Pria itu kembali, membawa harum mawar di baitnya, setelah menggunting duri dan amarah di tiap pukulan waktu.
Pada hari selanjutnya, gelisah sang kekasih terlihat lebih besar daripada matahari, panas dan menagih segala gelapnya di badan. Terlihat mata sang kekasih gugur hampiri angin, goyah merindu berlusin, menggigil memohon pelukan bermusim-musim.
“Seingatku sayang, pujangga seringkali memaksa perempuan untuk bertanya kepada sang bulan, dari mana asal-muasal tangisan”, Akan tetapi sang bulan sudah terlalu renta untuk mengingat tiap-tiap rintihan, pelukan dan tangisan.
“Perihal keindahan dan kesejukan itu bukan urusan, setangkai kedamaian telah mati suri di dalam kuku tanganku, izinkan aku menulis kembali, meski tak hanya tentangmu”
Terangnya, pria itu kembali hidup sebagai kekasih, dan kembali mati sebagai penyair.
Kiriman dari Pardesela, seorang begundal dari Tersajakkanlah yang lahir di kota Palembang. Pernah menerbitkan buku dengan judul panjang umur puisi