DULU yang dihitung petani sawit cuma tandan buah segar, sekarang tambah satu lagi klausul perjanjian!
Siapa sangka, di tengah kebun sawit yang harum minyak mentah, kini tumbuh semangat baru jadi warga yang melek hukum.
Bukan karena mau jadi pengacara, tapi karena sadar, tanpa legalitas, hasil panen bisa laku murah, tapi nasib bisa dijual mahal.
Nah, semangat inilah yang lagi dikobarkan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) bareng Tim Ekspedisi Patriot lewat Focus Group Discussion (FGD) pada 13 November nanti.
Temanya bukan basa-basi bagaimana caranya masyarakat transmigran, khususnya di Kecamatan Sanga Desa, bisa naik kelas, dari sekadar “petani sawit” jadi “pengelola ekonomi berbadan hukum”.
Fakhru Rozik, anggota Tim Ekspedisi Patriot, nyeletuk lugas tapi kena “Edukasi masif tentang pentingnya berbadan hukum itu kunci. Kalau punya koperasi resmi, petani bisa bangun kemitraan yang setara dan terstruktur”.
Bahasanya akademis, tapi maknanya sederhana kalau mau harga sawit naik, legalitas juga mesti naik level.
Soalnya, selama ini banyak petani yang udah kerja keras, tapi posisinya lemah di depan perusahaan. Karena apa? Karena cuma punya kebun, tapi nggak punya kekuatan hukum.
Bayangkan, para transmigran yang dulu datang bawa cangkul dan harapan, sekarang sibuk belajar tanda tangan di atas materai.
Yang dulu cuma tahu “tandan sawit basah”, kini ngerti “akta pendirian koperasi”.
Desa yang dulu sunyi sama suara jangkrik, sekarang riuh sama obrolan tentang AD/ART dan kemitraan.
Inilah sekolah hukum paling unik di tengah kebun sawit, tanpa toga, tanpa sidang, tapi penuh kesadaran.
Kepala Disnakertrans Muba, Herryandi Sinulingga, AP, bilang kegiatan ini bukan seremonial semata.”Kami ingin FGD ini jadi ruang nyata untuk merumuskan kebijakan yang bermanfaat dan bisa langsung dirasakan masyarakat transmigran,” ujarnya.
Ia juga ngasih jempol buat Tim Patriot yang sudah turun langsung ke lapangan, karena data dan temuan mereka bakal jadi bahan penting buat ngebentuk arah kebijakan ke depan.
Karena di era sekarang, yang bikin sejahtera bukan cuma pupuk dan panen, tapi juga pengetahuan dan pengesahan.
Hidup di zaman digital, petani sawit pun harus “update sistem operasi” dari kerja keras ke kerja cerdas.
Kalau dulu yang penting tangan kuat, sekarang yang lebih penting tanda tangan sah.
Dan siapa tahu, kalau semua petani sudah paham hukum, besok-besok bisa bikin “Fakultas Hukum Cabang Kebun Sawit”.
Ya, biar kalau ada yang bilang “keadilan itu mahal”, para transmigran Muba bisa jawab santai
“Tenang bae, kami sudah punyo Koperasi dan legalitas, tinggal sawitnyo bae yang belum sarjana!”.hahaha!.[***]