SUMSELTERKINI.CO.ID, PALEMBANG – Banjir yang melanda hampir seluruh Kota Palembang membuat resah warga, karena bukan hanya mengganggu kenyamanan aktivitas saja, namun banjir juga telah menyebabkan kerugian ekonomi dan pendidikan. beberapa sekolah pun terpaksa ikut diliburkan, karena beberapa sekolah ikut terendam menyusul hujan deras yang turun dari Senin (12/11/2018) malam hingga pagi hari.
Akibatnya banjir setinggi 1 meter dibeberapa wilayah juga, terutama di jalan protokol, seperti di Jalan R. Sukamto (Hotel Al-Furqon – PTC Mall), kendaraan roda 2 dan roda 4 yang melintasi jalan ini terlihat mogok.
Banjir yang terjadi di wilayah Kota Palembang bukan hanya satu kali ini saja terjadi. Permasalahan banjir yang melanda sejumlah kawasan permukiman penduduk dan ruas jalan protokol sudah kerap terjadi. Setelah turun hujan lebat atau lebih dari dua jam bisa dipastikan langsung terjadi banjir, hal ini semakin parah dan memerlukan penanganan serius.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Selatan mencatat titik rawan banjir berada di sekitar kolam retensi (tempat penampungan air sementara) dan di wilayah-wilayah sekitar timbunan yang dulunya rawa.
Hairul Sobri, Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan dalam siaran persnya, kemarin menjelaskan bahwa banyaknya penimbunan rawa untuk kepentingan properti atau kepentingan bisnis secara leluasa menimbun rawa yang awalnya sebagai tempat resapanair merupakan bentuk-bentuk kebijakan yang bertentangan dengan lingkungan dan tidak mengacu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), sehingga dampak bencana ekologis, seperti banjir akan terus terjadi.
Palembang sendiri memiliki luas 35.855 Ha yang mayoritasnya topologi Provinsi ini adalah daerah rawa. Namun saat ini hanya menyisakan 2.372 Ha luasan rawa di Kota Palembang .
Selain itu tidak efektifnya keberadaan drainase termasuk kolam retensi akibat kebijakan pemerintah yang lamban menyelesaikan permasalahan banjir di kota Palembang yang telah 11 kali menerima penghargaan Adipura, sungguh ironi. Akibatnya hampir seluruh warga dirugikan akibat bencana ekologis yang terjadi (akumulasi dampak kebijakan yang mengabaikan aspek lingkungan hidup).
“Palembang seharusnya ada 77 kolam retensi di Kota Palembang untuk badan tampungan air,sekarang hanya ada 26 kolam retensi yang tersisa1,”katanya.
Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan yang tidak sesuaidengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Pelanggaran Tata Ruang merupakan dampak utama banjir.
Minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga menjadi faktor penyebab banjir ketika Palembang diguyur hujan, karena terganggunya sistem distribusi air.
Di dalam Undang – Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbukahijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota.
Saat ini, RTH di Kota Palembang sendiri hanya 3.645 Ha saja dari kewajiban yang seharusnya 10.756 Ha. Jika pemerintah berorientasi pada solusi penyelesaian permasalahan banjir yang terjadi, maka diperlukan perhatian lebih kepada faktor penyebab secara komprehensif.
“Aspek-aspek lingkungan perkotaan seperti perluasan RTH, memulihkan serta menjaga area rawa yang tersisa, memperbaiki sistem drainase dan memastikan fungsi kolam retensi berjalan dengan baik, serta dengan tegas pemerintah harus memastikan tidak ada lagi proses pembangunan dilakukan tanpa ada KLHS dan AMDAL (dokumen lingkungan hidup). Karena kita ketahui bersama proses dokumen lingkungan hidup terkadang hanya bersifat formalitas semata,”urainya.
Sebelumnya Walikota Palembang, Harnojoyo mengungkapkan, agar masyarakat Palembang untuk bersabar.
“Warga dihimbau tetap melaksanakan gotong royong, sebab sampah tidak pernah habisnya, terutama di sungai- sungai, saluran air, rawa-rawa tetap dibersihkan agar air lancar,”pesannya.
Dia berharap agar semua warga Palembang menjaga kebersihan, sebab banjir memang tidak bisa dihindari, karena letak topography Palembang ini 53% rawa.[**]
Penulis : One