Agribisnis

“Dunia Berebut Jagung, Indonesia Malah Panen Raya, Ketahanan Pangan Jangan Cuma Jadi Bumbu Nasi Goreng!”

ist

NETIZEN suka bilang, “Semua bisa jadi konten”, nah, panen raya jagung di OKU Timur ini bukti nyata, dari pejabat sampai petani, semua kompak senyum depan kamera. Baru kemudian kita bisa ingat pepatah jadul “Siapa menanam, dia yang menuai”. Bedanya, sekarang menuaianya bonus, like, share, dan komentar.

Tapi jangan salah, ini bukan panen biasa, bayangkan, di tengah dunia yang lagi heboh urusan pangan, dari harga gandum yang naik kayak harga gorengan di kampus, sampai beras yang kadang lebih mahal dari pulsa, Indonesia justru unjuk gigi “Bro, kita bisa swasembada. Bahkan siap jadi lumbung pangan dunia!”.

Geopolitik dunia sekarang bukan lagi cuma soal minyak dan gas, pangan itu udah kayak “currency kedua”, setelah dolar, coba aja lihat perang Rusia-Ukraina. Orang mikir yang kena dampak cuma harga BBM, padahal harga gandum di Afrika juga ikutan ngibrit.

Nah, Indonesia punya posisi unik, dengan lahan segede gaban dan petani yang tangguh, kita bisa jadi powerhouse pangan dunia. Kalau Uni Emirat Arab punya minyak, Indonesia punya beras, jagung, singkong, plus tahu tempe yang legendaris. Kata orang bule, “food is power”, kalau di kita? “perut kenyang, hati riang, tidur pun tenang”

Jangan kaget kalau tiba-tiba lihat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo lagi megang cangkul atau ngeliatin jagung. Netizen bisa langsung bikin meme “Pak Kapolri, siap panen hasil sitaan atau panen jagung nih?”.

Tapi serius, peran Polri di panen raya ini unik banget, biasanya aparat ditugaskan menjaga demo atau sweeping knalpot brong, sekarang jagain harga pangan, bahkan ikut turun ke sawah. Inilah namanya transformasi, dari menjaga lalu lintas, sekarang menjaga logistik pangan. Dari menilang motor, sekarang menanam jagung.

Sumatera Selatan memang berat di isi, ringan di janji, maksudnya, daerah ini bukan cuma janji-janji kosong soal pangan. Fakta di lapangan cetak sawah terbesar, panen jagung ratusan ton, plus didukung 159 kelompok tani. Kalau terus konsisten, Sumsel bisa jadi Texas-nya pangan Asia Tenggara, bedanya, kalau Texas terkenal dengan sapi, Sumsel dengan jagungnya.

Dan jangan lupa, cita-cita besar ini masuk ke Asta Cita Presiden terpilih Prabowo Subianto, Indonesia jadi lumbung pangan dunia 2025. Bayangin, orang luar negeri bukan lagi cari Made in China, tapi cari Harvested in Indonesia.

Lucu juga kalau dipikir-pikir, negara maju yang biasa ngebully negara berkembang, nanti bisa jadi malah ngantri beli jagung sama kita. Mereka nanya. “Do you have corn?”. Kita jawab santai, “Pake bahasa Indonesia aja, Mas. Jagung rebus apa bakar?”

Kalau pangan jadi komoditas strategis, otomatis bargaining power kita naik. Negara-negara yang dulu suka nyuruh-nyuruh bisa jadi kalem karena sadar, tanpa jagung atau beras dari Indonesia, mereka bisa pingsan bareng-bareng.

Tapi hati-hati. Jangan sampai kita semangat panen di acara seremonial, tapi lupa pada petani yang tiap hari ngurusin lahan. Pepatah bilang, “Ayam mati di lumbung padi”, jangan sampai kita kelaparan di negeri yang katanya lumbung pangan dunia.

Program keren ini harus diiringi perbaikan serius, harga gabah jangan anjlok, distribusi jangan ribet, bantuan alsintan jangan berhenti di foto-foto media. Kalau itu beres, baru kita bisa bilang swasembada bukan cuma jargon.

Panen raya jagung di OKU Timur ini bukan sekadar seremoni foto drone rame-rame. Ini simbol bahwa ketahanan pangan dimulai dari desa kecil, dari petani sederhana, dari jagung yang sering dianggap remeh.

Kalau kata pepatah Jawa “Sopo nandur bakal ngundhuh”, siapa yang menanam akan memetik hasilnya. Indonesia sudah menanam komitmen besar lewat program ketahanan pangan, tinggal kita kawal bersama, jangan sampai hasilnya dipetik orang lain.

Jadi, kalau nanti ada orang luar negeri tanya apa kekuatan utama Indonesia? Kita bisa jawab dengan bangga “Bukan cuma bulutangkis dan dangdut koplo, tapi juga jagung dan ketahanan pangan!”.[***]

Terpopuler

To Top