DESAIN besar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022, itu masih belum beranjak dari seputar pandemi COVID-19. Hal itu tercermin dari tema kebijakan fiskal yang disodorkan pemerintah, yakni Melanjutkan Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural. Dengan kata lain, RAPBN 2022 akan melanjutkan dukungan pemulihan ekonomi reformasi struktural.
Tema besar itu dikonfirmasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat konferensi pers terkait Nota Keuangan dan RUU APBN 2022, Senin (16/8/2021). Menurut Menko Airlangga, pemerintah masih akan terus berkonsentrasi pada penanganan COVID-19.
Tren yang sama pun terjadi secara global. Merujuk data publikasi World Economic Outlook Juli 2021, perekonomian global 2022 diperkirakan berangsur pulih dan tumbuh sebesar 4,9 persen. Pertumbuhan yang tinggi terutama pada negara berkembang yang diperkirakan akan mampu tumbuh mencapai 5,2 persen. Sejalan dengan prospek membaiknya ekonomi global, pemulihan perekonomian Indonesia di 2022 akan lebih kuat pada rentang pertumbuhan 5,0-5,5 persen.
Risiko ketidakpastian terutama yang berasal dari perkembangan pandemi COVID-19 masih akan menjadi faktor yang harus diantisipasi di 2022. Kebijakan penanganan COVID-19 akan dioptimalkan secara komprehensif dengan program vaksinasi yang diakselerasi seluas-luasnya serta memperkuat penerapan protokol kesehatan diharapkan mampu meningkatkan confidence masyarakat untuk melakukan aktivitas sosial ekonomi.
Dalam pandangan Menko Airlangga, perekonomian RI tidak lepas dari perkembangan di kuartal ketiga 2021. “Kasus puncak varian Delta, pada saat kasusnya di puncak ekonomi akan menurun sedikit dan tentu kita pemerintah terus mendorong agar engine ekonomi, apakah itu ekspor, investasi, kemudian juga belanja pemerintah untuk terus dimaksimalkan,” ujar Menko Airlangga, konferensi pers terkait Nota Keuangan dan RUU APBN 2022, Senin (16/8/2021).
Menurut Menko Airlangga, kondisi perekonomian di 2022 akan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain keberhasilan penanganan COVID-19, pulihnya konsumsi masyarakat, implementasi reformasi struktural, dan prospek pertumbuhan ekonomi global.
Karena itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani pun menegaskan bahwa, “Berbagai belanja pemerintah memang ditujukan untuk kesehatan dan bantuan sosial. Tentu kesehatan penting. Namun bantuan sosial yang diperluas, dalam hal ini untuk membantu yang mengalami hardship, kemudian untuk membantu disektor pangan dan pendidikan dan yang membantu yang mengalami tekanan di sektor tenaga kerja. Jadi sosial safety net atau jaring sosial pengaman kita di ekspansi baik dari jumlah penerimanya maupun manfaat penerimaannya.”
Konsumsi masyarakat diharapkan tetap menjadi komponen utama yang mendukung kinerja ekonomi dengan didukung penguatan dan penyempurnaan program perlindungan sosial secara efektif dan tepat sasaran bagi masyarakat miskin dan rentan miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Sementara itu, konsumsi Pemerintah akan diarahkan untuk pelayanan publik yang efisien disertai upaya memperkuat spending better.
Di sisi lain, berbagai langkah perbaikan iklim investasi, komitmen Pemerintah terhadap penyelesaian proyek strategis nasional yang memiliki multiplier effect yang tinggi terhadap perekonomian, serta terjaganya peringkat sovereign credit rating Indonesia akan mendorong kinerja investasi. Selanjutnya, perbaikan arus investasi akan memperkuat daya saing produk dalam negeri, sehingga mampu mendorong peningkatan ekspor. Untuk mendorong terciptanya nilai tambah ekonomi yang dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah, Pemerintah berkomitmen memberikan dukungan program dan kebijakan dalam belanja negara.
Upaya perbaikan fundamental ekonomi yang dilakukan melalui reformasi struktural juga ditopang melalui implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya. Dengan implementasi reformasi struktural tersebut, tren pertumbuhan ekonomi diharapkan terus meningkat sehingga Indonesia memiliki basis pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat pada 2022.
Mengacu pada kerangka ekonomi makro 2022, Pemerintah menyusun strategi kebijakan fiskal yang ditujukan untuk pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi agar bersifat inklusif dalam meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Pemerintah akan meneruskan program pro-poor dan pro-employment untuk mengembalikan tren penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran. Berbekal keberhasilan dalam lima tahun terakhir sebelum pandemi 2020, Pemerintah akan terus melakukan penyempurnaan program-program perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan.
APBN tetap menjadi instrumen utama yang menjadi motor dalam pemulihan ekonomi, meneruskan reformasi, dan melindungi masyarakat dari bahaya COVID-19. Di sisi lain, Konsolidasi fiskal terus dilanjutkan di 2022 untuk memuluskan normalisasi defisit APBN agar kembali di bawah 3 persen PDB sesuai amanat UU 2/2020 dengan tetap menjaga momentum pemulihan ekonomi. Pokok-pokok RAPBN 2022 adalah sebagai berikut.
Anggaran PEN 2022
Menurut Menkeu, bahwa Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022 akan dianggarkan sebesar Rp321,2 triliun dari total belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.938,3 triliun. Namun demikian, Menkeu menegaskan, bahwa pemerintah akan tetap merespons dengan fleksibel dengan menyesuaikan alokasi PEN yang dapat ditambah jika terjadi lonjakan kasus COVID-19.
“Ini yang kita sebutkan responsiveness dan fleksibilitas. Apabila COVID-19 melonjak, kita bisa melakukan realokasi dari biru (belanja pemerintah pusat non PEN) ke orange (PEN). Kalau seandainya ternyata ekonominya baik dan COVID-nya bisa terjaga atau terkendalikan maka kita akan terus bisa melakukan program-program yang perlu harus melakukan refocusing”, jelas Menkeu dalam keterangan tertulis yang dilansir laman kemenkeu.go.id.InfoPublik (***)
Dalam keterangan yang sama, Menkeu juga meminta kepada seluruh Kementerian/Lembaga untuk melakukan earmarking 5-10 persen dari pagu belanja menurut skala prioritas program dan kegiatan untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan mendadak akibat COVID-19.
“Sehingga apabila dibutuhkan seperti yang terjadi pada saat menghadapi (COVID-19 varian) Delta ini, kita akan mampu langsung melakukan refocusing yang sifatnya volunteer dan sudah didetect dari awal sehingga tidak perlu lagi menimbulkan disrupsi terhadap belanja Kementerian/Lembaga”, kata Menkeu.
Lebih lanjut, Menkeu mengungkapkan bahwa 2022 merupakan tahun eksepsional menuju konsolidasi fiskal sehingga belanja pemerintah pusat berfokus pada beberapa hal. Pertama, melanjutkan agenda reformasi dalam rangka peningkatan pelayanan publik. Kedua, upaya mendorong transisi yang mulus untuk konsolidasi fiskal pada 2023.
“K/L harus betul-betul melihat belanja K/Lnya secara tajam melalui lensa program prioritas yang sesuai dengan rencana kerja pemerintah atau RKP”, lanjutnya.
Kemudian, pelaksanaan operasional dan kegiatan sejalan dengan cara kerja baru serta pemanfaatan teknologi informasi, subsidi yang tepat sasaran, dan antisipasi dan mitigasi risiko fiskal dalam pelaksanaan APBN melalui bantalan fiskal yang memadai.InfoPublik(***)
Ril