (GW). “PLN bisa memastikan dari sisi industri, rumah tangga, dan memastikan kondisi keuangan,” ungkapnya.
Tujuan pembentukan holding dan subholding PLN salah satunya adalah untuk menjamin kesediaan listrik masyarakat. Sehingga ke depan, masyarakat tidak akan mengalami byar pet atau mati listrik yang berulang-ulang. Kondisi keuangannya pun menjadi sehat.