MEMBACA rilis OJK tanggal 31 Juli 2025 tentang peralihan pengawasan aset keuangan digital dari Bappebti ke OJK rasanya seperti menyaksikan acara lamaran adat yang khidmat tapi penuh kejutan lucu, seperti dua keluarga besar yang akhirnya sepakat menyerahkan anak gadisnya yang manja bernama Aset Kripto kepada lelaki mapan bernama OJK, lengkap dengan restu, saksi, dan sambutan penuh tawa bijak.
Tak ada rebutan harta gono-gini, tak ada sindiran di status Facebook, apalagi live TikTok yang ngambang-ngambang. Yang ada justru kalimat syahdu nan resmi “Dengan ini, pengawasan aset digital kami serahkan kepada yang lebih siap secara sistem dan regulasi.”
Bayangkan Aset Kripto sebagai anak muda berbakat tapi bandel, pintar tapi sering keluyuran, kadang menjanjikan masa depan, kadang bikin jantung deg-degan. Selama ini diasuh Bappebti lembaga yang jago mengatur perdagangan berjangka, tapi tahu juga bahwa Kripto ini makin hari makin susah dikekang. Lalu datanglah OJK, si calon kepala keluarga yang punya aturan lengkap, pengawasan ketat, dan prinsip kehati-hatian setebal kitab undang-undang.
Dalam dunia perjodohan adat, ini ibarat calon suami yang sudah punya pekerjaan tetap, kendaraan pribadi, dan siap mengangsur rumah. Bukan cuma modal janji manis. Kata pepatah, “Jangan serahkan anak gadismu pada lelaki yang baru bisa bedain Indomie Goreng dan Rebus.” Nah, OJK ini ibarat yang udah bisa masak, nyuci, dan bayar listrik tepat waktu.
Peralihan ini bukan sekadar administratif, ini adalah momen penting bagi dunia keuangan digital Indonesia. Aset digital, termasuk derivatif kripto, kini punya satu pagar hukum yang jelas, bukan lagi rumah kontrakan bertembok triplek.
Pepatah lama bilang, “Anak muda butuh ruang, tapi juga rambu,”. Maka OJK hadir bukan untuk membatasi, tapi mengawal. Supaya para investor, trader, bahkan spekulan sambil rebahan tahu bahwa kini ada yang mengawasi mereka dari balkon regulasi yang kokoh.
Kepala Bappebti, Tirta Karma Senjaya, menegaskan pentingnya keamanan dalam dunia kripto yang penuh gemerlap ini. Jangan sampai karena euforia, kita malah lupa gembok pintu. Dunia blockchain memang terbuka, tapi jangan sampai saking terbukanya malah angin masuk, maling ikut, dan data lari.
Ini seperti main bekel zaman dulu perlu kecepatan, tapi juga konsentrasi. Sekali lengah, bola mental dan jari keseleo. Begitu juga di dunia kripto siapa yang nggak waspada, bisa kena mental, dompet digital ikut hilang.
Yang bikin adem hati adalah proses ini mulus, tanpa riak. Nggak ada drama rebutan kewenangan. OJK dan Bappebti kayak dua besan yang saling paham. Bappebti legowo, OJK siap. Dunia kripto jadi punya orang tua baru yang siap mengantar ke pelaminan ekonomi digital nasional.
Kalau banyak lembaga bisa begini, urusan negara bisa lebih cepat beres. Tapi kadang kita terlalu sering ribut soal kursi, lupa bahwa rakyat butuh kepastian, bukan pertunjukan.
Ini era baru, kripto bukan lagi sekadar arena untung-untungan, tapi bagian dari ekosistem keuangan nasional yang butuh arah. Penandatanganan addendum BAST antara OJK dan Bappebti adalah sinyal bahwa negara serius, bahwa dunia digital tak bisa berjalan tanpa pagar moral dan hukum.
Dan kepada para investor, anak muda, atau bapak-bapak yang baru belajar main token saat ngopi di warung tenang, sekarang ada yang jaga. Bukan jaga-jaga dari istri, tapi jaga-jaga dari risiko besar yang tak kasat mata.
Jadi ingat pepatah modifikasi “Lebih baik kripto diawasi OJK, daripada hati diawasi mantan”.[***]