CUACA terik melanda sejumlah wilayah Indonesia sejak awal Mei lalu. Di siang hari, suhu udara terasa lebih menyengat dibanding biasanya. Pun di malam hari, hawa juga terasa panas dan kondisi tersebut apa penyebabnya.
Perubahan suhu yang demikian terasa akhir-akhir ini, tidak ayal menimbulkan banyak pertanyaan. Ada fenomena apa? Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto, punya jawaban. Menurutnya, pada transisi musim seperti saat ini, tingkat pertumbuhan awan dan fenomena hujan akan sangat berkurang. Sehingga cuaca cerah pada pagi menjelang siang hari akan cukup mendominasi.
Dominasi cuaca yang cerah dan tingkat awan yang rendah itu dapat mengoptimalkan penerimaan sinar matahari di permukaan bumi. Akibatnya, kondisi suhu yang dirasakan oleh masyarakat menjadi cukup terik pada siang hari. “Suhu panas terik yang terjadi di wilayah Indonesia bukan fenomena gelombang panas,” kata Guswanto, belum lama ini.
Fenomena gelombang panas biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa dan Amerika. Gelombang panas ini dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer di lintang menengah. Sedangkan yang terjadi di wilayah Indonesia adalah fenomena kondisi suhu panas/terik dalam skala variabilitas harian.
Dalam catatan BMKG, suhu maksimum terukur selama periode 1-7 Mei 2022 berkisar antara 33-36,1 derajat Celcius. Suhu maksimum tertinggi atau 36,1 derajat Celcius terjadi di wilayah Tangerang-Banten dan Kalimarau-Kalimantan Utara.
Suhu maksimum tertinggi di Indonesia pada bulan April selama 4-5 tahun terakhir sekitar 38,8 derajat Celcius di Palembang pada tahun 2019. Sedangkan di bulan Mei sekitar 38,8 derajat Celcius di Temindung Samarinda pada tahun 2018.
Unggahan akun instagram @infobmkg, BMKG mencatat bahwa suhu maksimum yang terukur sejak 1-7 Mei 2022 berada di kisaran 33-36,1 derajat celsius. Beberapa wilayah seperti Tangerang, Banten dan Kalimarau, Kalimantan Utara, memiliki suhu maksimum mencapai 36,1 derajat celsius.
BMKG menerangkan beberapa penyebab suhu panas di Indonesia, yakni:
1. Posisi Semu Matahari
Saat ini, posisi semu Matahari diketahui ada di wilayah utara ekuator. Hal tersebut menandakan bahwa sebagian daerah di Indonesia mulai masuk musim kemarau. Posisi semu Matahari ini juga membuat tingkat pertumbuhan awan dan fenomena hujan sangat berkurang. Karena itu, cuaca menjadi lebih cerah di pagi hingga siang hari.
2. Penerimaan Sinar Matahari di Permukaan Bumi
Dominasi cuaca cerah dan tingkat pertumbuhan awan yang rendah turut mempengaruhi penerimaan sinar Matahari di permukaan Bumi. Kedua kondisi tersebut membuat penerimaan sinar Matahari di permukaan Bumi menjadi lebih optimum. Hal tersebut membuat suhu terasa cukup terik di siang hari.
3. Bukan Karena Fenomena Gelombang Panas
BKMG menegaskan bahwa cuaca panas yang terjadi saat ini bukan karena gelombang panas. Menurut World Meteorological Organization (WMO), gelombang panas atau “Heatwave” adalah fenomena saat udara panas yang berkepanjangan selama 5 hari atau lebih berturut-turut dengan suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5°C atau lebih. Fenomena ini umumnya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa dan Amerika.
Faktor pemicu fenomena ini yaitu kondisi dinamika atmosfer di lintang menengah. Sementara itu, kondisi yang terjadi di Indonesia merupakan fenomena kondisi suhu panas/terik dalam skala variabilitas harian. BMKG juga menyebutkan bahwa suhu panas di siang hari masuh harus diwaspadai sampai pertengahan bulan Mei.
Senada dengan BMKG, Peneliti Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang menyebut tiga faktor penyebab suhu panas terjadi di wilayah Indonesia. Yakni:
1. Faktor astronomis
Fakator astronomis letak matahari yang masih berada di atas wilayah Indonesia, meskipun sudah agak ke utara. Meskipun hari tanpa bayangan berakhir sejak 4 April lalu, intensitas radiasi mataharinya masih meningkat, sehingga radiasi yang diterima oleh permukaan bumi menjadi maksimum.
2. Faktor tutupan atau liputan awan
Liputan awan masih terhitung sangat sedikit di wilayah udara Indonesia. Tutupan awan dapat berguna untuk menutupi permukaan bumi dari radiasi matahari secara langsung.
3. Faktor kondensasi atau pendinginan
Faktor ini dikarenakan efek pendinginan yang sudah selesai di belahan bumi yang mengalami musim dingin. Terjadinya musim dingin di belahan dunia yang memiliki empat musim juga dapat mengurangi suhu panas di wilayah-wilayah tropis seperti Indonesia. Namun saat bulan Mei, musim dingin telah berakhir, sehingga efek pendingin yang disebabkan oleh wilayah tersebut juga ikut berkurang.
Selain ketiga faktor utama itu, kata Andi, efek dari urban heat island atau pulau panas perkotaan yang turut andil dalam terjadinya kenaikan suhu di Indonesia. “Pulau panas perkotaan ini disebabkan oleh jumlah tutupan pepohonan yang semakin berkurang, kemudian bertambahnya bangunan, terutama bangunan yang menggunakan semen atau cor,” kata dia.
Peningkatan suhu yang terjadi di Indonesia saat ini, kata Andi, tergolong alami, walaupun juga ada peranan dari peningkatan emisi karbon dioksida (CO2) dari kendaraan dan industri. CO2 yang dilepas ke atmosfer dapat membuat terjadinya efek rumah kaca secara alami dan dipercepat. Akibat pantulan dari efek rumah kaca yang terjadi dapat meningkatkan suhu di sekitar wilayah khatulistiwa. (*)
(Petugas Stasiun Klimatologi BMKG Kelas II Tangerang Selatan mengamati penyinaran matahari dengan menggunakan alat Campbell Stokes di Taman Alat Stasiun Klimatologi BMKG Pondok Betung, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (10/5/2022). Berdasarkan data hasil pengamatan BMKG Pusat, suhu maksimum selama periode tanggal 1?7 Mei 2022 berkisar antara 33-36.1 derajat Celcius dengan suhu maksimum tertinggi mencapai 36.1 derajat celcius terjadi di wilayah Tangerang (Banten) dan Kalimarau (Kalimantan Utara), fenomena tersebut akan terjadi hingga beberapa hari ke depan.InfoPublik (***)