Wisata

[WISATA KESEHATAN] Wellness Tourism Indonesia di NATAS Holidays 2025 – Menjual Santai, Menyeduh Sehat hingga Membungkus Bahagia

Foto :kemenpar.go.id

SATU hal yang paling dicari orang Singapura, bukan sekadar diskon belanja di Orchard atau tiket promo ke Universal Studio, jawabannya justru simpel kesempatan untuk bernapas panjang tanpa dikejar jam kerja. Di negeri tetangga yang super sibuk itu, jam sudah seperti bos galak. Telat satu menit saja naik MRT, bisa bikin keringat dingin, oleh karena itu, ketika wellness tourism Indonesia tampil di NATAS Holidays 2025, sesungguhnya yang dijual bukan cuma paket spa atau yoga, tapi sebuah tiket menuju hidup yang lebih pelan, sehat, dan damai.

Seperti pepatah lama dari Guru SMA saya “Orang lapar cari nasi, orang penat cari kursi, orang stres cari harmoni”. Nah, harmoni itu yang sedang ditawarkan Indonesia di pameran Singapura kali ini.

Coba kita bandingkan, di Singapura, wellness biasanya berarti bayar membership gym, ikut kelas yoga dengan pendingin ruangan menyala dingin, atau beli vitamin impor yang namanya susah diucapkan. Sementara di Indonesia, wellness bisa berarti tidur siang di bale-bale bambu sambil ditemani suara jangkrik,  gratis, alami, tanpa kontrak tahunan.

Orang Singapura yang sehari-hari memang dikejar deadline, itu sudah kebiasaan, coba kamu fikirkan luar biasa kan kebiasaan itu,  tiba-tiba diajak berendam di pemandian air panas di Jawa Barat. Rasanya kayak Wi-Fi yang selama ini “buffering” akhirnya dapat sinyal 5G. Itu yang dijual Indonesia, bukan sekadar produk, tapi ritme hidup yang lebih manusiawi.

Kalau Thailand terkenal dengan spa, Jepang dengan onsen, Korea dengan skincare, maka Indonesia bisa jualan “wellness gaya rakyat”,  pijat urut kampung yang bisa meluruskan tulang punggung, jamu gendong yang lebih jujur daripada iklan obat kuat, sampai kopi Flores yang bisa menyembuhkan hati yang lelah.

Di Singapore Expo, Booth 6H14, Indonesia hadir dengan Paviliun “Wonderful Indonesia” seluas 108 m². Isinya macam-macam dari biro perjalanan, hotel mewah, resort kece, sampai Yoga Barn dari Bali. Ada juga Garuda Indonesia dan KAI yang kompak bikin program “Trip to Indonesia”.

Tapi yang paling menarik perhatian justru wellness corner. Di situ, orang Singapura bisa merasakan urutan ringan ala spa, nyobain jamu tradisional dari Acaraki yang dikemas modern, hingga menyeruput kopi Mandailing. Saya bayangkan orang Singapura minum jamu, terus bilang

“Eh, ini lebih enak daripada obat vitamin mahal di Guardian lah!”

Di situ Indonesia menang wellness bukan sekadar gaya hidup, tapi warisan budaya yang bisa dikemas jadi pariwisata berkualitas.

Wellness tourism Indonesia itu unik karena lahir dari budaya sehari-hari, orang Jawa punya tradisi jamu, orang Bali hidup dengan yoga dan meditasi, orang Sumatera punya kopi sebagai terapi sosial, orang Bugis punya tradisi pijat bayi yang sekarang jadi inspirasi spa modern.

Kalau mau lebih kocak, wellness Indonesia bisa dijelaskan begini Yoga di Singapura bayar ratusan dolar, dapat ruangan dingin dan matras wangi, Yoga di Indonesia cukup duduk di teras rumah sambil ngopi, stretching dikit, udah jadi. Spa di Singapura, interior mewah, lilin aromaterapi, musik instrumental.

Selain itu, Spa di desa Jawa, dipijat emak-emak pakai minyak kelapa, bonus gosip kampung, wellness retreat ala Singapura, retreat center dengan program mindfulness dan wellness retreat ala Indonesia, tidur di rumah panggung, pagi disambut ayam jago.

Pepatah bilang: “Sehat itu murah, tapi gengsi bikin mahal.” Indonesia menjual versi yang murah tapi berkualitas. Dan itulah yang bikin wellness tourism kita punya daya tarik di pasar luar negeri.

Deputi Kemenpar, Ni Made Ayu Marthini, sudah bilang hingga Juni 2025, ada 708 ribu wisatawan Singapura datang ke Indonesia, naik 5,64 persen dari tahun lalu, sementara target tahun ini 1,8 juta.

Angka itu sebenarnya realistis, sebab buat orang Singapura, terbang ke Indonesia itu sama gampangnya dengan kita naik bus antarkota bahkan kadang lebih cepat ke Batam daripada ke Orchard kalau jalanan lagi macet.

Tugas kita bukan hanya bikin brosur manis, tapi bikin mereka paham bahwa wellness di Indonesia adalah investasi hidup, bukan sekadar liburan. Kalau berhasil, bukan cuma target 1,8 juta yang tercapai, tapi juga ada efek domino industri jamu naik kelas, desa wisata dapat manfaat, masyarakat lokal makin sejahtera.

Wellness itu sejatinya bukan gaya hidup baru, bahkan dulu,  nenek moyang kita sudah lebih dulu menjalankannya. Bangun pagi lihat sawah, sarapan singkong rebus, siang kerja secukupnya, sore duduk sambil ngopi, malam tidur lelap tanpa pusing cicilan kartu kredit.

Bandingkan dengan hidup di kota besar bangun pagi dikejar rapat, sarapan kopi instan sambil buka email, siang stres di kantor, sore macet, malam insomnia. Wellness tourism Indonesia mengajarkan kembali pada dunia bahwa sehat itu soal ritme, bukan sekadar fasilitas mewah.

Seperti pepatah kampung “Badan sehat bukan karena dompet tebal, tapi karena hati tak pernah terburu-buru”.

Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, sudah menekankan bahwa wellness adalah pilar utama Pariwisata Naik Kelas. Kalau program ini dijalankan serius, wellness tourism bisa jadi ikon baru yang tak kalah dari Bali atau Mandalika.

Artinya jangan sampai wellness hanya jadi jargon di brosur pameran. Harus benar-benar memberi manfaat untuk masyarakat lokal. Wellness tourism tidak boleh berhenti di hotel bintang lima, tapi harus menyentuh desa wisata, pelaku jamu gendong, petani kopi, hingga tukang urut kampung.

Kalau itu berhasil, wellness bukan cuma bikin wisatawan sehat, tapi juga bikin rakyat Indonesia sejahtera.

Oleh sebab itu, keikutsertaan Indonesia di NATAS Holidays 2025 bukan cuma urusan angka wisatawan, tapi juga urusan identitas bangsa. Kita sedang menunjukkan ke dunia bahwa Indonesia punya cara unik untuk menawarkan kesehatan, ketenangan, dan kebahagiaan.

Seperti pepatah baru yang cocok untuk promosi pariwisata “Datanglah ke Indonesia, di sini stres bisa liburan, hati bisa piknik, badan bisa rehat”.

Lalau wellness tourism ini benar-benar dikembangkan, kelak orang Singapura tidak lagi sekadar bilang “Weekend ke Batam shopping ya” .Tapi bisa dengan bangga bilang “Weekend ke Indonesia, mau sehat jasmani rohani sekalian!”

Karena pada akhirnya, wellness tourism Indonesia adalah tentang menjual santai di dunia yang terburu-buru, menyeduh sehat di tengah rutinitas yang melelahkan, dan membungkus bahagia dalam paket wisata sederhana tapi berkelas.[***]

Terpopuler

To Top