Revitalisasi Dulmuluk, seakan tidak sekadar membuatnya bertahan di era pandemi. Tetapi, jauh lebih penting memberi penguatan kepada seni tradisional ini hingga bisa digunakan membangun karakter bangsa.
Di masa pandemi, Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Sumsel menggelar pementasan Dul Muluk dengan judul “Sultan Abdul Moeloek”, Sabtu (18/12) di Ballroom Hotel Swarnadwipa, Palembang. Uniknya, mereka yang terlibat dalam pementasan ini Dul Muluk berasal dari 12 perwakilan perguruan tinggi bagi negeri dan swasta di Indonesia.
Menyesuaikan dengan masa pandemi dan karena para pemain tersebar di wilayah Indonesia, maka persiapan dan latihan dilakukan secara daring dan melalui webinar (Sedaring/Seminar Daring). Pada H-2 , selama hanya dua hari, latihan dilakukan secara bersemuka.“Setidaknya dua hari, latihan dilakukan secara luring., Sementara pemenrtasan, dilakukan secara luring,” ujar Izzah..
Pementasan Dul Muluk tersebut mendapatkan apresiasi yang sangat baik dari para penonton yang hadir. Sebab disajikan dengan sangat luar biasa yang mengombinasikan kebudayaan lokal dan perkembangan jaman, ditambah dialog yang dilakukan oleh para pemeran dilakukan dengan sangat baik yang menyisipkan pesan moral dan ajakan untuk tetap menjalankan protokol kesehatan.
Diatas panggung juga tidak hanya sebuah pentas seni drama komedi yang ditampilkan oleh mereka, ada juga tarian kebudayaan dan adegan silatnya.
Meski terlihat ada adegan sadis, yang sebenarnya bisa diperhalus, yakni saat Dura Jauhari menyerahkan penggalan kepala kepada Sultan. Seusai sayembara yang dilaksanakan dengan hadiah 100 ribu kepig uang emas.
Dalam pementasan ini, setidaknya, ada dua profesor dan 13 doktor dari sedikitnya 30 pemain Dul Muluk yang tampil dengan baik dihadapan ratusan penonton yang hadir,” ujar Ketua Panitia Pementasan, Dr Hj Izzah, M.Pd.
Dua profesor, Prof Dr Nurhayati, M.Pd dari Universitas Sriwijaya dan juga Ketua HISKI Sumsel, sebagai sutradara dan penulis naskah; dan Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum. (UNJ, Jakarta), berperan sebagai permaisuri (Istri Sultan Abdul Hamid Syah). Sementara belasan doktor, Dr. Fachria Marasabessy, M.Pd. (STKIP Kie Raha, Ternate, sebagai khadam Berbari 2); Dr. Syaiful Amri (Pamong Budaya Disbud, Jakarta, Fakultas Seni Pertunjukan, Prodi Teater IKJ, sebagai Abdul Muluk Jauhari);, Dr. Imam Qalyubi, S.S., M.Hum. (IAIN, Palangkaraya) sebagai Tuan Syech; Dr. Sri Musdikawati, M.Si. (Universitas Al Asyariah Mandar, Sulawesi Barat) sebagai Khadam Berbari 3; Dr. Ina Samosir Lefaan, M.Pd. (UNCEN, Jayapura), sebagai Siti Rahmah; Dr. Ida Nurul Chasanah, S.S., M.Hum. (UNAIR, Surabaya), sebagai Khadam Hindustan 1; Dr. Ganjar Harimansyah (Balai Bahasa, Jawa Tengah) sebagai Sultan Syahabuddin; Dr. Rita Inderawati, (Unversitas Sriwijaya) sebagai pedagang kain 1 dan 2; Dr Haryadi, M.Pd (Universitas Muhamadyah Palembang) sebagai Saudagar Kain Bahauddin dan Wazir Hindustan; Dr Herpandi (Unsri) sebagai Syamsuddin; Dr Suparman (Unsri), sebagai Sultan Jamaluddin; Dr Yanti Sariasih, M.pd ( STKIP PGRI Metro, Lampung) sebagai Khadam Berbari 1; Dr Sri Musdikawatri, M.Si (Universitas Al Syariah, Mandar), sebagai Khadam Berbari 3; Dr. LR Retno Susanti, MHUm ( Unsri) sebagai pengawal; dan Dr. Ida Nurul Chasanah, SS (Unair, Surabaya), sebagai Khadam Hindustan 1.
Sementara pemain lainnya, antara lain Raja Sultan Abdul Hamid Syah diperankan Drs Sudartomon Macaryus, M.Hum (Universitas Taman Siswa, Yogyakarta); Siti Rafeah dan Dura Jauhari, dimanikan Pipit Mugi Handayani, MA (STKIP PGRI Semarang); Raja Sultan Arabi diperankan Mukhtaruddin, SE AK, M.Si (Unsri); Khadam Hindustan 2 diperankan Linny Oktoviani, M.Pd (Balai Bahasa Sumsel); Khadam Hindustan 3 dan Saudagar Barbari dimainkan Nyimas Khorin Khoiriyah (Unsri); dan Muhammad Eman Mansur, Mhammad Abdul Aziz, Nurhidayat Kamil Pratama, Muhammad Rezaldi, Aldo Suhendra, Beben Saputra, Firdaus Ramdhani, dan Aprialdo sebagai Pelaga 1 sd Pelaga 8.
Karakter Bangsa
Menurut Dr Izza, Dulmuluk produk lokal yang biasanya dipentaskan orang-orang lokal juga orang-orang Palembang semata. Kali ini justru dipentaskan oleh akademisi dari 12 perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesiaa. “Latihan secara daring dan baru h-2 berlatih secara luring hanya dua kali, hasilnya lumayan. “Alhamdulillah, mendapat respon dan apresiasi dari berbagai pihak,” jelas a;umnus Pasca sarjana UNJ ini.
Disebutkan Izzah, “Alhamdulillah baik, sangat diapresiasi positif oleh penonton,. Ini kan prestasi yang luar biasa. Kita optimis, bahwa budaya daerah, sastra daerah, muatan kearifan lokal, masing-msing daerah itu sebebenarnya bisa direvitalisasi,” tambahnya.
Menurut keyakinan nya, Dulmuluk bisa diangkat dihidupkan kembali. “Jika kita bisa bekerja bersama-sama. Apalagi melihat hasil yang telah dipraktikkan oleh teman-teman tadi, bayangkan, para profesor itu bersedia menjadi pelaku, artis,a ktor dan pemqin dalam pementasan Dulmuluk. Ini kan sebuah prestasi yang harusnya diapresiasi oleh semua pihak.
Kiami bangga Gubernuur sangat mengapresiasi hadir dan memberikan sambutan, bahkan ke depan beliau ingin sastra dan budaya daerah ini dihidupkan terus.. Karena kearifan lokal itu siapa yang menghidupinnya. “Hanya kita orang2 daerah yang bisa menghidukpan. Merevitlisasi. Ini kekayaan yang memang luar biaya. Songket sudah didaftarkan dan menjadi kekayaan milik kita. Dulmuluk juga sedang proses menjadi kekayaan budaya kita. Kita harus bangga dengan budaya yang sangat istimewa ini,”ingatnya
Ke depan, memang harus ada kerjasama yang duduk satu meja yang direncnakan. Apakah dalam satu tahun kita membuat pementasan. “Kita bisa mapping, di daerah itu ada sastra, ada budaya apa saja yang bisa dipentaskan dan ditonton orang banyak. Dan memberikan dampak positif terhadap-Pembentukan karakter dan juga menjadikan para generasi muda merasa memiliki hiburan yang selama ini dianggap hanya dari luar yang bisa dinikmati dan ditonton seperti Drakor. Karena memang hanya itu yang ada di televisi, yanga ada di media sosial. Mengapa tidak, kita bersama-sama menciptakan berkolaborasi membuat satu tontonan yang menarik yang bersumber dari budaya daerah. Ini kan akan melahirkan satu pertunjukan yang betul-betul bermanfaat. Tidak hanya membuat kita bisa membentuk karakter bangsa. Tetapi juga bisa secara praktis membangun karakter bangsa ini,” kata Izzah.
Pementasan ini dihadiri juga antara lain, Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Herman Deru, Sultan Palembang Darussalam Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R M Fauwaz Diradja SH Mkn , Rektor Unsri di wakili Prof Dr Mulyadi Eko Purnomo, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Unsri, Dr Didik Suhendi Spd Mhum, Koordinator Program studi pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia FKIP Unsri Ernalida SPd Mhum Phd.
Lalu Guru Besar Bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra FKIP Unsri sekaligus pimpinan produksi dulmuluk , Prof. Dr. Nurhayati, Spd M.Pd, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel Aufa Syahrizal Sarkomi , Kepala Perwakilan Bank Indonesia Cabang Sumsel, Hari Widodo, Kepala Balai Bahasa Sumsel, Staf Khusus Gubernur Sumsel bidang Kebudayaan, Erlan Safeudin, Ketua DKP M Didit Rudianto, sejumlah komunitas di Palembang, budayawan kota Palembang, Yai Beck, para dosen pendidikan bahasa dan sastra Indonesia FKIP Unsri dan para penonton.
Dua Kali Setahun
Sedangkan Gubernur Sumsel Herman Deru menilai pentas seni yang diperankan oleh para dosen dari 12 perguruan tinggi tersebut merupakan kemasan yang baik dalam melestarikan kebudayaan tradisional yang dimiliki oleh Indonesia.
“Ketika kita berikan keteladanan seperti yang dilakukan hari ini, semoga dapat membangkitkan semangat mereka (kaum milenial) untuk melestarikan kebudayaan lokal yang sakral yang kita miliki. Ini belum sempurna jika tidak kita selenggarakan minimal dua kali dalam satu tahun”, kata Herman Deru.
Gubernur juga berpesan untuk tetap menerapkan nilai kebuduyaaan lokal pada kehidupan sehari-hari meskipun perkembangan jaman sangat pesat kemajuannya.
Menurut Gubernur, pentas seni yang diperankan oleh para dosen dari 11 perguruan tinggi tersebut merupakan kemasan yang baik dalam melestarikan kebudayaan tradisional yang dimiliki oleh Indonesia.
Ketika kita berikan keteladanan seperti yang dilakukan hari ini, semoga dapat membangkitkan semangat mereka (kaum milenial) untuk melestarikan kebudayaan lokal yang sakral yang kita miliki.
“Ini belum sempurna jika tidak kita selenggarakan minimal dua kali dalam satu tahun,” ungkap Herman Deru.
Gubernur juga berpesan untuk tetap menerapkan nilai kebuduyaaan lokal pada kehidupan sehari-hari meskipun perkembangan jaman sangat pesat kemajuannya.
Menutup sambutannya, Gubernur meminta agar seluruh OPD agar disetiap kegiatannya dapat menonjolkan dan menggunakan kearfian lokal, minimal menggunakan tanjak sebagai simbol dalam melestarikan kebudayaan lokal yang dimiliki.
Perhatikan Pakem
Terkait pementasan Dulmuluk oleh HISKI, seorang pemain Dulmuluk tradisional, Randi P Ramadan, mengungkapkan bahwa sebenanrya sangat setuju kalau ada pembelajaran maupun pementasan Dulmuluk di Kampus. Begitu pun dengan revitalisasi Dulmuluk. Hanya saja, menurutnya, Dulmuluk itu tidak sembarangan bisa dimainkan.
Contoh, main wayang, ada pakem, main ludruk juga ada pakem. “Nah, Main Dulmuluk juga ada pakemnya. Ada unsur pementasan yang tidak boleh diubah. Lalu teknik muncul, cara penyajian. Yang memang agak aedikit susah untuk dilakukan perubahan. Kemudian nama tokoh dan sebagai akting-akting dan dialog.
“Nah, inilah yang menjadikan kita lebih mau belajar dan memahami terlebih dahulu. Sebelum mengaplikasikannya.
“Saya juga pribadi sudah lama tidak mentas Dulmuluk. Yang biasanya dipentaskan , biasanya Dulmuluk Bangsawan, atau Dulmuluk Kreasi. Nah untuk yang lain juga harusnya seperti itu juga. Misalnya dibuat Dulmuluk modern. Atau Dulmuluk kreasi . Sehingga jadi jelas, bukan disebut Dulmuluk, saja. Artinya, untuk main Dulmuluk itu ada beban yang sangat besar yang harus kita emban. Karena Dulmuluk itu tidak sekdar dimainkan atau dipentaskan. Begitulah kira-kira,” tambah Randi..
Selama ini, kalau seniman-seninam lain bisa tetap eksis di panggung daring, tidak berlaku untuk teater pertunjukan Dulmuluk ini. Karena mereka umumnya, tidak menguasai teknologi alias gaptek (gagap teknologi). Selain tu, pertunjukan daring pun, lebih banyak tunggal dan dengan jumlah terbatas. “Sementara kami, belasan bahkan puluhan orang. Bagaimana mau main di dunia maya dengan jumlah sebanyak itu. Apalagi dengan syarat harus patuh protokol kesehatan, jaga jarak dan cuci tangan. Bisa-bisa panggungnya harus seluas lapangan sepak bola. Waktu mainnya, karena harus cuci tangan terus, bisa-bisa dari tujuh jam jadi tiga hari tiga malam,” selorohnya, sembari menambahkan, penontonnya siapa kalau sepanjang itu durasinya.
Randi Putra Ramadan, putra Jonhar, menyatakan bahwa selama ini pementasan daring, tak bisa menlibatkan banyak pemain. Para pemain Dulmuluk pun umumnya, agak gagap teknologi. “Sehingga mereka agak sulit menyesuaikan dengan dunia maya. Karenanya, beberapa kali ada pementasan daring yang melibatkan banyak pemain, tentu disambut gembira,””ujar alumni, Sendratasik Universitas PGRI Palembang ini.
Pandemi bisa saja, memberikan hikmah bagi seniman yang melek teknologi. Bagi pemain Dulmuluk, masih panjang waktu untuk itu. Karenanya, sentuhan berbagai pihak agar pementasan virtual yang melibatkan banyak pemain bisa digelar, tentu menjadi vitamin. Dulmuluk, tak sekedar butuh vaksin, tapi juga vitamin. Revitalisasi memang kata kuncinya. (muhamad nasir)