Inspirasi

SAMTAMA, Si Tukang Sulap Sampah Bikin Menteri Tersenyum

ist

KAMPUNG di kota identik dengan sumpek, got meluap, dan kucing yang stres karena enggak nemu tempat jongkok yang layak, RW 03 di Kelurahan Cempaka Putih Timur, Jakarta ini beda cerita. Kampung ini ibarat kucing bersih yang sudah mandi pakai sabun sereh, wangi, tertib, dan cinta lingkungan. Namanya Kampung SAMTAMA , bukan nama grup dangdut ibu-ibu PKK, tapi singkatan dari Sampah Tanggung Jawab Bersama, dan mereka serius banget soal tanggung jawab itu.

Kalau ada pepatah bilang, “Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan utang”.  Warga SAMTAMA justru hidup meninggalkan jejak hijau, mereka berhasil mengubah kampung padat jadi kawasan yang bikin iri Google Maps, karena dari atas pun kelihatan ijo royo-royo.

Bayangkan, di lahan cuma 36 hektare yang dihuni 3.700-an jiwa ini, warga bisa ngatur sampah dengan gaya manajemen yang bikin korporasi besar minder. Mulai dari pemilahan sampah rumah tangga, komposting, sampai daur ulang anorganik. Bahkan, mereka punya sistem pengumpulan minyak jelantah rutin, bukan buat goreng bakwan lagi, tapi diolah jadi bahan bakar.

Di kampung lain, minyak jelantah biasanya malah dipakai ulang lima kali sampai bakwan rasanya kayak kenangan mantan pahit dan berminyak.

Saking niatnya warga, mereka juga bikin 11 sumur resapan, 38 titik evakuasi banjir, dan sistem pengolahan air limbah domestik kolektif.

Gang-gang disulap jadi lorong hijau, taman dihidupkan, pertanian hidroponik dikembangkan, bahkan pusat pelatihan P4 Daun Hijau jadi tempat anak muda belajar nanem tanpa harus pulang ke desa.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, sampai bela-belain datang langsung. Tapi bukan buat makan gorengan (karena minyaknya udah dikumpulin), melainkan buat menyaksikan langsung kampung yang katanya lebih disiplin dari jadwal meeting kementerian.

Kata Pak Menteri, kampung rapi banget, bisa jadi percontohan. Lah iya, lha wong di sini pembangunan bukan cuma soal beton dan brosur. Tapi soal napas yang dibagi bareng pohon, gotong royong yang bukan cuma jargon.

Kampung SAMTAMA ngajarin satu hal penting kalau mau kampung bersih, jangan nunggu program dari atas. Nungguin bantuan kadang kayak nunggu undangan kawinan dari mantan  lama, dan ujung-ujungnya cuma bikin baper.

Warga RW 03 ini justru jalan duluan, mereka bergerak, berembuk, dan ngegas bareng. Filosofinya sederhana “Kalau bukan kita yang mulai, ya jangan harap mantu kita nanti bisa main layangan tanpa kena kabel listrik”.

Dalam semangat gotong royong, kampung ini jadi bukti nyata pepatah Betawi yang sedikit dimodifikasi Biar kampung sempit, asal niatnya lebar.

Lucunya, gara-gara rajin, kampung ini sekarang malah masuk nominasi 300 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia 2024. Ya jelas aja, di saat kampung lain sibuk upgrade pagar rumah buat pamer di TikTok, Kampung SAMTAMA malah fokus ke retensi air dan lorong hijau.

Di sini, keberlanjutan itu bukan materi seminar, tapi bagian dari gaya hidup dari dapur sampai gang belakang, semuanya punya aroma masa depan yang lestari.

Kampung SAMTAMA kasih contoh bahwa jadi keren enggak harus viral dulu di Instagram. Cukup dengan niat kolektif, keringat warga, dan minyak jelantah yang tidak disia-siakan, kampung ini udah sukses jadi inspirasi nasional. Dalam dunia yang makin panas baik suhu maupun isi komentar netizen SAMTAMA hadir sebagai oase akal sehat dan keteladanan.

Jadi, kalau kamu masih buang sampah sembarangan sambil update status “healing ke alam”, coba tengok RW 03 dulu. Karena di sana, healing bukan cuma hashtag, tapi kenyataan yang dihidupi setiap hari.

Pepatah bilang “Biar kampung kecil, asal pikirannya luas, biar rumah sempit, asal sampahnya beres,  biar kamu sering rebahan, asal tetap cinta lingkungan”.[***]

Terpopuler

To Top