Pendidikan

Belajar Sejarah Seru dengan VR, Sekolah Jadi Petualangan

foto :islustrasi /humas pusri

SEANDAINYA kamu masuk kelas sejarah, tapi bukan di ruang berdebu penuh poster pahlawan yang miring itu, kali ini, kamu pakai headset VR dan… wow!, kamu langsung berada di abad ke-17, berdiri di tengah pasar kuno, sambil dikejar monyet virtual yang mencuri roti. Pepatah bilang, “Belajar tanpa bermain itu seperti nasi tanpa garam, hambar”. Nah, VR ini garamnya membuat pelajaran sejarah tidak cuma masuk kepala, tapi terasa hidup dan kocak.

Di Finlandia, guru bahkan menggunakan VR untuk “memindahkan” murid ke era Viking atau revolusi industri. Tidak heran, murid jadi lebih semangat karena belajar bukan lagi soal hafalan, tapi petualangan nyata (walau virtual). Bayangkan murid yang biasanya menguap di kelas sejarah, tiba-tiba tertawa kocak saat kuda virtual hampir menendang mereka.

Teknologi VR dan AI bukan sekadar alat bantu, tapi guru kreatif yang bisa menyesuaikan pengalaman belajar tiap murid. Misalnya, satu murid bermain sebagai prajurit perang kemerdekaan, sementara temannya jadi pedagang di pasar Batavia. Semua peran tetap memuat materi sejarah, tapi cara belajarnya berbeda. Humor muncul ketika murid berinteraksi dengan karakter NPC (Non-Playable Character) yang kadang cerewet, kadang nyeleneh.

Pepatah cocok di sini “Guru terbaik bukan yang paling pintar, tapi yang membuatmu ingin belajar”. AI memungkinkan guru menciptakan kuis interaktif dan mini game yang mengasah pengetahuan sejarah sambil tetap seru, misalnya, murid menebak pahlawan dari petunjuk konyol seperti “Dia suka kopi dan suka marah-marah kalau buku hilang!” Murid jadi belajar sambil tertawa.

Tipsnya ialah guru bisa menyesuaikan level tantangan di VR sesuai kemampuan murid. Murid yang cepat paham bisa mendapat misi tambahan, murid yang lambat bisa tetap ikut belajar tanpa merasa tertinggal.

Sejarah di buku kadang terasa kaku, tanggal, nama, dan tempat, tapi VR mengubahnya menjadi pengalaman nyata, bayangkan berdiri di tengah Sumpah Pemuda, mendengar orasi pahlawan, melihat kerumunan semangat tanpa harus menunggu mesin waktu. Bahkan murid bisa bermain peran, misal menjadi jurnalis abad ke-20 yang melaporkan setiap kejadian.

Humor bisa masuk di adegan ini, misal, murid salah menebak raja dan malah memanggilnya “Pak Tua Pakai Mahkota”. Tawa murid membuat suasana belajar lebih hidup. Pepatah lama tetap relevan “Pengalaman adalah guru yang paling bijak”. VR memberi pengalaman itu tanpa risiko nyata, tapi tetap berkesan.

Tipsnya, ajak murid membuat catatan perjalanan virtual, bisa berupa jurnal, gambar digital, atau video pendek. Cara ini melatih kreativitas dan memori sejarah mereka, sambil tetap menikmati keseruan VR.

Selain VR, gamifikasi juga penting, setiap misi bisa memberi poin, level, atau badge, murid berlomba menyelesaikan tantangan sejarah, misal “Selamatkan kota dari penjajah virtual” atau “Temukan artefak hilang di museum virtual”. Kompetisi sehat ini menumbuhkan semangat belajar dan kerja tim.

Humor muncul ketika murid berinteraksi dengan teman atau karakter virtual, misal teman yang sok jago tapi malah terjebak perangkap komedi VR. Moral dari sini “Belajar yang menyenangkan akan selalu diingat”.

Tipsnya, guru bisa mengadakan proyek kelompok: murid bekerja sama menyelesaikan misi sejarah, membuat laporan, atau presentasi dari perspektif karakter VR mereka, ini mengasah empati, kreativitas, dan kemampuan bekerja sama.

Teknologi bukan tujuan akhir, tujuannya membuat murid belajar dengan cara yang menarik dan berkesan. VR dan AI mengajarkan empati, murid merasakan perjuangan tokoh sejarah, strategi merencanakan langkah dalam game, dan kreativitas, menciptakan solusi dalam dunia virtual.

Humor dan banyolan dalam VR membuat pelajaran lebih mudah diingat. Pepatah modern cocok “Belajar bisa lucu, tapi tetap berfaedah” Murid yang tertawa saat belajar cenderung mengingat materi lebih lama dibanding yang belajar sambil menguap di kelas konvensional.

Belajar sejarah tidak harus membosankan, dengan VR, AI, dan gamifikasi, murid bisa merasakan pelajaran sejarah secara nyata, seru, dan kocak. Guru bisa memulai dari mini game, proyek kelompok, atau tur virtual museum. Kunci sukses, gabungkan humor, interaksi, dan pengalaman nyata. Seperti pepatah berkata “Belajar yang menyenangkan akan selalu diingat”.

Sekolah bukan lagi hanya tempat menumpuk hafalan, tapi arena petualangan, tempat murid bisa tertawa, belajar, dan merasakan sejarah dengan cara yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.[***]

Terpopuler

To Top