SAAT jarum jam menunjuk pukul 10.00 WIB, sinar matahari pun mulai terasa panas di ubun-ubun kepala. Antrian anak-anak Sekolah Menengah Pertama [SMP] yang berjumlah sekitar 200 siswa dan siswi terlihat memasuki Monumen Perjuangan Rakyat [Monpera], Palembang tepatnya tak jauh dari Benteng Kuto Besak [BKB] Palembang, Rabu [25/10/2018].
Siswa –siswi yang berkunjung ke Monpera tersebut tak lain untuk tugas belajar mengenal sejarah Monpera. Monpera memang merupakan salah satu obyek wisata bersejarah di Palembang , pada hari libur memang banyak dikunjungi para pelancong dari berbagai daerah di Sumsel, bahkan luar Sumsel.
Selain untuk mengenal sejarah, juga ada yang memanfaatkannya untuk mengabadikanya dengan berfoto bersama keluarga maupun teman.
Monpera merupakan aset daerah yang harus di lestarikan, dipelihara dan difungsikan sebagai sarana informasi kesejarahan zaman perjuangan Palembang yang dikenal dengan perang lima hari lima malam.
Monpera selesai dibangun di era, Gubernur Sumsel, Sainan Sagiman, tepatnya pada 1988. Namun sayangnya saat ini dibalik kokoh dan megahnya bangunan Monpera itu, ternyata ada beberapa koleksi dari Monpera yang rusak dan harus disimpan. Rusaknya pun cukup miris, karena dimakan rayap.
“Memang sudah 2 tahun ini biaya perawatan tidak dianggarkan dikarenakan masa transisi,” ujar Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Monpera, Agusti saat di temui di Dinas Pariwisata Kota Palembang, Kamis (25/10/18).
Agusti dengan setelan batik dan celana berwarna hitam itu menjelaskan, permasalahan transisi yang dimaksud, yakni perpindahan ke Dinas kebudayaan.
Menurutnya setelah, Unit Pelaksana Tenis Daerah (UPTD) di bentuk otomatis perpindahan dari Pariwisata ke Dinas Kebudayaan.
“Jadi kita itu sebenarnya sudah mengganggarkan ke Dinas Kebudayaan, ternyata tidak ada anggaran perawatan,” ucapnya dengan nada yang sedikit lemah.
Meski demikian, Agusti mengaku tetap berusaha mengupayakan semampunya untuk selalu merawat koleksi di Monpera tersebut.
“Cuma kami tetap melakukan perawatan dengan mengambil pembiayaan di induk ,yakni Dinas Pariwisata kota Palembang,” terangnya.
Mengenai bantuan permasalahan rayap, Agusti mengaku belum pernah ada sekalipun bantuan dari pihak – pihak lain.
“Usaha kami selama rutin, ya membeli racun rayap, cuma masalahnya rayap cuma mati di atas saja, tapi yang di dalam tanah susah dibunuh,” ujarnya.
Selain itu Gusti, mengakui juga kesadaran masyarakat di Palembang untuk menjaga dan memelihara aset bersejarah masih sangat kurang. Padahal Pemkot sudah menata Monpera dengan sedemikian rupa agar dapat menarik minat pengunjung, namun kadang tangan-tangan jahil dari orang yang tidak bertanggung jawab merusaknya.
“Dulu disekeliling Monpera dipasang lampu taman, sekarang habis dicuri, bahkan mirisnya lagi kabelnya ikut dicuri pula, dan yang tak habis fikir malah Monpera jadi kebiasaan tempat untuk membuat air kecil [maaf, kencing] sembarangan, haduuuh,”keluhnya.
Agusti berharap, Pol PP juga dapat mengontrol dan menjaga secara ektra guna mengantisipasi rusaknya bangunan dari tangan-tangan jahil.
“Memang sebenarnya 24 Jam dijaga Pol PP, yang berjumlah sekitar 5 orang pada saat pagi, dan 5 orang pada saat malam,” akunya.[**]
Penulis : Faldy Lonardo