MUBA Terkini

Festival Rasa-Rasa, Resep Rahasia Muba Bangkit Lewat Festival “Kitek Nia”

ist

DI Muba, ketika sore menyambut langit jingga dan perut mulai memainkan orkestra kelaparan, ada satu aroma yang menggoda iman aroma sate bakar, pempek goreng, dan sambel nan menggoda nurani. Festival Kuliner Kitek Nia 2025 resmi dibuka, lokasinya? tepat di depan Rumah Dinas Bupati, alias markas besar pemerintah yang sementara disulap jadi kampung aroma dan dapur akbar UMKM, kalau biasanya rumah dinas identik dengan keseriusan dan protokoler, kali ini malah lebih mirip kantin raksasa versi rakyat.

Sebanyak 136 stand kuliner berjejer seperti barisan anak pramuka yang semangat ikut jambore. Tapi bukan bawa tongkat, melainkan wajan, kompor, dan mimpi besar bangkitkan ekonomi dari pinggir panci.

Bupati Muba, H. M. Toha, dengan semangat seperti chef Gordon Ramsay yang habis dapat diskon cabe rawit, menyatakan “Festival ini untuk mendongkrak UMKM dan menggerakkan ekonomi kerakyatan”. Dan benar saja, dari stand cilok hingga tenda pempek panggang, antusiasme warga meleleh seperti keju mozzarella yang dibakar cinta.

Tapi di balik gelak tawa dan sambel level pedas maut, terselip catatan UMKM kita ini ibarat masakan rumah, sedap, tapi sering kalah pamor sama masakan resto bintang lima. Festival ini jadi ajang unjuk gigi, bukan cuma unjuk rasa, karena ekonomi rakyat itu seperti rendang butuh waktu, perhatian, dan tentu saja bumbu sabar yang tidak sedikit.

Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Muba, Dr Muhammad Fariz, tampak sumringah seperti baru saja nemu kupon gratis makan sebulan. Ia bilang “Semua stand ini gratis, tak dipungut biaya, sudah disiapkan khusus untuk UMKM”. Mantap, Pak! Kalau semua dinas berpikir seperti ini, mungkin korupsi bisa dikalahkan sama kuah tekwan.

Gratis itu ibarat sambal, kecil tapi bikin hati senang, tapi semoga tak berhenti di festival ini saja. Harusnya ada juga program after taste semacam pelatihan pemasaran, digitalisasi, atau paling tidak cara membedakan customer dan tukang ngutang.

Festival ini ibarat cendol manis, ramai, segar, sayangnya belum ada laporan detail berapa persen dari pelaku UMKM yang benar-benar mendapatkan efek domino jangka panjang. Jangan sampai ini seperti sambal sachet pedasnya sebentar, tapi setelah itu ya gitu-gitu aja. Mestinya, selain masak dan jualan, UMKM juga dikenalkan ke dunia digital, karena zaman sekarang, jualan tanpa medsos itu kayak gorengan tanpa cabe kering dan hambar.

Acara ini makin berasa, karena malam puncaknya bukan cuma soal makan, tapi juga hiburan. Ada Dide Irawan dari Hijau Daun yang siap menyumbang lagu dan kenangan masa lalu, sementara itu, peluncuran Maskot Porprov dan Peparprov jadi topping unik di atas nasi goreng festival.

Tapi jujur saja, kadang kita bingung, ini acara kuliner apa olahraga?, jangan-jangan nanti maskot Porprov berbentuk sate lilit sambil bawa raket.

Festival ini bukan sekadar ajang makan, tapi semacam pameran semangat rakyat. Di balik asap sosis bakar dan riuh tukang cendol, ada harapan  bahwa ekonomi rakyat bisa bangkit, bukan karena investor besar, tapi karena tangan-tangan kecil yang tak pernah lelah mengaduk wajan.

Kalau kata pepatah “Di balik dapur yang ramai, ada ekonomi yang bangkit perlahan”

Dan kalau boleh nambahin satu pepatah lagi “Daripada ngeluh di medsos, mending buka stand dan kasih sambel, siapa tahu, rejekimu datang dari orang yang tak sengaja lewat karena nyium aroma rendang”.

Jadi buat Pemkab Muba dan seluruh warga, ayo kita masak terus mimpi ini, jangan sampai festival ini cuma jadi kenangan seindah martabak tapi selewat kereta malam. Jadikan kuliner bukan cuma pamer rasa, tapi juga resep untuk membangun masa depan.

Kalau ekonomi ibarat dapur, maka UMKM adalah kompor yang tak boleh mati,  dengan Festival Kitek Nia, meski cuma tiga hari semoga jadi korek api kecil yang menyala terus, sampai Muba jadi dapur ekonomi rakyat paling lezat se-Sumatera Selatan.[***]

Terpopuler

To Top