Nasional

PERLU ANDA KETAHUI :  Ada Apa dengan Permukaan Laut ?

Ist

 SULIT  untuk bertele-tele, faktanya permukaan laut terus meningkat akibat Krisis Iklim. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2019 menyebutkan kenaikan global sebesar 3,6mm per tahun selama periode 2006-2015 dan diprediksi akan mencapai lebih dari 80cm antara 2009 hingga 2100.

Namun, komitmen iklim yang ada sekarang dari berbagai pihak tidak cukup kuat untuk menahan laju risiko banjir pesisir akibat kenaikan permukaan laut itu.

Laporan terbaru Greenpeace Asia Timur, The Projected Economic Impact of Extreme Sea-Level Rise in Seven Asian Cities in 2030, mengungkap kenaikan permukaan laut yang ekstrem dan banjir pesisir di tujuh kota besar di Asia pada 2030 berpotensi memberikan dampak pada produk domestik bruto (PDB) senilai 724 miliar dollar Amerika.

Ketujuh kota yang dianalisis dalam laporan ini merupakan kota besar di Asia yang menjadi pusat ekonomi dan berada di atau dekat dengan pesisir. Ketujuh negara tersebut adalah Hong Kong, Taipei, Seoul, Tokyo, Jakarta, Manila, and Bangkok. Laporan lebih lengkapnya bisa dibaca di sini.

 

Selain temuan di atas, apa potensi risiko lain bagi Jakarta?

Kenaikan permukaan laut dan banjir pesisir tahun 2030 berpotensi memberikan dampak pada 68,20 miliar dollar dari PDB dan hingga 1,8 juta orang warga Jakarta.

Bagian utara Jakarta paling berisiko terkena banjir akibat kenaikan muka air laut. Hal ini sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir dan bisa menjadi lebih parah di tahun-tahun mendatang.

Tapi, kalau ketika membaca ini kamu merasa hanya daerah utara yang terdampak, temuan kami berkata lain. Selain bangunan tinggal dan komersial yang berada di pesisir pantai, banjir akibat naiknya permukaan laut ini berpotensi menggenangi Monumen Nasional dan Balai Kota Jakarta.

 

Bagaimana kita bisa mengurangi dampak ancaman ini?

Kenaikan permukaan laut akan terus terjadi jika kondisi bumi masih memanas. Kami mendesak pemerintah segera menghentikan penggunaan dan pendanaan industri bahan bakar fosil, yang terbukti meningkatkan panas bumi dan juga salah satu penyebab polusi udara di Jakarta.

Pernyataan pemerintah tentang dikuranginya pendanaan PLTU batu bara dalam sisa proyek 35 ribu megawatt nyatanya hanya permainan kata-kata. Jumlah PLTU yang belum mendapatkan kontrak hanya 4.4% — jumlah sangat kecil apalagi dibandingkan dengan risiko kerusakan yang ditimbulkan 95,6% PLTU lainnya.

Tapi, belum terlambat bagi pemerintah untuk menghentikan sepenuhnya penggunaan energi kotor kemudian beralih ke energi baru dan terbarukan. Kelebihan pasokan listrik di Pulau Jawa yang hampir menyentuh 50% selama pandemi harusnya bisa menjadi indikator untuk mengurangi penggunaan PLTU.

Ini bukan lagi hanya tentang polusi, tapi juga tentang menyelamatkan penduduk yang tinggal di pesisir pantai.

 

Yang juga perlu kamu tahu…

  • UNESCO merekomendasikan agar Great Barrier Reef Australia dimasukkan dalam daftar warisan dunia dalam bahaya, menurut rancangan laporan yang dikeluarkan pada awal minggu ini. Australia dianggap belum cukup melindungi sistem terumbu karang terbesar di dunia ini dari dampak perubahan iklim, karena kurang memiliki kebijakan iklim yang kredibel dan memberikan dukungan terhadap industri bahan bakar fosil.

Apa tanggapan Greenpeace soal ini? Peringatan dari UNESCO sudah sangat jelas, Great Barrier Reef berada dalam bahaya karena kegagalan Pemerintahan Morrison untuk bertindak atas perubahan iklim.

“Pemerintah Australia berjanji kepada dunia di bawah perjanjian UNESCO bahwa mereka akan ‘sepenuhnya’ melindungi dan melestarikan Great Barrier Reef yang megah. Politisi kita tidak hanya gagal melakukan ini, dengan tidak memiliki rencana yang kredibel untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan cepat, tetapi juga menyangkal dan berusaha menyembunyikan kegagalan mereka di setiap kesempatan,” ujar CEO Greenpeace Australia Pacific David Ritter.

 

  • Gerakan inisiatif Stop Ecocide Foundation mempublikasikan kata Ecocide, dalam upaya untuk membuka jalan untuk mengadili perilaku perusakan lingkungan agar bisa dimasukan dalam mandat Mahkamah Pidana Internasional.

Jadi, apa yang dimaksud dengan Ecocide? Ecocide diartikan sebagai tindakan melanggar hukum atau ceroboh yang dilakukan dengan pengetahuan bahwa ada kemungkinan besar kerusakan lingkungan yang parah dan meluas atau jangka panjang yang disebabkan oleh tindakan tersebut.

Mengapa inisiatif ini menjadi penting? Menurut Prof Philippe Sands QC dari University College London, mengutip The Guardian, hal terpenting dari inisiatif ini adalah memperluas proses untuk merubah kesadaran publik, menyadari hubungan kita dengan lingkungan. “Kita harus melakukannya lewat jalur politik, diplomatik, dan hukum untuk mencapai perlindungan lingkungan.”

  • Sidang putusan gugatan warga negara atas polusi udara di Jakarta kembali ditunda. Sidang putusan yang harusnya digelar pada 24 Juni 2021 ini ditunda atas alasan kesehatan — Hakim, Panitera, dan sejumlah pegawai di Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Pusat dinyatakan positif COVID-19 sejak 21 Juni 2021.

Sejumlah temuan di atas menunjukan harus adanya aksi nyata dari berbagai pihak untuk mengurangi dampak Krisis Iklim yang akan terjadi. Penggunaan energi kotor tidak hanya akan merusak apa yang ada di darat, tapi juga apa yang ada di laut.

Bagikan pengetahuan ini dan terus dukung kami untuk mengkampanyekan perubahan demi Bumi yang berkelanjutan. Juga selalu jaga kesehatan di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung ini.[***]

 

Salam hijau damai,
Greenpeace Indonesia

 

 

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com