TEPAT Hari Jum’at tanggal 30 Juli 2021 masyarakat Sumsel dibuat geger oleh beredarnya foto meme Gubernur Sumatera Selatan H. Herman Deru. Foto tersebut di edit terdapat simbol mahkota emas dan adanya tulisan King of Kelakar. Meme ini bersumber dari BEM Universitas Tridinanti Palembang atas keresahan terhadap statement Gubernur yang tidak sesuai dengan tindakan.
Tidak sedikit masyarakat merespon meme yang viral tersebut. Terdapat polarisasi atau pro dan kontra di tengah masyarakat terhadap pensematan King of Kelakar yang dilakukan oleh pihak BEM Universitas Tridinanti Palembang terhadap Gubernur Sumatera Selatan.
Menilik arti kata-kata King of Kelakar tersebut terdapat 1 kata bahasa khas sumatera selatan yaitu “KELAKAR”. Makna kata kelakar itu berarti bualan atau tidak sesuai dengan kenyataan. Sedangkan King sendiri merupakan bahasa inggris yang diartikan dalam bahasa indonesia yaitu “RAJA”. Jadi, makna dari King of Kelakar yaitu “RAJA KELAKAR”.
Selain Meme yang beredar, terdapat data yang di cantumkan untuk melegitimasi atas meme King of Kelakar tersebut. Data itu berisi statement gubernur yang bersumber dari kanal berita dan dikorelasikan oleh Pihak BEM dengan Fakta setelah gubernur berstatement yang bersumber juga dari kanal berita.
Statement itu seputar pemberlakuan PPKM, Stok Oksigen, isu kemiskinann, Sekolah gratis, dan pelarangan mudik. Memahami dari Kritikan yang dilakukan BEM Universitas Tridinanti Palembang, tentu hal ini terkait permasalahan ucapan pejabat. Jadi, seberapa pentingkah ucapan pejabat publik ?.
Hal yang wajar ketika menjadi pejabat publik setiap ucapan dan tindakan selalu menjadi sorotan masyarakat luas. Karena pejabat publik ditempatkan masyarakat pada posisi terhormat sehingga ucapan dan tindakannya mempunyai dampak luas dan menentukan akselerasi setiap perubahan. Selain itu, masyarakat menaruh ekspektasi besar terhadap pejabat publik terutama pimpinan daerah yang merupakan hasil dari pemilihan umum.
Namun demikian, pejabat publik sebelum menjadi pejabat selalu mengeluarkan statement obral janji kampanye dan ketika memimpin tidak bisa bertindak untuk mewujudkan apa yang mereka janjikan kepada rakyat. Terlebih juga ketika memimpin seringkali membuat kebijakan namun berkontradiksi atau tidak sesuai dengan statement yang ia lontarkan sebelum kebijakan itu dibuat. Hal itu dilakukan terkesan untuk membuat tenang masyarakat dan membangun citra pejabat itu sendiri.
Mengupas perihal ucapan bisa dianalogikan seperti kayu bakar, saat kayu dibakar ia akan menjadi debu, dan debu tidak bisa dikembalikan menjadi kayu lagi. Jadi, secara manusiawi ucapan-ucapan penting dan berkaitan dengan kepentingan umum yang dilontarkan manusia terlebih itu publik figur (pejabat pimpinan daerah) tidak akan pernah pulih kembali atau tidak akan pernah dilupakan oleh masyarakat.
Jadi, King of Kelakar merupakan sebuah bentuk ketidaklupaan masyarakat atas perkataan yang dilontarkan gubernur sumatera selatan. Peristiwa ini merupakan tamparan keras terhadap gubernur Sumatera Selatan atas statement yang berkontradiksi dengan tindakan yang dilakukan. Dan ini merupakan ajang mengingatkan atau menegur gubernur untuk serius menepati janjinya. Baik janji yang bersifat fleksibel dan janji ketika kampanye-nya saat mencalonkan diri sebagai gubernur.
Maka dari itu, adanya King of Kelakar sebaiknya gubernur tidak baperan dan jadikan kritikan tersebut sebagai sebuah evaluasi diri selama memimpin serta jadikan sebagai pecutan agar janji cepat terealisasikan. Karena cara untuk menghilangkan sematan atau julukan King of Kelakar itu salah satunya dengan menselaraskan antara statement dan tindakan. Statement yaitu janji yang dilontarkan gubernur dan tindakan yaitu kebijakan yang dibuat oleh gubernur.[***]
Oleh : Ilham Mardiantoro
Sekretaris Umum GMRP