MEREBAKNYA wabah COVID-19 sejak awal disertai oleh sebuah fenomena lain yang disebut dengan infodemi. Istilah infodemi ini merujuk pada wabah berupa informasi palsu dan menyesatkan mengenai COVID-19.
Analis Hukum Ahli Madya Ditjen IKP Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Mediodecci Lustarini, menjelaskan infodemi adalah wabah informasi yang melimpah baik online maupun offline, termasuk upaya yang sengaja untuk menyebarkan informasi yang salah sehingga melemahkan respon kesehatan masyarakat dan memajukan agenda alternatif kelompok atau individu.
Informasi hoaks terkait COVID-19 ini pun sangat membahayakan. Bahkan bisa mengakibatkan seseorang kehilangan keluarga atau saudaranya karena percaya berita hoaks tersebut.
Ia mencontohkan, di media nasional ada berita tentang mereka yang harus kehilangan keluarganya karena tidak percaya dengan pandemi COVID-19.
“Ini yang menjadi masalah, dia melemahkan respon kita terhadap kesehatan,” kata Mediodecci Lustarini dalam acara webinar Forum Diskusi Publik yang bertajuk “Melawan Hoax di Masa Pandemi” pada Jumat (13/8/2021).
Untuk itu, ia pun mengajak seluruh masyarakat untuk bersama- sama melawan berita hoaks yang berseliweran di dunia maya. Harus melakukan cek dan ricek ulang terhadap setiap informasi yang dinilai janggal atau memiliki citra negatif.
“Kita harus melawan infodemi di masa pandemi,” ujar Mediodecci Lustarini.
Ia menjelaskan ada beberapa ciri- ciri hoaks yang diantaranya adalah narasi atau meme yang menggugah emosi. Ini biasanya berisi klaim yang salah namun disusun dengan tata bahasa, opini personal atau informasi tidak lengkap atau bahkan bohong yang disebarkan melalui aplikasi pesan.
Kemudian, mencantumkan identitas yang berwenang. Informasi ini seolah berasal dari tokoh atau ahli yang memiliki keilmuan, atau disertai link ke situs tertentu.
Gambar atau video dirubah isi atau konteksnya. Ini dilakukan untuk menciptakan kebingungan dan memunculkan rasa tidak percaya, sekaligus memancing percaya dengan cerita yang salah untuk menjatuhkan, menggiring opini atau menimbulkan kekacauan.
Ciri berita hoaks lainnya adalah phising atau spam. Disinformasi phising biasanya dilengkapi dengan link seolah- olah website resmi, padahal isinya berbeda jika kita klik link tersebut.
Sementara itu, Presedium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Bidang Cek Fakta, Eko Juniarto menyatakan, bahwa pertumbuhan hoaks di Indonesia terjadi sejak Pemilu 2014. Pada 2014, hoaks perbulan itu rata- rata kurang lebih sekitar 20 terkait politik.
Sedangkan pada Pemilu 2019, berita hoaks naik mencapai 100 perbulan, dan di 2021 meningkat rata- rata mencapai 200 hoax perbulan. Hoaks bergeser dari sebelumnya seputar politik menjadi tentang kesehatan karena pandemi COVID-19. Hoaks terkait vaksinasi COVID-19 pun melonjak naik pada 2021.
Menurut dia, dibutuhkan kolaborasi seluruh pihak untuk menangani hoaks. Upaya pencegahan diantaranya adalah melakukan penegakan hukum, melibatkan platform, mengedukasi masyarakat, kerja sama antar organisasi dan institusi, serta memberikan informasi yang terarah dari hulu ke hilir oleh pihak berwenang.(***)
Ril