Tekno

Keluarga, Pondasi Ruang Digital Sehat Bagi Anak

Komdigi

– “Sebuah Refleksi Keluarga di Era Digital”

DI MALAM yang tenang, jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam, dua putri saya masih asyik menatap layar tablet mereka, terbaring di kasur masing-masing, jemari lincah menekan tombol, seolah dunia di layar lebih nyata daripada dunia di sekitar. Di sisi lain, istri saya menikmati drama Tiongkok di tablet, sesekali men-scroll media sosial. Saya berdiri sejenak di pintu, menatap mereka, dan bertanya dalam hati apakah kami membangun ruang digital yang sehat, atau justru hanyut dalam ketergantungan gadget?.

Fenomena ini bukan hanya milik keluarga kami, sebab dari laporan UNICEF (2023) mencatat bahwa rata-rata anak di Indonesia menghabiskan lebih dari tiga jam setiap hari menatap layar. Masalahnya bukan sekadar durasi, tetapi kualitas konten, seperti video kekerasan, informasi palsu, atau materi yang dapat memengaruhi psikologi anak secara negatif.

Dari pengalaman itu, saya menyadari satu hal penting, sebelum menuntut anak untuk bijak dalam dunia digital, orang tua dulu,  yang seharusnya memberi contoh nyata, sebab  anak itu belajar dari perilaku, bukan hanya dari nasihat.

Saya sendiri sering menegur anak agar berhenti bermain gim, namun, sementara saya sendiri, larut menatap ponsel hingga larut malam untuk pekerjaan. Tanpa disadari, saya juga menjadi bagian dari masalah, bukannya solusi.

Dari masalah itu, kami memutuskan untuk membangun praktik digital sehat di rumah, dengan aturan sederhana, anak-anak hanya boleh menggunakan gadget setelah membaca buku atau menyelesaikan tugas sekolah/kuliah, bahkan konten hiburan dipilih yang mendidik, sementara video yang tidak sesuai usia kami blokir.

Kami menekankan aktivitas offline sebagai pelengkap bermain papan permainan, menonton film edukatif, membuat kerajinan tangan, atau sekadar berdiskusi tentang pengalaman sehari-hari. Kegiatan bersama ini tidak hanya mengurangi ketergantungan gadget, tapi juga memperkuat ikatan keluarga.

Beberapa prinsip yang menjadi pedoman kami, keteladanan orang tua, maksudnya saya menurunkan screen time terutama di malam hari agar anak mudah meniru. Batasan waktu yang jelas,  penggunaan gadget dijadwalkan, memberi anak ruang untuk belajar tanggung jawab.

Selain itu, keseimbangan aktivitas, olahraga, membaca, dan seni menjadi bagian rutin, dan evaluasi berkala, diskusi keluarga untuk mengevaluasi dampak gadget dan mencari solusi bila muncul masalah.

Penggunaan gadget tanpa pengawasan membawa dampak nyata, fisik, misalnya cepat lelah, mata tegang, tidur terganggu, psikologis, misalnya kecemasan saat tak bisa mengakses gim atau video, suasana hati tidak stabil dan sosial, maksudnya komunikasi keluarga menurun karena masing-masing sibuk di layar sendiri.

Data Kementerian Kesehatan (2022) menyebutkan, anak usia 6–12 tahun yang menghabiskan lebih dari empat jam di depan layar berisiko gangguan tidur dan perilak, bahkan riset dilakukan  Prof. Linda Li (University of Hong Kong, 2021) menegaskan interaksi nyata dengan keluarga penting untuk membangun empati dan kecerdasan emosional anak. Tanpa itu, anak mungkin tumbuh dengan kemampuan sosial yang lemah, sulit mengatur emosi, dan kurang peka terhadap orang lain.

Ruang digital yang sehat juga berarti adil, setiap anggota keluarga mendapatkan kesempatan setara menggunakan perangkat dan mengakses konten positif. Anak yang berbagi gadget dengan saudara tetap harus belajar menghargai giliran, waktu, dan aturan keluarga.

Momen lucu sekaligus reflektif sering muncul, suatu malam, anak saya berseru, “Ayah, aku naik level game ini!”. Tidak lama, istri saya berkata, “Tunggu sebentar, aku mau upload foto dulu ke Instagram”. Saya tersenyum getir, menyadari kami duduk di ruang yang sama, tapi setiap orang larut di dunianya sendiri. Humor semacam ini sebenarnya menjadi pengingat akan pentingnya keseimbangan, sekaligus membuka ruang refleksi bagi seluruh keluarga.

Oleh sebab itu, pendidikan digital bukan sekadar aturan, melainkan teladan yang konsisten, anak-anak yang belajar melihat bagaimana orang tua menghadapi gadget, memisahkan pekerjaan dan hiburan, serta berinteraksi dengan lingkungan nyata.

Pentingnya refleksi rutin

Saya sering menekankan, rumah adalah laboratorium pertama literasi digital, jika anak belajar tanggung jawab dan kontrol diri di rumah, mereka pasti akan lebih siap menghadapi dunia digital yang lebih luas.

Sebagai orang tua, saya menyadari pentingnya refleksi rutin, setiap minggu kami duduk bersama, meninjau penggunaan gadget apa yang bermanfaat, apa yang mengganggu, dan bagaimana memperbaiki keseimbangan. Anak diajak berbicara, bukan hanya diperingatkan, sehingga mereka merasa bagian dari keputusan dan tanggung jawab digital.

Membangun ruang digital sehat sebenarnya, ibarat menanam pohon, akar yang kuat memungkinkan pohon tumbuh kokoh dan berbuah manis sebaliknya akar yang rapuh membuat pohon akan mudah tumbang, tersapu badai informasi dan distraksi digital, keluarga adalah akar tersebut.

Dari rumah kecil, anak belajar arti kebersamaan, tanggung jawab, dan cinta. Interaksi sederhana di meja makan, di ruang tamu, atau saat menonton film keluarga menjadi cara menanam nilai dan kebiasaan positif. Dengan komitmen dan konsistensi, keluarga bisa menjadi benteng pertama menghadapi derasnya dunia digital.

Kalau kita renungkan, ruang digital sehat itu tidak muncul dengan sendiri, ia dibentuk melalui keteladanan, kesadaran, dan kerja nyata keluarga. Anak yang terbiasa mengelola gadget dengan bijak akan lebih siap menghadapi tantangan, baik secara sosial maupun emosional.

Malam panjang di rumah, dengan gadget di tangan anak, istri, dan saya sendiri, bisa menjadi awal perubahan, jika disertai refleksi. Dengan disiplin, aturan yang adil, dan waktu berkualitas bersama, keluarga mampu menciptakan Digital Family Healthy Space, yakni ruang digital ramah, sehat, dan berkeadilan bagi anak.

Oleh karena itu, keluarga sebanarnya bukan hanya tempat pulang, tetapi pondasi masa depan, dari rumah, anak-anak belajar menghadapi dunia digital, membangun karakter, dan menanam kebiasaan yang akan membimbing mereka sepanjang hidup.[***]

Terpopuler

To Top