RATUSAN kursi yang disediakan di depan kantor pos itu tampak penuh. Sejumlah emak-emak dan beberapa bapak duduk rapi di bawah tenda itu. Mereka mengenakan masker dan membawa sejumlah dokumen.
Selasa (27/7/2021) pagi itu, mereka hendak mengambil bantuan sosial tunai dari pemerintah. Saat mereka mengantre itu, Wakil Bupati Sumenep Dewi Khalifah datang. Tak hanya menyapa, Dewi juga berdialog dan menanyakan dokumen yang dibawa.
Dewi tampak memeriksa dokumen yang dibawa Dewi Agustin yang duduk di deretan depan. Kepada Sri, ia menanyakan surat vaksin. Dewi bilang belum divaksin dan tak akan mau divaksin. Sri tak terima jika untuk mendapatkan bantuan sosial harus divaksin.
Dewi lantas memeriksa dokumen warga lainnya. Dewi bilang, kalau tak ada surat vaksin dan tak mau divaksin, mereka tak akan mendapat bantuan. Adu mulut terjadi.
Saat Dewi memeriksa dokumen warga lainnya itu, Sri kembali mendekati Dewi. “Jadi kalau enggak divaksin atau enggak mau divaksin enggak bisa terima bantuan?” tanya Sri ke Dewi.
“Enggak ibu. Hanya ditunda,” jawab Dewi.
“Ya sudah. Kalau begitu saya pilih pulang,” kata Sri. Sri meraih dan mencium tangan Dewi lantas pulang.
Kursi yang semula penuh antrean itu pun hanya tinggal beberapa orang. Para kelompok penerima manfaat yang datang hari itu rata-rata memang belum divaksin dan menolak vaksinasi.
Menurut Dewi, penolakan masyarakat untuk divaksin disebabkan oleh kurangnya edukasi secara persuasif. “Nanti harus diberikan pemahaman secara persuasif, karena masyarakat sudah terlalu percaya bahwa vaksin mengakibatkan meninggal,” kata dia.
Sikap Dewi yang tak membagikan bansos kepada mereka yang belum atau tak mau divaksin bukan tanpa alasan. Kewajiban vaksinasi bagi para penerima bansos ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19 yang diteken Presiden Jokowi pada 9 Februari 2021.
Pasal 13A ayat (3) Perpres itu disebutkan, kewajiban (vaksinasi) ini gugur bagi mereka yang secara medis dinyatakan tidak layak menerima vaksin sesuai dengan indikasi yang tersedia. Misalnya memiliki komorbid tertentu, usia tidak sesuai kriteria, dan sebagainya.
Sementara bagi mereka yang memenuhi kriteria, telah ditetapkan sebagai penerima, namun menolak untuk menerima vaksin, maka ada sejumlah sanksi yang akan diberikan.
Sanksi menolak divaksin tertuang dalam pasal 13A ayat (4). Pasal ini menyebut, “Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin COVID-19 yang tidak mengikuti vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a. Penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial;
b. Penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan; dan/atau
c. Denda.
Adapun pengenaan sanksi administratif tersebut dilakukan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan kewenangannya.
Sanksi lain juga disebutkan di Pasal 13B. Pasal ini menyebut, setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin COVID-19 yang tidak mengikuti vaksinasi dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran COVID-19, selain mendapat sanksi di atas juga bisa dikenai sanksi sesuai ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular.InfoPublik (***)
Ril