MALAM dekorasi dan Janur merupakan suatu istilah yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin untuk menyebut tradisi gotong royong menghias rumah pengantin dan panggung pernikahan serta membuat janur pengantin yang dilakukan oleh muda mudi bersama-sama. Anak-anak muda ini tidak dibayar, mereka bersuka cita membantu sang ahli rumah membuat pernak pernik hiasan rumah dan panggung pernikahan.
Di kawasan perkotaan tradisi gotong royong antar pemuda dalam membuat janur dan dekorasi hajatan sudah berkurang. Karena mungkin kebanyakan orang tidak ingin dibuat repot sehingga semua dipermudah dan hanya meminjam di tempat penyewaan atau membeli produk jadi. Namun, tidak demikian dengan yang terjadi di Desa Sidorahayu, Kecamatan Plakat Tinggi. Anak-anak muda di sini masih begitu antusias untuk hadir membantu malam dekorasi pernikahan, bukan hanya dari desa setempat, namun juga hadir para pemuda pemudi dari desa-desa tetangga sehingga acara begitu meriah dan dipenuhi suasana keakraban hal ini diungkapkan Tim Kominfo Musi Banyuasin Melalui Radio Gema Randik Sekayu bersama Admin Serasan Sekate Musi Banyuasin yang berkesempatan hadir di acara dimaksud kamis (28/11/2019).
“Andri, seorang pemuda setempat mengatakan, “di Desa Sidorahayu, kecamatan Plakat Timggu, acara malam dekorasi ini berlangsung selama satu minggu setelah malam “nerangke punce” (pengumuman panitia). Supaya rumah dan panggung pengantin terlihat indah, maka dibuat dekorasi dari kertas minyak, kertas karton, dan pernak pernik warna warni lainnya yang dibentuk secara kreatif menjadi suatu hiasan yang indah. Setiap sudut rumah dan panggung dihiasi dengan hiasan-hiasan yang telah dijalin rapi.
Kami tidak merasa keberatan karena hal ini dilakukan bersama-sama dalam kegembiraan”paparnya.
Sementara itu pemudi, Novia Wulandari, sohibul hajat mengatakan, “Selain bisa bersilahturahmi dan membantu teman Yang melangsungkan pesta pernikahan, budaya gotong royong dekorasi ini juga bermanfaat untuk menghindarkan pemilik hajatan dari Korban WO ( wedding Organizer) abal-abal. Ingat peristiwa Pesta pernikahan yang bubar dan buat malu karena WO kabur tanpa memenuhi tugasnya? Jadilah gigit jari dan malu ‘kan? Itulah mengapa mungkin tradisi yang dipakai oleh kakek-nenek kita zaman dahulu harus terus kita lestarikan”. Atau jika pun mesti ada WO tentu WO profesional dan tetap melibatkan anak muda kita yang bersama sama bekerja tanpa menghilangakan tradisi budaya kita pungkasnya .(**)
Penulis : ril