KETIKA lautan menyediakan oksigen dan makanan untuk kebutuhan hidup manusia, manusia justru membalas ketersediaan ini dengan eksploitasi. Tidak hanya pada isi laut, tetapi juga eksploitasi pada sesama manusia.
Ini bukan hal baru, tapi nyatanya keadaan tak kunjung membaik.
Minggu lalu, Greenpeace Asia Tenggara bekerja sama dengan Serikat Buruh Migran Indonesia merilis laporan terbaru “Forced Labour at Sea: The Case of Indonesian Migrant Fishers” — menyoroti dugaan kerja paksa yang terjadi pada Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia di sejumlah kapal penangkap ikan milik asing berdasarkan komplain pada Mei 2019 – Juni 2020.
Berada di wilayah yang tidak termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif sebuah negara membuat aktivitas ilegal mudah terjadi dan menjadi celah bagi kerja paksa era modern di industri perikanan. Video laporannya bisa kamu tonton di sini.
Laporan ini mengidentifikasi indikator kerja paksa yang paling banyak dilakukan, di antaranya penahanan upah (87%), lingkungan kerja dan hidup yang penuh kekerasan (82%), penipuan (80%) dan penyalahgunaan kerentanan (67%). Hal ini diduga melibatkan 20 agen tenaga kerja Indonesia dan 26 perusahaan perikanan dari Tiongkok, Hong Kong, Taiwan, Pantai Gading dan Nauru.
Apa yang bisa dilakukan Indonesia untuk melindungi warga negaranya yang bekerja sebagai ABK di kapal asing? Menurut Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah, Indonesia harusnya mulai meratifikasi Konvensi ILO 188 dan mengesahkannya menjadi undang-undang nasional.
Konvensi ILO 188 merupakan seperangkat aturan internasional yang dibentuk oleh International Labour Organization (ILO) untuk memastikan awak kapal mendapatkan kondisi bekerja yang layak, seperti misalnya terdapat perlindungan keselamatan kerja.
Laporan ini juga merekomendasikan beberapa hal penting lain, di antaranya: Para awak kapal mendapatkan jam istirahat selama tidak kurang dari 10 jam dalam tenggat waktu 24 jam, para agen tenaga kerja diminta tidak membebankan biaya perekrutan kepada calon ABK, dan juga menuntut transparansi dalam rantai pasokan makanan laut kita. Baca laporan lengkapnya di sini.
Yang juga perlu kamu tahu…
- Ukuran Paus Atlantik Utara terdeteksi menyusut.Mengutip The Guardian, penelitian terbaru menunjukan ukuran paus ini berkurang 1 meter dari ukurannya 40 tahun lalu. Bentuk kepala yang khusus memudahkan para peneliti untuk melacak pertumbuhan paus ini.
Apa yang membuat ini terjadi? Paus Atlantik Utara kehilangan banyak energi untuk menambah berat ataupun panjang karena terjerat jaring ikan yang digunakan untuk menangkap spesies lain.
- Proyek restorasi terumbu karang dengan teknologi terbaru akan dilakukan di Antigua dan Barbuda, negara kepulauan Karibia. Proyek yang dikenal dengan nama Ocean-Shot ini akan merestorasi terumbu karang mati seluas 1 hektar sebagai proyek awal.
Apa yang akan dilakukan teknologi baru ini? Mengutip Reuters, teknologi ini akan meniru desain dan bentuk terumbu karang alami untuk memberikan peluang kolonisasi oleh karang dan kehidupan laut lainnya. Tes akan dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan terumbu karang yang secara alami membutuhkan waktu 10 tahun untuk 1 hektar.
Apa yang terjadi di laut harus menjadi perhatian kita juga yang berada di darat. Karena laut telah memberikan kita penghidupan dan akan terus demikian.
Kamu bisa turut mendesak pemerintah untuk segera memberikan perlindungan pada ABK Indonesia melalui petisi ini atau berdonasi sekarang untuk melindungi kehidupan di laut. Follow juga akun @oceandefenderid untuk lebih banyak informasi terkait kampanye laut Greenpeace Indonesia.
Salam hijau damai,
Greenpeace Indonesia