TAK kurang dari 20 karyawan dan eks-karyawan PT Belitang Panen Raya (BPR) OKU Timur mendatangi Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumsel, kemarin (14/6/2021).
Kedatangan mereka untuk mempertanyakan kelanjutan proses pelaporan terkait hak-hak normatif mereka yang sampai kini tak kunjung dibayarkan PT BPR, seperti upah yang dibayarkan tak sesuai UMK dan UMR, selain itu ada beberapa karyawan yang di PHK secara sepihak oleh perusahaan yang memproduksi beras Raja ini.
Kedatangan pekerja yang didampingi tim kuasa hukum dari kantor hukum Zulfikar and Partners ini diterima langsung oleh Kadisnakertrans Sumsel, Drs Koimuddin di aula kantor Disnakertrans Sumsel.
Sahid (28), salah seorang eks-karyawan PT BPR menuturkan dirinya bekerja di perusahaan tersebut sejak tahun 2014 silam. Disana dia dipekerjakan sebagai operator mesin produksi, selama bekerja disana diakui Sahid dirinya sama sekali tak mendapatkan surat tugas bahkan gaji yang didapatnya jauh dibawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) OKU Timur yang di tahun 2020 saja sebesar Rp3,114 juta.
Petaka dialami Sahid di Juli 2020 silam dirinya di-PHK secara sepihak. Tak cuma sendiri, ada juga delapan karyawan lain yang mengalami nasib serupa. “Kami di-PHK dengan alasan merugikan perusahaan katanya merusak padi sehingga perusahaan dirugikan mencapai Rp13 miliar. Padahal kami tidak merasa telah melakukan hal itu dan tetap bersikukuh kami melaksanakan pekerjaan atas perintah atasan,” ungkap Sahid dengan mimik muka sedih.
Rupanya alasan itu ditolak mentah-mentah dan ke-9 karyawan yang rata-rata bekerja antara 5-7 tahun tetap di-PHK. Bahkan, mereka sempat dipanggil internal manager PT BPR dan diberinan dua pilihan, mau menandatangani surat pengunduran diri atau membayar ganti rugi karena jika tidak membayar akan dilaporkan ke polisi.
Sebelumnya, di tahun 2020 Sahid juga bergabung sebagai pengurus Unit Kerja Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan (FSP3) PT BPR sebagai Wakil Ketua.
Sementara, seperti yang disampaikan salah seorang kuasa hukum karyawan dan eks-karyawan PT BPR yang di-PHK sepihak ini, Didi Efriadi,SH dari tahun 2020 sampai saat ini setidaknya sudah ada 22 karyawan PT BPR yang di-PHK sepihak tapi tidak kunjung diberikan hak-haknya sesuai UU Nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.
Selain itu, selama bekerja mereka juga dilarang untuk berserikat karena perusahaan melarang mereka sehingga perusahaan disinyalir telah melakukan praktik union busting.
“Selain gaji di bawah UMR mereka ini para karyawan ada yang karyawan bulanan ada harian uang lemburnya cuma dibayarkan Rp10 ribu per hari. Yang semestinya merujuk aturan perundang-undangan harusnya lebih dari itu,” sebut Syarwani, tim kuasa hukum karyawan PT BPR yang lain.
Ditambahkan, dari total sekitar 350 orang karyawan PT BPR saat ini dengan rata-rata lama bekerja antara 5-7 tahun mendapatkan gaji berkisar antara Rp1 juta-Rp3 juta perbulan. “Yang kami tuntur disinj agar PT BPR segera membayarkan selisih upah dan selisih jam kerja terhadap tak kuranh dari 107 karyawan sampai tahun 2020 senilao total tak kurang dari Rp6 milyar dan itu juga telah sesuai anjuran Disnakertrans OKU Timur dan Sumsel. Kami berharap Disnakertrans Sumsel untuk menindakanjuti laporan kami ini,” sebut Syarwani.
Menanggapi permintaan eks karyawan PT BPR dan kuasa hukumnya ini, Kadisnakertrans Sumsel, Koimuddin menegaskan pihaknya telah beberapa kami melayangkan surat kepada pihak PT BPR agar segera melaksanakan anjuran Disnakertrans tersebut.
“Nanti akan kami coba tindaklanjuti lagi yang pasti sebelumnya kami telah berupaya melakukan mediasi baik bi partit maupun tri partit antara eks karyawan dengan pihak BPR,” aku Koimuddin. Dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum PT BPR, Adv.Hj Titis Rahmawati,SH,MH,CLA menegaskan jika tuntutan eks karyawan itu sangat tidak mendasar dan tak sesuai fakta. “Dalam membayarkan upah, klien kami (PT BPR) telah sesuai dengan aturan. Termasuk klien kami juga sama sekali tidak pernah melakukan pelarangan terhadap hak-hak buruh,” tegas Titis melalui pesan singkat what apps.[***]
RF