GONJANG-ganjing penetapan kebijakan aktivitas mudik lebaran 2021 telah terjadi semenjak awal maret. Mulai dari kebijakan diperbolehkannya mudik lebaran melalui menteri perhubungan dan sampai pemerintah merubah atau berputar pikiran untuk melarang aktivitas mudik lebaran tahun ini sejak tanggal 6 sampai 17 mei . Kebijakan tersebut telah resmi ditetapkan pada tanggal 23 maret 2021 sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo dan disampaikan oleh Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayan Bapak Muhadjir Efendy melalui jumpa pers virtual pada hari Jum’at tanggal 26 maret 2021.
Larangan mudik tidak hanya terjadi pada tahun 2021 saja. Namun sudah terjadi pada tahun 2020 akibat dari terus meningkatnya angka kasus pasien pandemi covid-19 dan sebagai usaha preventif pemerintah untuk menekan angka yang terus melambung tinggi tersebut.
Larangan seperti itu sebagai upaya untuk mencegah kerumunan dan penyebaran secara besar akibat dari perpindahan orang dari satu daerah ke daerah lainnya yang mana belum dipastikan orang tersebut membawa virus atau tidak.
Namun kebijakan ini menjadi sebuah pro dan kontra. karena pemerintah melakukan sebuah kebijakan yang sifatnya hanya konsentrasi pada sebuah ceremonial belaka dan hal itu menandakan pemerintah belum mampu untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan secara konsisten pada aktivitas keseharian.
Hal yang wajar bila masyarakat seolah-olah berat menerima kebijakan ini. Karena tindakan pemerintah dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan tidak secara konsisten seperti mencegah kerumunan. Bila dilihat secara realistis keadaan sehari-hari seperti kerumunan sudah terjadi dimana-mana baik di pasar, cafe/tongkrongan, mall, dan tempat umum lainnya. Begitu juga ketika arus transportasi pada kesehariannya baik itu darat dan laut sudah banyak yang berkendara keluar daerah bahkan menyebrang laut menggunakan kapal pun sudah ramai pada kesehariannya.
Walaupun terdapat transportasi udara seperti pesawat komersil yang konsisten dalam upaya pencegahan penyebaran covid-19 seperti menerapkan protokol kesehatan baik itu menjaga jarak dan melakukan rapid tes/swab tes. Namun hal itu hanya dapat dirasakan untuk kalangan menengah keatas saja. Yang notabenenya bila di koherensikan dengan arus mudik maka pelakunya bukan hanya menengah atas saja namun menengah bawah pula ikut terlibat. Dan cukup berat bagi warga menengah bawah untuk menggelontorkan uangnya menggunakan pesawat komersil dan melakukan rapid tes/swab tes.
Harus menjadi sebuah evaluasi bagi pemerintah dalam kekonsistenan implementasi kebijakan. Karena tindakan yang dilakukan pemerintah berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat sendiri. Begitupula larangan mudik bukanlah satu-satunya solusi dalam menghadapi arus mudik tahun ini. Pemerintah bisa juga menggunakan kebijakan yang diterapkan seperti di pesawat komersil yang notabenenya pemerintah mengizinkan itu pada kesehariannya.
Penerapan – penerapan rapid tes/swab tes sebagai syarat administrasi untuk diperbolehkannya mudik serta pembatasan-pembatasan penumpang transportasi pribadi dan umum seperti mobil, bus, kapal. Dan perlu digaris bawahi harus ada program gratis dari pemerintah terhadap rapid tes/swab tes tersebut untuk kalangan menengah bawah. karena pelaku mudik bukan hanya dari kalangan warga menengah atas saja. Namun banyak juga dari kalangan menengah kebawah yang cukup berat untuk menanggung rapid tes/swab tes tersebut.
Masih ada waktu dari pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan yang sudah ditetapkannya. Pemerintah bisa menggunakan kebijaksanaannya dalam sebuah pertimbangan yang bersumber pada seluruh aspek permasalahan dan sangat penting bagi pemerintah untuk mendengarkan pendapat pada seluruh elemen. [***]
Oleh : Ilham Mardiantoro
Mahasiswa Administrasi Publik, Fisip, Universitas Sriwijaya