Industri

“Pupuk, Petani & Pabrik – Drama Nyata di Balik Senyum Kantor Gubernur Sumsel”

ist

KAMIS pagi, 16 Oktober 2025, Ruang Tamu Wakil Gubernur Sumatera Selatan mendadak ramai seperti pasar pagi, tapi bukan pedagang sayur atau tukang kopi keliling yang bikin ramai, melainkan Wakil Gubernur H. Cik Ujang dengan senyum diplomatisnya, menyambut Direktur Utama PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang beserta jajaran direksi. Ada aroma kopi, kue, dan tentu saja… aroma “kepentingan ekonomi daerah” yang harum tapi bikin sedikit was-was.

Pertemuan ini terlihat hangat, penuh senyum dan salam sapa, namun jangan salah, di balik keramahan itu terselip pertanyaan kritis, apakah semua janji sinergi ini bakal sampai ke petani yang berkeringat di sawah, atau cuma jadi pertunjukan pejabat di ruang tamu yang nyaman sambil ngemil kue nastar?

Wakil Gubernur Cik Ujang sempat mengingatkan, “Pemerintah daerah tidak bisa berjalan sendiri, begitu pula BUMN, untuk itu kolaborasi menjadi kunci, agar pertumbuhan ekonomi kita semakin kuat”.

Namun kedengarannya manis, seperti gula pasir yang jatuh ke kopi panas, tapi kenyataannya? kadang bisa pahit juga rasanya, seperti daun pepaya…karena masalah klasik yakni distribusi pupuk masih tersendat di beberapa kabupaten, dan petani kadang menunggu pupuk sambil menggerutu, “Kapan ya, pupuk ini turun dari langit?”.

Kalau sinergi cuma ada di meja rapat sambil ngopi, ya sama saja, seperti menanam padi di meja konferensi, yakni cantik di atas kertas, tapi nggak ada yang panen.

Selain distribusi, ada isu lain yang sering bikin petani mengernyit, ketersediaan pupuk subsidi. Kadang pupuk habis sebelum sampai ke tangan mereka, sementara oknum nakal kadang menyelundupkan pupuk ke pasar gelap. Jadilah petani garuk-garuk kepala, berpikir, “Ini pupuk buat siapa, ya?”.

Sementara itu, perhatian tertuju juga ke proyek Pabrik Pusri III-B yang direncanakan rampung 2027, pabrik ini seharusnya jadi jawaban untuk efisiensi produksi dan ramah lingkungan. Tapi sejarah proyek infrastruktur di negeri ini mengajari kita satu hal, yaitu jangan tepuk tangan dulu sebelum pabriknya berdiri kokoh. Molornya proyek berdampak  juga pada sawah yang  menunggu pasokan pupuk, sementara pejabat tetap tersenyum di ruang tamu.

Dan jangan lupa drama buruh!, Pabrik besar seperti ini bisa menjadi berkah atau bencana bagi warga sekitar, karena terkadang warga lingkungan seperti jadi penonton dan kesulitan untuk ikut bekerja menjadi buruh pembangunan, meski ada tapi porsinya kalah dari luar,  warga lokal yang pingin berpartisipasi ikut bekerja hanya menatap cerobong asap sambil membayangkan, “Eh, itu gaji kita di mana?” ah..diganti dengan bau amoniak…..he..he.

Oleh sebab itu, kalau ingin sinergi ini tidak cuma selfie dan press release, beberapa langkah konkret bisa dilakukan, antara lain serius perkuat distribusi pupuk, maksudnya gunakan teknologi untuk memantau stok, jadwal pengiriman, dan kebutuhan petani per kecamatan. Jangan sampai pupuk nyasar ke gudang kota, sementara sawah kekeringan. Bisa dibayangkan, petani memegang cangkul sambil nunggu pupuk, sementara burungpun lebih cepat panen jagung sendiri.

Selain itu, pengawasan transparan, artinya libatkan masyarakat lokal untuk memantau distribusi, transparansi bukan slogan, tapi alat supaya janji tidak basi di atas kertas. Kalau ada yang nyelundup, langsung lapor. Jangan sampai pupuk subsidi berubah wujud jadi “pupuk VIP” yang cuma dinikmati oknum tertentu dan bangun pabrik tepat waktu dan ramah terhadap warga.
Ini poin paling seru, pabrik Pusri III-B harus selesai sesuai jadwal, tapi bukan cuma untuk efisiensi produksi, pabrik harus bisa mensejahterakan warga sekitar, artinya buruh lokal wajib dapat porsi lebih besar dibanding buruh luar untuk bekerja di proyek III B, jangan sampai warga sekitar cuma jadi penonton yang menatap cerobong sambil berkata, “Eh, kita cuma pajangan ya?”

Dan tidak ada potongan upah ilegal alias “sunat” dari oknum tak bertanggung jawab, kasihan buruh kasar/nonformal yang keringatnya dipakai untuk menaikkan keuntungan orang lain. Partisipasi warga lokal maksimal, dari tukang bangunan sampai staf administrasi, semua punya peluang yang adil.

Tantangan tetap ada

Kalau perlu, buat audisi kocak ala reality show, siapa paling jago nge-keruk semen, dia yang dapat kontrak!, dan terakhir program pelatihan dan insentif bagi buruh lokal supaya tidak hanya kerja fisik, tapi juga mendapat keterampilan baru. Jadi ketika pabrik beroperasi, mereka bukan cuma jadi tukang ngangkat sak semen, tapi teknisi yang bisa bikin robot mini di pabrik.

Bayangkan, jika semua berjalan lancar warga senyum-senyum, pabrik beroperasi optimal, dan panen petani tidak terganggu, itu baru sinergi nyata, bukan drama ruang tamu gubernur. Jangan cuma pejabat dan BUMN yang rapat karena petani itu adalah aktor utama. Tanya mereka, dengarkan masalah mereka, biar solusi tidak melenceng, kalau perlu, buat forum mingguan sambil kopi darat di sawah bukan di ruang ber-AC.

Meskipun rencana ini terdengar ideal, tantangan tetap menunggu, sebab masalah klasik tetap ada, seperti Distribusi pupuk masih rawan keterlambatan, koordinasi antar-stakeholder kadang macet, dan pabrik baru selalu punya risiko molor. Tapi jangan putus asa, Semua masalah itu bisa diatasi dengan komunikasi, pengawasan, dan manajemen yang berani berpihak pada rakyat kecil bukan cuma laporan bagus di atas meja.

Silaturahmi dan pertemuan hangat memang penting, namunjangan sampai kita terlalu hanyut dalam pujian diri sendiri. Kritik dibutuhkan agar niat baik bisa berbuah nyata ketahanan pangan dan kesejahteraan petani Sumsel, seperti pepatah melayu “Bagai air di daun talas, jatuhnya ke tanah juga”, maksudnya, niat baik dan usaha nyata pasti akan berbuah hasil, meski jalannya berliku.

Jadi, kalau Pemprov Sumsel dan Pusri bisa menurunkan janji dari ruang tamu ke sawah, melibatkan warga lokal dalam pembangunan pabrik, mengawasi distribusi pupuk, dan mendengarkan petani, maka bukan hanya selfie dan press release yang muncul, tapi panen lancar, buruh tersenyum, dan ekonomi daerah ikut tumbuh.

Karena, siapa tahu, di balik tawa, kopi, dan kue, lahirlah kolaborasi yang benar-benar terasa sampai ke ladang-ladang, bukan sekadar drama ruang tamu, tapi aksi nyata yang bikin ngakak… sekaligus lega.

Semoga pabriknya berdiri tepat waktu, buruh tersenyum lega, dan petani bisa panen tanpa drama tambahan, biar semua ikut senyum, bukan cuma pejabat di ruang tamu, semoga setiap sak pupuk yang turun ke sawah tidak cuma menumbuhkan tanaman, tapi juga menumbuhkan rasa percaya bahwa janji bukan hanya untuk foto bersama, tapi untuk kesejahteraan nyata.[***]

Terpopuler

To Top