YOGYAKARTA bukan cuma terkenal sama gudegnya, batiknya, atau jalanan motor yang bisa bikin jantung deg-degan, tapi juga ada bambu… ya, bambu. Bukan bambu biasa yang cuma dipake bikin sapu lidi atau tongkat main panah, tapi bambu yang bisa bikin orang ngiler kalau tau nilainya.
Serius, bambu sekarang bisa jadi superstar industri nasional, dan Kemenperin lagi ngasih lampu sorot penuh cahaya neon buat si hijau lentur ini.
Kamu pasti mikir, “Ah, bambu mah cuma buat gantungan baju atau kursi goyang nenek”, salah besar! PT Bambu Nusa Verde sama BBSPJI-KB lagi bikin riset serius, kayak ilmuwan Frankenstein tapi versi ramah lingkungan.
PT Bambu Nusa Verde udah dari 1994 fokus ke bioteknologi bambu, mereka bikin bibit bambu yang seragam, kuat, dan nggak rewel kayak anak kosan yang minta makan terus. Sementara BBSPJI-KB punya alat-alat canggih yang bisa uji bambu, apakah bisa jadi lantai, meja, atau bahkan jembatan mini. Bayangin, bambu yang dulunya cuma bisa “ngik-ngik” digoyang angin, sekarang bisa jadi furnitur hotel bintang lima.
Sekarang, mari kita ngomong angka yang bikin mata melek, permintaan ekspor bambu bernilai tambah mencapai 1.500 m³ per bulan, tapi produksi nasional cuma 30 m³. Itu kayak tetangga minta kue 50 loyang, tapi kamu baru punya 1 loyang. Panik?, jangan!, ini peluang emas! Kalau produksi naik, Indonesia bisa jadi raja bambu dunia, seperti pepatah yang saya ciptakan khusus untuk momen ini “Bambu yang bengkok pun bisa meluruskan nasib jika dikelola dengan cerdas”, jadi, jangan anggap remeh bambu yang bengkok itu, bro.
Tapi jangan pikir semuanya mulus kayak tikus yang jalan di keju, ada tantangan besar, ketersediaan bahan baku, rantai pasok yang suka lemot, dan SDM yang kadang masih bingung bedain bambu petung sama bambu apus, misalnya bikin kursi dari bambu tapi tukangnya salah pilih bambu, hasilnya bisa kayak kursi goyang yang bikin pengunjung jungkir balik.
Nah, supaya nggak begitu, Kemenperin nggak cuma tepuk tangan, tapi kasih paket lengkap, pusat logistik bahan baku, akademi komunitas bambu, subsidi bunga pinjaman 5%, dan restrukturisasi mesin. Jadi kalau bambu bisa ngomong, mungkin dia bakal bilang, “Finally… aku bisa bersinar tanpa jadi sapu atau tongkat ninja!”
Yang paling gokil tapi juga keren adalah konsep integrasi hulu ke hilir. Di DIY, ada komunitas Sahabat BambuBoss yang menanam 10.000 bibit bambu per tahun.
Mereka nggak cuma jadi petani, tapi juga guru, pelatih ninja bambu, dan entrepreneur. Mereka bikin edukasi ke masyarakat, bikin pabrik laminasi, dan gudang penyimpanan. Bambu yang dulunya cuma “ik-ik” digoyang angin, sekarang siap jadi material konstruksi, furnitur, dan dekorasi mewah.
Bambu itu investasi super cepat, bangunan bambu punya Break Even Point (BEP) cuma 3 tahun, sementara beton butuh 6-7 tahun. Jadi kalau mau cepat balik modal sambil nolong bumi, pilih bambu. Intinya, kita sedang menanam pohon ekonomi sekaligus pohon kehidupan.
Oleh karena itu, inovasi itu nggak harus kaku bahkan sesuatu yang kelihatan sederhana, kayak bambu, bisa diolah dengan riset, teknologi, dan kreativitas jadi sesuatu luar biasa. Humor dan keceriaan bisa jalan bareng keseriusan. Sama kayak bambu yang lentur tapi nggak gampang patah.
Industri bambu Indonesia itu bukan cuma tren sesaat, ini perjalanan panjang dari bibit sampai furnitur kelas dunia, dari komunitas lokal sampai pasar ekspor global. Kemenperin, PT Bambu Nusa Verde, BBSPJI-KB, dan komunitas lokal menunjukkan kalau dengan inovasi dan kolaborasi, bahkan bambu bisa jadi primadona ekonomi dan lingkungan.
Kalau ada yang bilang, “Bambu cuma buat sapu,” kasih dia kursi bambu, terus bilang, “Duduk dulu, biar ngerasain karya teknologi anak bangsa”. Dijamin, sambil duduk dia bakal ngakak, kagum, dan mungkin mulai mikir, “Wah… ternyata bambu bisa jadi superhero industri juga, ya?”.[***]