DI Palembang, ada pemandangan unik yang bikin senyum-senyum geli sekaligus angkat topi, sebanyak 50 pasang pengantin ikut nikah massal. Kalau biasanya nikah itu urusannya dua orang plus penghulu, kali ini rame-rame kayak acara konser. Bedanya, tiket masuknya bukan gelang festival, tapi berkas fotokopi KTP, KK, dan saksi yang rela ikut duduk lama.
Dari 50 pasang itu, 49 harus ikut Sidang Isbat, alias sidang buat melegalkan pernikahan yang udah duluan akad tapi belum punya buku nikah resmi. Nah, ada 1 pasang pengantin baru yang langsung nikah tanpa lewat jalur “sidang”. Jadinya unik, kayak acara nikah massal ini punya dua jalur regular isbat dan fresh wedding edition.
Bayangkan suasananya, satu ruangan penuh pasangan deg-degan, ada yang udah 10 tahun hidup bareng tapi baru sekarang ketemu hakim, ada yang rambutnya udah ubanan tapi senyum-senyum manis kaya abege mau dilamar. Semua duduk rapi, nunggu dipanggil satu-satu. Dari jauh, suasananya mirip kayak antrian CPNS, bedanya yang dicari bukan SK PNS, tapi buku nikah.
Lucunya, Asisten I Bidang Pemerintahan Kota Palembang, Ichsanul Akmal, bilang kalau “semua dimulai dari buku nikah”
Kalimat ini sekilas serius banget, tapi kalau dipikir-pikir, memang bener, buku nikah itu ibarat kartu member all access.
Bayangin mau bikin akta kelahiran anak, harus ada buku nikah. Mau ngurus warisan, lagi-lagi buku nikah. Mau daftar sekolah anak biar nggak ribet, buku nikah. Bahkan kadang, buat syarat bikin rekening keluarga pun suka ditanya “Mana buku nikahnya, Pak?”.
Jadi jangan heran kalau nikah massal ini serasa kayak promo beli 1 gratis 1. Dulu udah akad (beli 1), sekarang dapat buku nikah resmi (gratis 1), tinggal kurang bonus mug cantik atau voucher belanja.
Sidang isbat ini mirip audisi ajang pencarian bakat, karena hakim jadi juri, pasangan maju satu-satu,
Ditanya: “Betul ini pasangan Anda?”
Pasangan jawab kompak: “Sah, Pak Hakim!”
Kalau cocok, hakim ketok palu, kalau nggak cocok, mungkin harus nyanyi dulu biar meyakinkan. Untungnya ini bukan Indonesian Idol, jadi nggak ada yang disuruh teriak nada tinggi.
Dan lucunya, setelah sidang, pasangan langsung senyum lega, ada yang sampai posting di media sosial. “Akhirnya sah secara negara. Buku nikah in my hand, kayak pegang tiket konser Coldplay, cuma ini bisa dipakai seumur hidup”.
Dari 50 pasangan, hanya 1 pasangan pengantin baru yang nggak ikut sidang, mereka ibarat murid baru di sekolah yang langsung dapat buku paket tanpa ribet. Sementara 49 pasang sibuk ngurus berkas, mereka tinggal dandan cantik dan ganteng, duduk manis, langsung akad.
Pasti di dalam hati mereka mikir “Syukurlah kita baru nikah, kalau ikut sidang, bisa-bisa deg-degan kayak disidang skripsi”
Acara ini juga sering jadi ajang reuni tak terduga, bayangin aja kalau ada pasangan ketemu tetangganya di sana. “Loh, Bu, ternyata sama ya, baru ngurus buku nikah sekarang?”
“Iya, Pak, malu juga sebenarnya, tapi yang penting sekarang sah”.
Bahkan bisa aja ada yang ketemu mantan, gimana rasanya?, lagi nunggu giliran sidang, eh duduknya sebelahan sama mantan yang juga baru mau isbat, itu deg-degannya dobel, bukan karena hakim, tapi takut salah sebut nama pasangan.
Di balik semua kelucuan ini, sebenarnya acara nikah massal punya makna besar. Banyak pasangan di masyarakat yang dulu nikah sederhana tanpa administrasi resmi. Entah karena keterbatasan biaya, kurang akses informasi, atau merasa cukup “sah” secara agama.
Masalahnya, ketika tidak ada buku nikah, muncul banyak kendala, misalnya anak kesulitan urus akta lahir, tidak punya perlindungan hukum kalau ada masalah waris, susah akses layanan tertentu dari pemerintah, dan makanya, program nikah massal plus sidang isbat ini bukan cuma acara seremonial, tapi juga bentuk pencerahan hukum, pemerintah hadir untuk bilang “Ayo, jangan takut. Negara ini siap ngurusin legalitas, supaya hidup kalian lebih gampang”.
Jadi oleh karena itu, cinta itu penting, tapi legalitas lebih penting, kalau cuma nikah siri tanpa buku nikah, cinta bisa tetap jalan, tapi anak dan pasangan bisa kesulitan di kemudian hari. Buku nikah bukan sekadar kertas, maksudnya dia adalah bukti yang membuat keluarga kita punya payung hukum. Jadi, jangan disepelekan dan Pemerintah plus masyarakat sama dengan sinergi. Pemerintah bikin program, masyarakat antusias daftar. Hasilnya? 50 pasang lebih tenang, anak-anak mereka lebih terlindungi.
Nikah massal di Palembang ini sukses jadi tontonan sekaligus tuntunan, dari luar keliatan kocak, rame-rame kayak promo belanja, ada yang deg-degan kayak audisi, sampai ada yang paling santai karena baru nikah. Tapi di balik itu semua, ada pesan serius legalitas pernikahan itu penting.
Jadi, kalau ada yang masih ogah-ogahan urus buku nikah, ingatlah “Cinta bisa bikin kenyang hati, tapi buku nikah bikin kenyang dompet dan aman masa depan”.
Selamat buat 50 pasangan yang sah secara negara dan agama, semoga rumah tangga mereka adem ayem. Dan buat yang belum punya pasangan? Tenang aja, kalau nanti ada nikah massal lagi, siapa tahu kamu bisa ikut, asal jangan cuma buat nyari promo gratisan.[***]