Pendidikan

Santri, Pasukan Sunyi yang Tak Viral Tapi Vital Banget!

ist

KALAU Socrates hidup di zaman sekarang, mungkin dia udah pensiun jadi filsuf dan buka channel YouTube, karena di dunia yang serba konten ini, orang lebih suka nonton unboxing kehidupan orang lain daripada merenungi hidupnya sendiri. Tapi di tengah gegap gempita dunia maya, ada sekelompok manusia yang tetap hidup dengan mode silent, siapa dia?, yaitu para santri di Pondok Pesantren.

Nah, di tengah gegap gempita dunia maya saat ini, yang kadang lebih rame dari rapat RT menjelang Lebaran itu, masih ada “pasukan sunyi”, bahkan  diam-diam berjasa menjaga moral negeri. Mereka nggak bikin konten joget, nggak bikin podcast gosip, tapi kerjaannya bikin doa dan ilmu terus mengalir untuk para santri.

Begitulah kira-kira pesan yang disampaikan Gubernur Sumatera Selatan, H. Herman Deru, saat menjadi Inspektur Upacara Puncak Hari Santri 2025 di Kampus 3 Pondok Pesantren Muqimus Sunnah, Palembang, Rabu (22/10).

Dalam amanatnya, Deru bilang, santri bukan cuma ahli agama, tapi juga pejuang bangsa. “Semangat Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari tahun 1945 itu bukti nyata peran pesantren dan santri dalam sejarah bangsa,” katanya lantang, bikin para santri yang baris pun jadi makin tegak, meski matahari Palembang sudah mulai ngintip ganas dari balik awan.

Kalau dulu santri berjuang pakai bambu runcing, sekarang alat tempurnya beda yakni laptop, modem, dan akhlak digital. Mereka bukan cuma hafal kitab kuning, tapi juga bisa ngedit video dakwah, nulis caption islami, bahkan bisa bikin konten lucu yang tetap syar’i.

Ibarat pepatah lama, “air tenang menghanyutkan”, santri itu kelihatannya kalem, tapi kalau sudah bergerak, bisa bikin perubahan tanpa banyak cakap.

Tapi ya…., nggak semua orang sadar pentingnya peran santri, kadang santri itu kayak WiFi di rumah baru dicari kalau hilang sinyal moralnya. Begitu pula dengan  moral bangsa yang mulai buffering, barulah semua sadar, “Eh…., mana santri? kok, kayaknya negeri ini mulai lemot nuraninya?”

Oleh sebab itu, ingatlah pondok pesantren itu adalah benteng moral dan intelektual bangsa,  karena santri itu bukan cuma hafal dalil, tapi juga belajar disiplin, tanggung jawab, dan kerja keras, bahkan hal-hal yang sering hilang dari masyarakat yang terlalu sibuk cari “likes” dan “followers”.

Harapannya untuk santri harus jadi generasi yang cerdas secara intelektual, kuat secara spiritual, dan tangguh secara sosial.

Wah….., kalau dipikir-pikir, itu kombinasi yang langka, bro…. sekarang banyak yang kuat sosial media tapi rapuh spiritual, atau cerdas akademik tapi lemah moral. Santri sebaliknya, mereka mungkin nggak punya centang biru, tapi hati mereka bersih tanpa filter.

Acara Hari Santri itu juga dimeriahkan oleh drumband anak-anak pondok, suaranya bukan cuma bikin telinga melek, tapi juga hati bergetar, soalnya di balik dentuman itu, ada semangat merdeka versi santri, ceria tapi tetap santun.

Kalau kata orang Palembang, “Pecah galas jugo dak apo-apo asalke semangat dak pecah”, artinya, semangat harus tetap utuh walau badan udah peluh.

Di barisan belakang, beberapa santri bahkan keliatan masih sempat senyum-senyum, mungkin ngebatin. “Andai suara beduk Magrib seceria drumband ini, pasti jamaah penuh tiap waktu.”

Santri itu ibarat akar pohon. Nggak kelihatan di permukaan, tapi tanpa mereka, pohon besar bernama bangsa ini bisa tumbang diterpa angin zaman. Mereka nggak butuh tepuk tangan, cukup keyakinan bahwa ilmu yang mereka pelajari hari ini akan jadi cahaya bagi masa depan negeri.

Sebagai menutup amanatnya dengan ajakan. “Mari kita isi kemerdekaan ini dengan karya nyata yang membawa manfaat bagi masyarakat, daerah, dan bangsa,”

Pesan itu sederhana tapi dalam, bro, karena di zaman yang serba cepat dan ribut ini, orang bijak tahu, yang berisik belum tentu benar, dan yang diam belum tentu kalah.

Santri memang jarang trending, tapi kalau mereka berhenti belajar dan berdoa, mungkin negeri ini trending, namun di kategori chaos nasional.

Oleh karena itu, benar kata pepatah “Tak semua pahlawan pakai jubah, ada yang pakai sarung dan peci”

Jadi, lain kali kalau lewat pesantren dan lihat santri lagi nyapu halaman, jangan cuma lewat sambil scroll HP, siapa tahu, doa mereka itu yang bikin hidup kita tetap damai dan rezeki nggak seret.

Karena di balik kesunyian mereka, ada kekuatan besar yang tak bisa di-upload  keikhlasan.

Dan di dunia yang semakin bising ini, keikhlasan itu mahal…bro, lebih mahal dari endorse-an selebgram yang katanya lagi diskon akhlak.[***]

Terpopuler

To Top