SELAMA INI, Hari Pahlawan tetap diperingati sebagai upaya menjaga semangat militansi rakyat dalam menjaga kesatuan serta harkat dan martabat Republik Indonesia. Sang Proklamator Kemerdekaan, Ir Sukarno dalam sebuah pidatonya saat memperingati Hari Pahlawan pada 1961 mengumandangkan, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.”
Mereka adalah para pahlawan yang telah rela mengorbankan hidupnya demi menjaga dan mempertahankan negara Indonesia. Tanpa jasa mereka, kita tidak bisa menjadi bangsa dan negara seperti sekarang.
Semangat heroik para kaum muda dalam pertempuran menjaga kemerdekaan yang secara ringkas penulis gambarkan tadi semestinya menjadi motivasi besar bagi rakyat Indonesia saat ini. Tetes darah dan keringat dalam perjuangan bukan suatu penghalang dalam mencapai cita-cita berbangsa dan bernegara. Sekalipun masa perang kemerdekaan telah berlalu, pada generasi saat inilah tongkat estafet menjaga keutuhan bangsa ini dititipkan. Kutipan dari Bung Hatta di awal tulisan ini sengaja saya letakkan di awal untuk mempertegas bahwa pahlawan dan kepahlawanan tidak hanya identik dengan orang-orang yang berjuang di medan perang yang bersifat heroik.
Makna pahlawan yang tersirat dari pernyataan tersebut, ialah pahlawan merupakan orang-orang yang dikenang karena kesetiaannya dalam perjuangan mencapai cita-cita. Cita-cita tersebut tidaklah lain meningkatkan harkat dan martabat bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia pun sebenarnya telah melekatkan makna tersebut. Secara Harfiah, pahlawan diartikan sebagai ‘Pejuang yang Gagah Berani; Orang yang menonjol, karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Kata ‘Kepahlawanan’ diartikan dengan ‘Perihal yang berhubungan dengan Pahlawan, seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban.’
Kalau dimaknai secara bebas, Kata Pahlawan adalah orang-orang yang berjuang dengan gagah berani dan menonjol karena keberaniannya untuk membela kebenaran. Oleh sebab itu, kata Pahlawan berkaitan dengan orang-orang yang berjuang di jalan kebenaran.
Gerakan intelektual
Negeri ini sedang membutuhkan banyak pahlawan yang mewakafkan dirinya dalam mencapai cita-cita bangsa. Pahlawan yang mampu mewujudkan Indonesia yang adil dan beradab, Indonesia yang demokratis, dan Indonesia yang makmur.
Perjuangan pahlawan pastilah dibingkai dalam khazanah pengetahuan dengan mengedepankan nilai-nilai kebenaran. Arus globalisasi yang bergerak begitu cepat harus ditanggapi dengan cermat agar tidak tenggelam dalam jurang perkembangan zaman. Sebagai elemen harapan bangsa, pemuda semestinya berpartisipasi aktif dalam kemajuan bangsa ketimbang mengejar eksistensi pribadi.
Sebab, jiwa kepahlawanan adalah merelakan diri melebur pada entitas baru, yakni ‘kita’. Dengan menumbuhkan jiwa kepahlawanan, pemuda tidak jadi penderita letargi dalam berbangsa.
Kesadaran dan kesiagaan pemuda dalam berbangsa dapat dikuatkan melalui gerakan intelektual yang diperankan kaum pemuda itu sendiri.
Pada konteks saat ini, tradisi intelektual yang tumbuh di kalangan pemuda sesungguhnya harus dihadirkan dalam bentuk baru demi melakukan adaptasi gerak dinamika zaman dengan senantiasa mengedepankan nilai-nilai spiritual, kemanusiaan, dan kebangsaan, tetapi dengan format yang lebih kekinian.
Transformasi gerakan intelektual pemuda perlu digalakkan, khususnya menyangkut berbagai hal, seperti sosial, politik, ekonomi, budaya, dan agama (nilai spiritual). Sehingga, kelak dapat menyempurnakan referensi untuk memengaruhi proses-proses pengambilan kebijakan publik dan politik di sentra-sentra pemerintahan dan kemaslahatan rakyat di negeri ini.
Hal ini penting dilakukan sebagai kontinuitas perjuangan para pahlawan. Sebab, pemuda sebagai elemen kaum intelektual dan aset masa depan bangsa harusnya berani mewakafkan energi dan pengetahuannya untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa. Karena, sejatinya konsekuensi logis dalam gerakan intelektual bagi pemuda adalah adanya tanggung jawab sosial yang besar, yakni mengabdi pada kebenaran untuk kemaslahatan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.
Gerakan intelektual ini tidaklah lain sebagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia [SDM] negeri ini. Daya saing bangsa kita di mata dunia dinilai dari kesejahteraan rakyat dan kemampuannya dalam mengelola sumber daya alam yang dimiliki. Memilih untuk melibatkan diri dalam perjuangan mewujudkan bangsa yang mandiri adalah jalan mulia bagi generasi muda.
Penulis ingin menegaskan bahwa setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan. Peletup semangat perjuangan menjadi pahlawan tidak hanya pada 10 November, tetapi berlangsung setiap hari dalam kehidupan. Jiwa kepahlawanan kita tumbuhkan dengan membiasakan diri dalam urusan kemaslahatan masyarakat banyak.
Membekali diri dengan pengetahuan dan bertanggung jawab pada nilai kebenaran. Melalui gerakan intelektual yang mulia, tanggung jawab yang ada pada generasi kita untuk mewujudkan Indonesia yang hebat.[**]
Penulis : Budina Sofiyan
Politisi Muda Partai Demokrat