Perbankan & Keuangan

“Bank Kaltimtara Kok Bisa? Kredit Jalan, Catatan Hilang?”

ist

BARU-baru ini saya membaca rilis resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), awalnya cuma niat baca sebentar sambil ngopi, tapi ujung-ujungnya kopi saya dingin, jantung saya yang panas. Soalnya, cerita Bank Kaltimtara ini ibarat sinetron yang salah jam tayang bikin kaget, bikin geleng kepala, tapi tetap harus ditonton sampai habis.

Ibarat orang tua dulu bilang “Bila kabar buruk datang pagi-pagi, tandanya kita harus sarapan kesabaran”. Nah, saya jadinya sarapan dua piring. hehehe..

Konon ada pepatah lama bilang  “Kerbau bisa terperosok ke kubangan lumpur, manusia bisa ke kubangan godaan”. Kasus Bank Kaltimtara ini seperti kubangan yang dalamnya kelewatan.

Bukan lumpur hitam, tapi tumpukan dokumen kredit yang, menurut penyidik, sudah seperti novel fiksi, sebab kejadiannya dari November 2022 hingga Maret 2024, muncul 47 fasilitas kredit untuk 16 debitur. Namun catatan dan laporannya diduga tak sesuai kenyataan.

Ibaratnya, laporan keuangan itu mestinya jujur seperti kaca, bukan seperti kaca film 90% yang bikin semuanya gelap tapi tetap kelihatan samar-samar salahnya.

Misalnya nih… suasana kantor bank yang biasanya wangi kopi pagi, suara mesin hitung uang, dan laporan yang teratur rapi. walah.., akhirnya mendadak ada catatan palsu yang disisipkan dengan gaya “rahasia umum tapi pura-pura misteri”.

Kalau kata teman saya, ini bukan salah ketik, tapi salah niat. Kalau salah ketik, ya tinggal di-backspace. Tapi ini salah yang disimpan rapat seperti resep rahasia bakso beranak.

Ketika OJK melakukan pengawasan, pemeriksaan khusus, sampai penyidikan, ternyata jejaknya makin terang. Lalu OJK bekerja sama dengan Polda Kalimantan Utara.

Satu bawa payung hukum perbankan, satu lagi menghadap dengan pasal Tipikor. Persis duet dangdut di penghujung hajatan, satu jaga nada, satu jaga tempo, sama-sama bikin penonton (publik) terjaga.

OJK mengenakan Pasal 49 ayat (1) huruf a dan ayat (2) UU Perbankan, sementara Polda Kaltara mengenakan Pasal 25 UU Tipikor.  Keduanya sepakat urus perkara yang sama, karena di dunia lembaga keuangan, kebenaran itu tak bisa ditawar seperti harga sayur di pasar.

Apalagi yang dirusak bukan cuma laporan bank, tapi kepercayaan masyarakat. Sekali kepercayaan retak, dilem lem paling mahal pun tak selalu membuatnya kembali seperti semula.

Kisah Bank Kaltimtara ini mengingatkan saya pada pepatah nenek.  “Air tenang menghanyutkan, laporan rapi bisa menenggelamkan” Kadang kesalahan terbesar justru bersembunyi di balik dokumen yang terlihat begitu baik, begitu rapi, sampai tidak ada orang curiga. Sama seperti kue tampak enak di etalase, tapi pas digigit ternyata kerasnya mengalahkan tekad move on.

Tapi yang patut diacungi jempol, kolaborasi OJK dan Polri ini seperti tim Avengers versi lokal, bukan untuk mengalahkan Thanos, tapi melawan catatan-catatan palsu yang entah bagaimana bisa lolos dari kewarasan pengawasan internal.

OJK menyatakan bahwa penyidikan mereka mendukung penuh proses Tipikor oleh Polda Kaltara, karena ketika negara dirugikan, prioritasnya jelas, kembalikan uang rakyat, bukan sekadar menghitung angka di laporan.

Di balik semua itu, ada pelajaran besar bagi seluruh Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia. Jangan mengira kalau masalah di Kalimantan Utara tak mungkin mampir ke Jawa, Sumatera, Sulawesi, atau Bali.

Api itu, jika kena angin, bisa loncat pagar, kata pepatah “Melihat rumah tetangga terbakar, jangan sibuk menonton cek dulu kompor rumah sendiri”.

Maksudnya, audit internal itu bukan formalitas, tapi pagar besi terakhir sebelum oknum mengambil jalan pintas.

Tegakkan integritas

Tidak sedikit BPD yang merasa aman karena punya nama “pembangunan daerah”. Padahal nama itu bukan jimat. “Daerah” tidak otomatis membuat manajemennya tahan godaan.

Justru posisi BPD itu rawan,  dituntut membantu pembangunan, tapi tetap harus patuh pada aturan perbankan yang ketat. Salah langkah sedikit, bisa terperosok seperti sandal kulit milik kakek yang putus saat naik motor.

Oleh sebab itu, mari kita jujur, sebab godaan memanipulasi laporan itu selalu ada. Kadang muncul dari target, dari tekanan, dari mental “yang penting cair dulu urusan belakangan” itu biasanya… tapi ingatlah!!, dalam perbankan, satu angka yang dimanipulasi saja sudah cukup untuk menggeser masa depan suatu lembaga.

Ibarat kita menggeser satu batu kecil di bendungan kelihatannya sepele, tapi nanti air bocor, bendungan jebol, dan kampung hanyut.

Apalagi, masyarakat sebagai nasabah dan pemilik dana, tentu ingin kejelasan dan keamanan. Mereka tidak meminta banyak, cuma ingin uangnya selamat, bunganya jelas, dan laporan bank tidak berubah menjadi fiksi ilmiah.

OJK pun sudah tegas menjaga integritas sektor keuangan itu bukan kerja satu hari. Butuh sinergi, koordinasi, dan kemauan untuk berkata “salah ya salah”

Selain itu, pelajaran lainnya untuk direksi dan pimpinan bank di mana pun, bahwa jabatan itu bukan mahkota emas. Jabatan itu lebih mirip rompi antipeluru hanya melindungi ketika dijalankan sesuai aturan, tapi kalau disalahgunakan bisa menjerumuskan pemakainya.

Direktur bank, pimpinan cabang, dan pejabat kredit itu bukan pesulap tidak boleh membuat angka hilang atau muncul sesuka hati.

“Kalau mau sukses, tegakkan integritas lebih tinggi dari target,” kata mentor saya dulu, hehe benar juga… target bisa berubah tiap tahun, tetapi integritas berubah sekali bisa hilang seumur hidup.

Jadi, kasus Bank Kaltimtara ini bukan sekadar soal 47 fasilitas kredit atau catatan laporan yang diduga dipalsukan. Ini soal kebocoran integritas yang, jika dibiarkan, bisa menular seperti kebiasaan buruk di grup arisan.

OJK dan Polri sudah memberikan contoh kolaborasi yang benar, tegas, terbuka, dan seirama, agar sektor keuangan tetap dipercaya, semua pihak harus memandang aturan bukan sebagai penghalang, tapi sebagai pagar keselamatan.

Semoga cerita ini menjadi pengingat bagi seluruh BPD dan lembaga keuangan di Indonesia.

“Belajarlah dari kesalahan sebelum dipaksa belajar oleh penegak hukum”, dan ingat pepatah terakhir untuk malam ini, “Orang bijak membaca laporan dengan jujur; orang nekat membaca laporan sambil menghapus baris yang tak ia suka”

Pada akhirnya, integritas itu seperti napas, selama dijaga, hidup terasa lega, sekali hilang, semuanya bisa berakhir sesak.[***]

Terpopuler

To Top