SUMSELTERKINI.CO.ID, – SIAPA sangka ternyata nama Tengkuruk dahulunya adalah nama sebuah anak sungai yang mengalir, persis tepat disamping Masjid Agung Palembang, hal itu berdasarkan Denah Peta Kraton Palembang tahun 1811, yang dibuat Mayor William Thorn di dalam buku berjudul ‘Memoir of the Conquest of Java’ diterbitkan Military Library Whitehall, London pada 1815.
Seperti dikutip dari berbagai sumber, alasan yang mendasar terjadinya penimbunan atau penutupan anak sungai oleh Belanda, dikarenakan program Kolonial Belanda untuk akses jalan hanya kepentingan pemukiman dan pelayanan untuk orang Eropa dan warga negara lain yang dianggap sederajat.
Hal itu dikuatkan oleh sejarawan Palembang, Kemas Ari Panji dengan menceritakan, konon sebelum penimbunan terjadi pada 1929 – 1930. Ada sungai yang mengalir persis disamping Masjid Agung Palembang, dan termasuk anak sungai yang punya peran penting pada waktu itu.
“Tengkuruk itu anak sungai, yang salah satu bagiannya bertemu dengan Sungai Kapuran, Sungai Kapuran, bertemu pula dengan Sungai Sekanak dan Sungai Musi sebagai induknya,” ungkapnya.
Menurut Kemas, kenapa pemerintah Kolonial pada waktu itu menimbun Sungai Tengkuruk adalah tak lain untuk akses jalan raya, yakni Jalan Sudirman sekarang dan Anak Sungai Kapuran yang menjadi Jalan Merdeka Palembang.
“Sungai Tengkuruk menjadi anak sungai pertama yang ditimbun untuk dijadikan jalan raya dan bahan baku untuk membuat jalan ini berupa tanah puru berwarna kuning kemerahan yang banyak terdapat dari tanah tinggi di sekitar Palembang,” ujar Kemas sambil menyeruput kopi di kawasan radial.
Pekerjaan penimbunan itu terjadi pada masa pemerintahan Burgemeester Nessel Van Lissa. Saat menjadi Walikota, yang letaknya di sebelah timur rumah Regering Commissaris dan Masjid Agung dari hulu hingga muaranya di Musi, melibatkan Ahli Planologi bernama Ir.Thomas Karsten.
Dengan seiringnya perkembangan Kota Palembang, sejarah anak-anak Sungai Musi sudah banyak yang hilang, beralih fungsi menjadi sarana infrastruktur jalan dan bangunan, hingga pada tahun ini Kota Palembang tercatat hanya memilik 108 anak sungai, seperti dikutip dari situs resmi palembang.go.id.
Sedangkan catatan sejarah data milik pemerintah Belanda yang dikutip budayawan Palembang Djohan Hanfiah (2010), pada 1930-an bahwa Palembang memiliki 316 anak sungai yang mengalir seperti urat – urat darah dalam tubuh. [fly/berbagai sumber]