Pojok Fisip UIN Raden Fatah

Antisipasi Hoax Jelang Pemilu 2024 Makin Digencarkan

ist

PEMILU 2024 hampir di depan mata. Pemerintah dan partai politik bersiap menyambut momen tersebut. Polisi pun bersiaga mengamankan Pemilu, termasuk mengantisipasi penyebaran berita bohong atau hoax.

Media sosial merupakan salah satu cara untuk menyebarkan berbagai macam informasi, benar atau salah, bohong maupun jujur. Berita bohong atau hoax menjadi penyebaran informasi yang paling diantisipasi kepolisian. Sebab, dampak penyebaran berita bohong dapat mengakibatkan perpecahan antarwarga di negara Indonesia.

“Tentu kita lebih mengedepankan lebih baik melakukan pencegahan, untuk melakukan pencegahan itu kita lebih mengedepankan edukasi, upaya-upaya sosialisasi, dan edukasi kepada masyarakat,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan dikutip dari artikel berjudul Antisipasi Penyebaran Hoaks Jelang Pemilu 2024, Polri Minta Masyarakat Bijak Gunakan Media Sosial di laman www.kompas.com.

Polri, lanjut Brigjen Ramadhan, melakukan berbagai antisipasi penyebaran berita bohong terkait Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Terlebih pada 2022, Polri menerima 113 laporan terkait kasus tersebut, Jumlah tersebut hampir empat kali lipat lebih banyak ketimbang laporan di 2021 yaitu 33 kasus.

Data di e-MP Robinopsnal Bareskrim Polri menunjukkan terjadi peningkatan jumlah penindakan, pelapor, dan terlapor sejak 2021 sampai 2022. Ini menunjukkan jumlah penindakan terhadap berita hoax menjelang pelaksanaan Pemilu 2024.

Adapun dua cara yang dilakukan Polri yaitu preemtif dan persuasif. Bentuknya yaitu mengedukasi masyarakat agar tak mudah percaya dengan kabar yang beredar di media sosial. Saat mendapatkan informasi, masyarakat perlu mencermati sumber pengunggah maupun penyebarnya.

“Memberikan edukasi dan sosialisasi secara nyata maupun lewat dunia maya, mengingatkan seluruh elemen masyarakat untuk bijak menggunakan media sosial, menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, termasuk yang bisa kena pelanggaran pidana,” ujar Brigjen Ramadhan dikutip dari artikel berjudul Ini Cara Polri Antisipasi Penyebaran Hoax saat Pemilu 2024 dari laman www.voi.id.

Ditindak secara hukum, Brigjen Ramadhan juga mengingatkan pada masyarakat pengguna media sosial bahwa setiap unggahan diawasi kepolisian dan pemerintahan. Bila menyebarkan informasi bohong, polisi dan pemerintah akan mengidentifikasi apakah unggahan itu berpotensi memecahkan persatuan dan kesatuan.

Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur soal penindakan terhadap kasus penyebaran berita bohong. Pelaku yang menyebarkan informasi bohong terancam hukuman penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Sebagai informasi, sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) huruf j, Polri berwenang menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas). Pusiknas berada di bawah Bareskrim Polri serta berlandaskan regulasi Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pusat Informasi Kriminal Nasional di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pusiknas Bareskrim Polri memiliki sistem Piknas untuk mendukung kinerja Polri khususnya bidang pengelolaan informasi kriminal berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta pelayanan data kriminal baik internal dan eksternal Polri dalam rangka mewujudkan Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan).[***]

Penulis Arnalin RL

Mahasiswa FISIP UIN Raden Fatah Palembang 

 

 

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com