Sumselterkini.co.id, – Di tengah Laut Natuna Utara, dua kapal asing berlayar santai. Air laut membiru, angin bertiup sok romantis, dan langit tampak cerah seperti hati anak kos pas tanggal gajian. Tapi, seperti biasa, ketenangan itu cuma kulit luar, karena di balik kabin, ada niat buruk sedang matang seperti tempe tiga hari di pojok dapur.
Kapal bernomor 936 TS dan 5762 TS ini bukan lagi turis nyasar. Mereka tahu betul di mana mereka berada di wilayah laut Indonesia, lebih tepatnya di zona WPP 711. Tapi tetap nekat pakai alat tangkap pair trawl, ibarat maling masuk rumah orang tapi bawa buldoser buat sekalian jebol dapur.
“Eh, kita pasti aman kan, Kapten? Lautnya sepi-sepi aja nih,” tanya salah satu anak buah kapal, ABK Vietnam yang rambutnya dikuncir kayak tokoh anime.
“Tenang, kita udah biasa di sini. Laut Indonesia tuh luas, pengawasnya jarang kelihatan. Kita narik jaring dulu, baru kabur kalau ada yang datang,” jawab Kapten dengan gaya ala aktor laga pensiunan.
Tapi mereka lupa satu hal Orca 03 udah bangun dan bosen diem-diem bae.
“Pak Ma’ruf! Radar mendeteksi dua kapal asing lagi maen trawl di koordinat 5 derajat utara!” ujar petugas jaga KP ORCA 03 dengan nada panik tapi excited, kayak anak muda yang nemu diskonan iPhone.
“Siap, arahkan kapal ke sana. Biar maling-maling ini tahu, laut kita bukan tempat kemping ilegal,” ujar Kapten Ma’ruf, komandan kapal pengawas dengan sorot mata penuh dendam ikan-ikan kecil yang pernah dijarah.
Orca 03 melaju membelah ombak. Nggak pakai sirine, tapi vibes-nya udah kayak mobil patroli lewat gang sempit.
Melihat dua kapal itu panik dan mulai kabur, Pak Ma’ruf langsung buka jurus pamungkas
“Turunkan RIB sekarang! Kita kejar sebelum mereka menyelam ke dasar rasa bersalah!”
Rigid Inflatable Boat (RIB) dikeluarkan. Anak buah kapal pengawas loncat ke air, naik ke RIB, dan ngegas ke arah dua kapal yang kabur. Ombak naik, semangat pun berkobar. Mereka bukan cuma mau nangkap kapal, tapi juga harga diri negeri.
Dalam hitungan menit, dua kapal itu berhasil dilumpuhkan. Isi perut kapalnya?
4.500 kilogram ikan campur aduk, dari tongkol sampai cumi yang masih bingung kenapa hidupnya harus berakhir di kapal ilegal.
Dan jumlah awak kapalnya?
30 orang ABK berkewarganegaraan Vietnam, yang sekarang hanya bisa duduk diam, tatap-tatapan penuh penyesalan sambil nyesel kenapa nggak daftar kerja di kafe aja.
Setelah kapal dibawa ke Batam, konferensi pers digelar. Dirjen PSDKP Pung Nugroho Saksono alias Pak Ipunk, muncul dengan gaya karismatik dan gaya bicara yang seperti tukang servis laut bocor lugas, to the point, tapi menyelamatkan.
“Pair trawl ini ibarat mantan yang suka ghosting. Kelihatannya produktif, padahal merusak. Ikan kecil ketarik, terumbu karang rusak, dan nelayan lokal gigit jari. Kita nggak bisa biarkan!”
Ipunk juga mengungkap nilai kerugian yang berhasil diselamatkan negara Rp152,8 miliar. Wah..uang segede itu kalau dijadikan koin logam, bisa buat nutup lubang Palung Mariana.
Dua kapal Vietnam itu sekarang berstatus tersangka perairan, didakwa melanggar berbagai pasal dalam Undang-Undang Perikanan yang tebalnya bisa dijadikan bantal. Pasal 92, Pasal 85, dan sekutunya siap menyambut.
Sementara itu, Menteri Sakti Wahyu Trenggono tak tinggal diam.
“Meski anggaran lagi diet ketat, pengawasan tetap jalan. Kami libatkan teknologi, aparat, dan rakyat. Laut adalah rumah kita semua,” katanya dengan semangat seperti nelayan baru dapet rejeki nomplok.
Laut Indonesia bukan warung kelontong tengah malam yang bisa dimasukin sembarangan. Dan trawl itu bukan jaring suci yang bisa dimaafkan hanya karena niat cari nafkah. Ini soal kedaulatan, ekologi, dan masa depan.
Laut Indonesia adalah rumah besar bagi ratusan juta nyawa yang hidup di darat dan di air. Ia bukan supermarket bebas ambil. Ketika dua kapal asing datang seenaknya, mencuri dengan trawl, itu sama saja menyapu piring makan anak-anak nelayan. Dan negeri ini sudah terlalu lama membiarkan hal itu jadi kebiasaan.
Tapi kini, satu per satu gigi penjaga laut mulai tumbuh. Sudah saatnya kita tak cuma jadi bangsa bahari di buku pelajaran, tapi juga di laut lepas dengan kapal yang sigap, hukum yang tegak, dan cerita-cerita seperti ini yang tak cuma heroik, tapi juga penuh peringatan jangan main-main di Laut Natuna, karena laut kami punya penjaga.
Dua kapal itu salah besar mereka datang dengan niat culas, dan lupa bahwa laut ini dijaga bukan cuma dengan hukum, tapi juga dengan hati.
Jadi buat siapa pun di luar sana yang masih mikir mau nyolong ikan di laut kita, ingatlah kisah Kapten Trawl dan Pasukan Maling Ikan.
Karena di Indonesia, laut bukan tempat main-main.
Dan Orca 03?
Dia tidak tidur.[***]