Perbankan & Keuangan

“Ngopi Bareng Bank Sumsel Babel: Laba Ngalir, Rumah Warga pun Jadi Makin Adem”

foto ; dok banksumselbabel

(Cerita tentang Bank yang Bukan Cuma Jago Ngitung, Tapi Juga Pandai Menata Hidup Warga)

KOTA Palembang, sebuah kota yang dialiri Sungai Musi, ada lembaga keuangan yang tidak cuma jago menata angka, tapi juga mulai bisa diajak ngobrol soal hati. Namanya Bank Sumsel Babel, Dikalangan jurnalis “Wong Kito” menyebutnya BSB.

Tapi, jangan salah, ini bukan bank yang cuma sibuk ngitung margin dan cari nasabah bermodal tebal. Bank ini juga punya hati dan ternyata hatinya tidak berbentuk rekening, tapi rumah warga.

Iya.., rumah warga. Yang tadinya bocor waktu hujan, panas kayak oven waktu siang, dan bolong-bolong kayak cerita cinta yang gagal dilanjutkan.

Rumah-rumah itu sekarang mulai bersolek, berkat program CSR yang gak cuma formalitas. Ini bukan CSR yang dipajang di papan nama lalu hilang kayak mantan pas habis gajian. Namun CSR yang beneran turun ke lapangan, nyentuh tanah, dan nyapu debu.

Nah, di balik dinding kantor ber-AC dan seragam formal itu, ternyata ada kabar bahagia laba Bank Sumsel Babel semester I tahun 2025 tembus Rp367,4 miliar.

Itu artinya udah 112,79 persen dari target RBB. Kalau ini pertandingan bola, skornya udah menang jauh sebelum peluit akhir. Bahkan komentator pun belum sempat nyeruput kopi, eh bank ini udah cetak goal terus.

Total aset mereka juga naik, jadi Rp38,1 triliun. Itu kalau ditukar jadi gorengan, bisa bikin planet Mars buka cabang tukang bakwan. Tapi yang menarik bukan cuma duitnya, tapi bagaimana duit itu dikelola. Dana pihak ketiga (DPK) tembus Rp28,4 triliun, naik 4,89 persen yoy. Kredit pun ngalir, naik 3,47 persen yoy ke angka Rp24,9 triliun.

Jangan kaget juga, indikator kesehatan bank ini lebih sehat dari anak muda yang rajin minum infused water dan yoga tiap pagi. CAR 22,39 persen, LDR 87,52 persen. ROA-nya 1,95 persen, ROE 12,15 persen, dan NPL-nya cuma 0,63 persen rendah banget, kayak kadar gula di teh tawar.

Artinya apa? Ini bank bukan cuma ‘besar karena rakus’, tapi besar karena rapi. Dia tahu cara jaga uang, tahu cara muter duit, dan tahu bahwa ‘uang bisa tumbuh kalau dia tahu tanah mana yang subur’.

Pepatah bilang “Orang bijak menanam padi, bukan benalu”. Nah, bank ini kayaknya lebih suka jadi petani daripada makelar.

Laba jadi Lumbung, Kantor jadi Kampung

Tapi tunggu dulu, di sinilah letak drama dan kehangatan cerita kita.

Apa jadinya kalau bank gak cuma nyetor bunga, tapi juga nyumbang genteng? Inilah yang terjadi ketika mereka turun tangan bantu rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH) di Sumsel dan Babel.

Rumah warga yang dulu catnya luntur, atapnya miring, dan kamar mandinya hanya punya dua kemungkinan becek atau jeblos, sekarang sudah punya atap yang bisa tidur nyenyak tanpa mimpi kehujanan.

“Melalui program CSR RTLH, Bank Sumsel Babel berkomitmen untuk terus hadir di tengah masyarakat, tidak hanya sebagai lembaga keuangan, tetapi juga sebagai mitra pembangunan daerah,” kata Pak Teddy Kurniawan, Pemimpin Divisi Sekretaris Perusahaan. Gaya bicaranya mungkin formal, tapi isinya bikin adem kayak habis minum es cendol waktu panas-panas.

Laba besar? Bagus..Mantap!, Aset tumbuh? Keren…Tapi ketika uang itu berubah jadi senyum nenek-nenek yang rumahnya gak bocor lagi, itu yang gak bisa ditulis di laporan keuangan.

Karena sejatinya, pembangunan itu bukan cuma tentang angka-angka, tapi juga tentang siapa yang merasa hidupnya lebih nyaman hari ini dibanding kemarin.

Bank Sumsel Babel bukan bank dongeng. Tapi kisahnya bisa kita ceritakan ke anak-anak nanti tentang lembaga keuangan yang tahu bahwa “sebaik-baiknya investasi adalah membetulkan atap rumah warga yang nyaris roboh”.

Oleh karena itu, jangan salah kira, bank itu bukan cuma tempat naruh uang dan nabung pensiun. Bank juga bisa jadi tukang servis atap kalau mereka mau turun dari menara gading dan main ke lorong-lorong kampung.

Pepatah Palembang versi update berkata “Bank yang bijak bukan yang cuma ngitung untung, tapi yang ngerti kalau rakyat tenang, ekonomi pun senang”

Jadi, kalau kamu masih mikir bank itu urusan jas dan dasi, coba ngopi sebentar di teras rumah yang baru direnovasi Bank Sumsel Babel. Di sana kamu akan lihat, bahwa laba bisa tumbuh di laporan, tapi kasih sayang tumbuh di kampung-kampung.

Dan mungkin, itulah laba yang sebenarnya.[***]

 

Narasi ini ditulis sebagai bentuk apresiasi atas inovasi keuangan dan kepedulian sosial Bank Sumsel Babel. Semoga makin banyak lembaga keuangan yang tahu, uang bisa dicetak, tapi empati harus ditanam.

 

Terpopuler

To Top