Musik & Film

Vidio, Penatu & Gadis Berani Tayang, Saat Kemenekraf Serius Nonton Film Anak Bangsa, Bukan Cuma Nonton Rating!

ekraf

PROGRAM Akselerasi Kreatif subsektor film yang digagas Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) menggandeng Emtek Group berhasil membuka pintu lebar bagi sineas muda Indonesia menembus pasar digital Asia Tenggara. Melalui kerja sama dengan platform streaming Vidio dan pelatihan dari Indepark Institute, program ini membuktikan bahwa kreativitas lokal bisa punya kelas internasional, bukan cuma viral di grup WhatsApp RT.

Di tengah gegap gempita jagat streaming yang lebih banyak menampilkan kisah perselingkuhan bersambung dan sinetron dengan durasi lebih panjang dari perjalanan kereta api ke Banyuwangi, Kemenekraf akhirnya turun tangan. Tapi bukan turun tangan ke dapur syuting sinetron, melainkan ke ruang ide para sineas muda yang selama ini berkarya dengan modal nekat, semangat, dan sesekali ngutang di warung.

Alih-alih sibuk bikin slogan dan seminar, Kemenekraf lewat program Akselerasi Kreatif (AKTIF) ini justru aktif betulan. Bukan aktif ala grup WA alumni yang isinya cuma info arisan dan hoaks kesehatan. Ini aktif yang ngasih kurasi, pelatihan, distribusi, dan promosi. Empat pilar yang kalau diumpamakan adalah kursi makan lesehan: kalau satu kakinya patah, jatuhlah martabak ide-ide kreatif anak muda kita.

Yang lebih seru, mereka menggandeng Emtek, perusahaan media yang punya reputasi besar besar nama, besar jaringan, dan besar juga peluang distribusinya.

Platform Vidio pun jadi rumah baru bagi delapan karya terpilih yang akan tayang eksklusif. Termasuk di antaranya film Gadis dan Penatu (judul yang lebih menyentuh daripada Fast & Furious 9), Noda-Noda Seragam, dan Wong Telu, yang bukan trio lawak, tapi karya anak bangsa dari sudut kampung yang berani tampil ke layar streaming se-Asia Tenggara.

Dan, ini bukan model tayang lalu pasrah nasib, skema monetisasinya dibikin transparan setransparan muka mantan waktu bilang, “Kita temenan aja ya”. Para kreator dibantu bikin akun resmi, bukan akun-akun gelap seperti bisnis gorengan abal-abal. Semua pendapatan bisa ditelusuri, dibagi secara adil, dan tentunya nggak pakai sistem “bagi-bagi tapi kamu rugi”.

Pelatihan pun digelar bareng Indepark Institute, tempat berkumpulnya mentor-mentor dari industri digital yang sudah kenyang asam garam dunia konten. Bayangkan sineas muda yang biasa ngedit di warnet sekarang bisa dapat ilmu langsung dari ahlinya kayak tukang tambal ban diajarin teknik Formula 1.

Satu hal yang penting, ini bukan program jangka pendek kayak promo diskon laundry. Kemenekraf serius bikin keberlanjutan. Bukan cuma tampil lalu menghilang kayak seleb TikTok dadakan, tapi dibina terus biar jadi pemain industri yang tahan banting bukan hanya tahan kritik netizen.

Kalau pepatah bilang “tak kenal maka tak sayang”, maka program AKTIF ini bilang “tak tayang maka tak berkembang”. Film bukan cuma soal kamera dan naskah, tapi soal kanal distribusi dan promosi. Dan kini, anak-anak muda kita nggak perlu lagi numpang tayang di festival dadakan pinggir jalan. Mereka punya panggung sendiri, punya jalur legal, dan punya potensi go international, tanpa harus jual idealisme ke iklan pemutih kulit.

Program Akselerasi Kreatif subsektor film ini bukan cuma cerita sukses instan, tapi semacam benih yang ditanam dengan penuh harap agar kelak tumbuh jadi pohon rimbun bernama industri kreatif Indonesia. Dan semoga, dari film ke film, kita tidak hanya menonton, tapi juga menanam rasa bangga. Karena budaya itu bukan cuma yang dipamerkan di museum, tapi juga yang ditonton dan diapresiasi dari layar ke layar.

Atau seperti kata orang tua kita dulu, “Sekali layar terkembang, pantang karya ditunda-tunda tampil.”[***]

Terpopuler

To Top