Jasa & Niaga

Turunnya Okupansi Hotel Palembang 40 % – Kisah Nyata Pelaku Usaha Bertahan dengan Kreativitas & Sinergi

ist

TURUNNYA okupansi hotel Palembang hingga 40 % bukan sekadar statistik kering yang bikin kantong pengusaha cekak. Ini adalah cerita nyata perjuangan para pengelola hotel dan pelaku UMKM yang harus pinter-pinter beradaptasi, ngulik strategi, dan kerja bareng agar bisnis mereka tidak cuma bertahan, tapi juga bangkit di tengah gempuran fluktuasi kunjungan wisatawan.

Kalau kamu bayangin hotel-hotel di Palembang itu dulu, seperti warung kopi penuh pengunjung sore hari, sekarang jadi kayak warung yang baru mau tutup jam 9 malam sepi, hanya suara angin dan sesekali keluhan kasir yang nunggu transaksi. Okupansi turun drastis bikin suasana jadi beda banget dari dulu. Ini bukan cuma soal ruang kosong, tapi soal napas hidup ekonomi kota yang ikut terdampak.

Bayangin aja, hotel yang dulu ramai kayak pasar malam sekarang berubah jadi kayak warung kopi yang baru mau tutup jam 9 malam. Sepi, cuma ada suara dengkuran AC dan resepsionis yang sibuk ngetik sambil sesekali ngelirik jam. Kalau dulu tamu hotel datang bertubi-tubi seperti ojek online antre orderan, sekarang malah kayak angkot sepi penumpang di jam pulang kantor.

Ketua Badan Pimpinan Daerah PHRI Sumatera Selatan, Dr. Solahuddin, bilang kalau tingkat okupansi turun sampai 40 persen. Ini bukan cuma soal hotel aja, tapi bikin efek domino sampai warung kopi di sudut jalan yang biasa dikunjungi wisatawan juga sepi pengunjung.

“Kalau tamu hotel berkurang, otomatis pedagang kaki lima, warung makan, dan layanan transportasi juga kena imbasnya,” kata Solahuddin sambil senyum getir. Jadi, ini kayak domino ekonomi, satu jatuh, yang lain ikut tumbang.

Pelaku UMKM yang biasanya jadi penyokong hotel dan restoran juga kebagian “dampak sayur” alias ikut terdampak. Mereka merasakan seperti musim kemarau panjang saat pengunjung menghilang, omzet ikut kering.

Tapi jangan salah, di balik rasa “pahit” itu, mereka mulai cari cara kreatif. Ada yang jualan lewat online, ada yang bikin paket promo “ngopi cantik” buat tamu yang tetap stay di rumah, dan ada yang pasang spanduk gede-gede “Diskon Camilan, Asal Jangan Diskon Semangat!”

Ini membuktikan, walau situasi seperti gunung meletus yang bikin panik, pelaku UMKM Palembang tetap punya akal dan semangat yang tidak kalah panas.

Wali Kota Palembang, Ratu Dewa, sudah paham banget kondisi berat ini. Ia bilang, “Kami nggak bisa kerja sendirian. Ini harus kayak nasi uduk sama sambal, kalau nggak kompak, rasanya hambar.”

Makanya, program “Palembang Belanjo” diluncurkan. Program ini bukan cuma kasih diskon buat pengunjung tapi juga ngajarin cara ngatur sampah biar kota makin kinclong. Ibarat bonus sambal di nasi uduk, bikin pengalaman wisatawan makin mantap dan bikin mereka betah datang lagi.

Bali dan Jogja itu kayak kakak sukses yang selalu kasih contoh buat adik-adiknya. Mereka pinter banget ngegabungin budaya, kuliner, dan event-event keren jadi magnet wisatawan.

Palembang punya potensi yang nggak kalah, mulai dari makam bersejarah sampai pempek yang bikin lidah bergoyang. Tapi jangan sampai cuma jadi “penonton di kota sendiri,” sementara daerah lain sudah siap-siap naik pentas dunia.

Agar Palembang ngegas, setidak nya perlu kolaborasi hebat, seperti orkestra, semua pemain harus main bareng biar musiknya enak didengar wisatawan. Kalau pemainnya nggak sinkron, bisa-bisa malah bikin kuping sakit.

Digitalisasi Wisatawan zaman now itu kayak jomblo di aplikasi dating—mereka pengen yang gampang dicari dan di-booking. Jadi jangan sampai Palembang malah kayak sinyal lemot, bikin orang kabur.

Wisata Kreatif, jangan cuma nunjukin makam berdebu, tapi buatlah cerita sejarah yang bikin orang pengen selfie dan upload di medsos. Biar makin viral dan mendatangkan wisatawan muda yang doyan eksis.

Pajak Bersahabat jangan bikin pelaku usaha merasa kayak diperas jeruk, tapi tetap jaga kas daerah. Pajak harus fair, biar usaha kecil nggak mati duluan.

Program Diskon dan Lingkungan “Palembang Belanjo” harus dikembangkan biar bukan cuma diskon tapi juga ajang ajak-ajak sayang lingkungan. Karena kota bersih itu magnet wisata yang gak bisa disepelekan.

Di tengah badai ini, para pelaku usaha di Palembang kayak pohon kelapa yang nggak gampang tumbang. Mereka sudah tunjukin kreativitas dan kerja keras yang layak diacungi jempol.

Kalau akar usaha itu kuat dan saling menguatkan, percayalah, hasil panennya akan manis kayak dodol. Ini bukan cuma soal bisnis, tapi soal menjaga ekonomi dan kehidupan warga Palembang tetap bergeliat.

Penurunan okupansi hotel bukan tanda menyerah, tapi alarm buat semua pihak kerja bareng dan inovatif. Palembang punya segalanya untuk jadi destinasi favorit, asal jangan cuma diam duduk manis kayak penonton dangdut di pojokan.

Dengan sinergi, digitalisasi, dan kemasan wisata yang kece, Palembang akan kembali penuh tamu dan ramai seperti pasar malam. Bukan cuma jadi kota yang dilewati, tapi kota yang bikin tamu pengen balik lagi dan lagi.[***]

Terpopuler

To Top