Pada Pemilihan Legistatif [Pileg] dan Pemilihan Presiden [Pilpres] 2019, akan berbeda, pasalnya penyandang disabilitas mental /gangguan jiwa akan ikut memilih. Komisi Pemilihan Umum [KPU] memasukan daftar pemilih tetap [DPT] untuk mereka.
Sumselterkini.co.id, Lahat – KPU memasukan disabilitas mental itu, dianggap bukan yang aneh, karena dinilai disabilitas memiliki hak.
Kebijakan tersebut sebenarnya pernah menjadi pertentangan dari dua asa pemiliu, satu asas demokrasi, yakni jaminan memilih bagi seluruh warga Indonesia yang telah berhak memilhi, karena penyandang disabilatas mental dalam UU bagian dari warga negara yang tidak dicabut hak politiknya.
Tetapi dilihat dari sisi lain, jika orang diberikan hak kesempatan untuk memilih, maka akan mengabaikan asas pemilu lainnya.
Dalam sebuah diskusi, mengutipi Kompas.com,”KPU bukan ujug-ujug mendaftar, KPU mendaftar orang gangguan jiwa adalah sebagai pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas mental yang sudah diperjuangkan sejak lama dan bertahun-tahun,” ujar Yeni dalam diskusi bertajuk ‘Hak Memilih Penyandang Disabilitas Mental Harus Dijamin Negara’ di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu),akhir tahun silam.
Bagi masyarakat awam kebijakan ini tentu sangat tidak masuk di akal [akal sehat] namun begitulah aturan main yang harus dijalankan.
Silang pendapat tersebut, akhirnya tetap memberikan disabilitas mental dapat memilih. Saat ini KPU mulai gencar untuk melakukan sosialisasi, salah satunya dilakukan KPUD Kabupaten Lahat.
Komisioner Devisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPUD Lahat, Eva Metriani SE mengatakan sosialisasi ini aman penting terkait adanya peserta pemilu yang mengalami disabilitas mental.
“Peserta yang disabilitas menta memang harus diperioritaskan, sebab KPUD Lahat sebagai panitia memiliki tangung jawab, nantinya akan mendampingi dalam pencoblosan,”ungkapnya, Selasa (19/2/2019).
Marlena Relawan Demokrasi yang bertugas diperuntukan untuk basis disabilitas mental, juga mengakui betapa penting sosialisasi agar mereka tetap menjadi peserta pemilu dan datang ke TPS.
“Kami pun sebagai basis relawan demokrasi disabilitas terus mensosialisasikan, agar mereka jadi peserta pemilu di pesta demokrasi 17 April 2019 mendatang,” tuturnya.
Memang apapun sikap KPU untuk menjamin hak politik orang gila untuk memilih wajib mendapat apreasiasi terutama dalam menjaga komitmen menjamin hak konstitusi setiap warga negara.
Pengamatan Politik Sulut, Ferrry Liando mengutip tribun manado.co.id pernah mengungkapkan, memang dasar KPU untuk menjamin hak pilih penyandang disabilitas mental itu ada, mengacup pada putusan MK No.135/2015 [gugatan atas UU No.8/2015, pasal 57 ayat [3] huruf a] yang menegaskan soal perlindungan hal pilih bagi WNI penyandang gangguan jiwa/ingatan tidak permanen.
Sebaliknya penjelasan PKPU No 11 tahun 2018 tentang penyusunan dafta pemilih di dalam negeri dalam penyelenggaraan pemilu, pasal 4 ayat 2 point B menegaskan pemilih yang dapat menggunakan hal pilih adalah orang yang tidak sedang terganggu ingatan.
Sejumlah ahli juga berpendapat pengidap gangguan jiwa masih mendapat kesempatan menggunakan hak pilihnya,jika memenuhi kriteria namun harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter.[**]
Penulis : akam /berbagai sumber