KALAU kata orang kampung, “sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui”, tapi kalau di Sungai Lalan, sekali dayung malah jembatan yang terlampaui… alias ditabrak!
Masih ingat kasus robohnya Jembatan P6 Lalan di Musi Banyuasin, Agustus tahun lalu? Nah, jembatan malang itu ditabrak kapal, bikin warga Lalan harus muter jauh-jauh kayak peserta Amazing Race cuma buat nyebrang. Kapalnya lewat, jembatannya tumbang, warganya kelimpungan.
Tapi tenang, sekarang urusan itu lagi dikebut bukan sama tukang las, tapi sama Kejaksaan Negeri Muba yang tancap gas lewat jalur hukum.
Dipimpin langsung Kajari Muba Aka Kurniawan SH MH bareng Kasi Datun Silviani Margaretha SH MH, jaksa-jaksa ini bukan lagi ngejar koruptor, tapi ngejar komitmen perusahaan yang nabrak jembatan.
Biasanya jaksa itu nongol di ruang sidang sambil teriak “menuntut hukuman maksimal, Yang Mulia!”, tapi kali ini beda, gengs.
Kejari Muba turun tangan sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) artinya mereka jadi “pengacara rakyat”, membela kepentingan Pemkab Muba dan warga Lalan biar ganti rugi perbaikan jembatan nggak cuma jadi omongan di warung kopi.
Semuanya serius banget. Ada rapat resmi di Kantor Perwakilan Muba di Palembang, Jumat (7/11/2025). Hadir mulai dari Asisten II Setda Muba Alva Elan, Plt Kadis PUPR Rudianto, Inspektur Muba Dian Marvita, sampe Dinas Kominfo, Bagian Hukum, dan perwakilan perusahaan yang diduga “nabrak”.
Pokoknya lengkap, kayak rapat yang cuma kurang tukang sate di depan pintu.
Nah, dari hasil rapat itu, Kejari Muba ngasih tenggat waktu yang nggak bisa ditawar-tawar 21 November 2025.
Sebelum tanggal itu, para pihak termasuk PT APAU, PT AMT, dan Asosiasi Pengguna Alur Sungai Lalan (AP6L) harus menuntaskan komitmen dan mulai merealisasikan Keputusan Bersama soal ganti rugi perbaikan jembatan.
Kalau bahasa kasarnya “Dulu nabrak jembatan, jangan sekarang nabrak janji”.
Kata Kajari Muba, jangan sampai masyarakat Lalan terus-terusan dirugikan. Soalnya buat warga, jembatan itu bukan cuma besi dan semen, tapi penghubung ekonomi, sekolah, dan rumah sakit.
Kalau jembatannya rusak, ekonomi bisa seret, anak sekolah bisa telat, dan yang jualan bisa “numpang nasib” sama perahu.
Dalam Keputusan Bersama itu, disepakati juga, kalau sampai 31 Desember 2025 dana ganti rugi belum terkumpul 100%, maka per 1 Januari 2026, alur pelayaran Sungai Lalan bakal ditutup sementara.
Alias, yang biasanya nyusur sungai bawa tongkang, siap-siap parkir dulu. Dan kalau masih ngeyel nggak mau bayar, siap-siap disapa hukum bukan lewat “Selamat pagi, Pak Polisi”, tapi lewat surat panggilan resmi.
Tapi tenang, semua dana ganti rugi bakal diawasi bareng oleh Pemprov Sumsel dan Pemkab Muba, biar transparan. Jadi nggak ada lagi istilah “uangnya nyebur ke sungai”.
Kalau dipikir-pikir, Jembatan P6 Lalan ini semacam ujian nasional — bukan buat pelajar, tapi buat perusahaan.
Ujian tentang tanggung jawab, kejujuran, dan komitmen.
Sebab jembatan bisa dibangun lagi, tapi kepercayaan warga? Susah kalau udah retak.
Bupati Muba lewat Asisten II-nya, Alva Elan, juga udah wanti-wanti “Kesepakatan harus dituntaskan. Jangan cuma tanda tangan di atas kertas, tapi nol besar di lapangan”.
Dari drama jembatan yang roboh ini, kita belajar satu hal tanggung jawab itu bukan sekadar ucapan.
Kapal bisa besar, perusahaan bisa kaya, tapi kalau janji aja nggak ditepati, ya sama aja kayak jembatan P6 kemarin kelihatannya kokoh, tapi sekali kena benturan, ambruk juga.
Sekarang tinggal tunggu, 21 November nanti siapa yang benar-benar nambal jembatan… dan siapa yang malah nambal alasan.[***]