Oleh : Faldy Lonardo
SUMSELTERKINI.C.ID, PALEMBANG – Menyikapi beredarnya beberapa pemberitaan yang mengatakan Sriwijaya bukanlah Kerajaan menuai tanggapan dari ahli sejarah dan Ahli Epigrafi Balai Arkeologi Sumatera Selatan.
Sejarahwan Palembang, Kemas Ari Panji mengatakan masalah ini sudah ada sejak dulu, namun semuanya berdasarkan atas asumsi – asumsi dasar kajian ilmiah.
Kemas Ari Panji menilai masalah kedataan Sriwijaya, berdasarkan beberapa temuan prasasti – prasasti yang memang tidak secara spesifik mengklaim bahwa itu raja atau disini tempat Sriwijaya, tetapi hanya menyebutkan Silifosi, Zabag, Swarnadwipa dan lain sebagainya.
“Itu di identikkan para ahli adalah Sriwijaya. Nah saat kita ingin membantah itu, kita juga seharusnya memberikan bukti-bukti lain untuk dapat membantah, jadi secara teori, jika asumsi itu bisa terbantahkan kalau memang ada teori baru,” ujarnya, kemarin.
Menurut catatan, kata Kemas I Thsing pernah berkunjung ke Sriwijaya, saat itu matahari tepat di atas kepala saat beliau datang ke Sriwijaya, berarti kalau dikaji secara hukum Geografi, I Thsing tepat berada di garis Katulistiwa, jadi tidakkan mungkin Sriwijaya itu jauh dari garis Katulistiwa.
“Yang memungkinkan itu adalah Palembang dan Jambi, siapa yang mau membantah hal itu, harus juga mengeluarkan bukti baru juga,”ujarnya.
Hal senada dikatakan, Ahli Epigrafi Balai Arkeologi Sumsel, Wahyu Rizky Andhifani, pertentangan tersebut memang sudah ada sejak lama dan masing – masing punya alibi dan asumsi sendiri dan itu sah – sah saja.
“Jadi saya teringat pada 2012 antara Jambi dan Palembang berebut Sriwijaya, saya di utus kantor yang berbicara bersama kak Erwan dan Mbak Farida. Saya meluruskan bahwa sah – sah saja Jambi mengklaim dia Sriwijaya,tapi abad ke berapa,”ungkap Wahyu.
Menurut Keterangan Wahyu dari beberapa hasil temuan, Sriwijaya masa emasnya beribukota di Palembang pada abad 7 – abad ke 10. Lalu, kemudian abad 11 Sriwijaya pindah ke Jambi dan abad 13 pindah ke Kedah, itu sesuai dengan berita Cina dan Prasasti.
“Wajar ibukota Sriwijaya berpindah-pindah, kemungkinan ada serangan dari Jawa ataupun serangan dari Cola India. Muaro Jambi dan Kadaram (Kedah) merupakan bagian dari Sriwijaya ketika Sriwijaya beribukota di Palembang,”tuturnya.
Ibarat Indonesia beribukota di Jakarta, ungkapnya dan yang lainnya merupakan provinsi di bawah bendera Indonesia.
“Bila mereka bilang, dia Sriwijaya ya silahkan, tapi Palembang adalah tempat awal Sriwijaya dan berhasil mencapai puncaknya. Saya juga sudah baca Sinopsis bukunya yang berjudul Sribudda bukan Sriwijaya dan Bangsa Pelaut Kisah Setua Waktu, itu sah-sah saja, kalau sang penulis buku itu mengatakan hal itu, data dukungnya juga cukup,” ujarnya.
Namun, Wahyu mengungkapkan, sang penulis mengatakan ada 2 prasasti yang menyebut masalah datu Sriwijaya, yaitu Kota Kapur dan Kedukan Bukit (Sriwijaya).
“Tapi, ada 1 yang terlewat yakni Prasasti Baturaja yang kemaren saya temukan, itu juga memuat Datu Sriwijaya,”ujarnya.
Wahyu melanjutkan memang banyak beredar di dunia maya terkait tulisan sang penulis buku tersebut, tetapi itu juga lebih banyak membahas Sriboza dikaitkan dengan Sribuddha dan Bukan sriwijaya, Itupun sah sah saja.”Makanya dibuku yang hitam dia menulis Sribuddha bukan Sriwijaya, bukannya Sriboza bukan Sriwijaya,”jelas Wahyu.
Wahyu berharap, Selama ini ilmu dan beberapa gelintir kebenaran yang ada di dalamnya, kenapa harus diperdebatkan.Karena bagi dirinya ilmu makin lama makin berkembang dengan baik.”Jika ada sesuatu yang baru yang perlu dipahami, itu kita ambil selama sesuai dengan kaidah dan teori – teori yang ada,”tutupnya.