Pemprov Sumsel

Tos Dulu, Baru Rawat Jalan, RSUD Siti Fatimah & Mimpi Wisata Sembuh

ist

KALAU rumah sakit bisa ikut main TikTok, mungkin RSUD Siti Fatimah sudah bikin konten duet dengan Gubernur video tos bareng maskot Sifa sambil iringan lagu “Heal The World”. Tapi sayangnya, rumah sakit bukan akun receh, ia adalah tempat serius yang  kata orang kampung saya  bisa bikin orang antara sembuh atau makin kepikiran cicilan kalau lihat biaya.

Di usia tujuh tahun, RSUD Siti Fatimah sebetulnya udah seperti anak kelas 2 SD, sudah bisa baca, sudah bisa nulis, dan harusnya sudah tahu cara senyum meski ulangan dapat nilai enam.  Wajar kalau Gubernur Sumsel Herman Deru/HD bilang, rumah sakit ini jangan sekadar berdiri tegap penuh penghargaan, tapi juga melayani dengan sepenuh hati, bukan sepenuh shift.

HD, dalam pidato yang cukup berapi-api tapi tetap bernapas, bilang bahwa RSUD Siti Fatimah ini punya unggulan pelayanan jantung. Bagus, artinya rumah sakit ini punya “denyut nadi” pembangunan kesehatan Sumsel. Namun  jantung bukan cuma soal organ. Pasien juga butuh “disambut pakai hati, bukan hanya ditimbang pakai tensimeter”.

Lha, percuma ruangan steril, tapi kalau muka petugas steril juga dari senyum, ini top, artinya harus jadi pelayanan plus-plus..

Tambahnya sangat penting, karena di beberapa tempat di dunia  sebut saja Thailand  orang berobat sambil liburan. Wisata medis, masuk rumah sakit di sana, aromanya lemon, bukan obat luka. Disambut perawat yang senyum bukan karena disuruh, tapi karena sudah dilatih dan digaji pantas. Kita? Kadang baru masuk IGD saja sudah disuruh isi formulir 8 lembar, belum juga pingsan sudah stres.

Kita memang harus jujur, masih banyak warga Sumsel yang, kalau ada duit lebih, ngacir ke Penang, ke Johor, atau minimal ke Sleman buat berobat, kan RS Fatimah yang sudah berkualitas.. Mereka bilang pelayanan di sana lebih cepat, ramah, dan tidak ada petugas yang jawab dengan “Nanti ya Bu, tunggu dulu”. Meski tak semua begitu, tapi anggapan itu tetap jadi tantangan.

Sleman, misalnya, punya RSUP Sardjito yang jadi rujukan nasional. Petugasnya dikenal telaten dan fasilitasnya lengkap. Bahkan beberapa rumah sakit swasta di Jogja punya standar kamar rawat inap lebih mirip hotel daripada RS, kalau RSUD Siti Fatimah bisa meniru manajemen seperti itu,  sambil tetap pakai batik khas Sumsel dan sambal tempoyak di kantin,  siapa tahu Penang bisa kalah dalam 10 tahun.

Tahun ini, RSUD Siti Fatimah meluncurkan banyak inovasi dari home care, kemoterapi, kelas rawat inap standar, sampai rontgen panoramic. Yang terakhir ini bikin orang awam sempat bingung, “Ini mau rontgen apa foto pemandangan?”. Tapi oke lah, yang penting niatnya baik.

Tapi perlu diingat, jangan sampai rumah sakit ini kebanyakan launching tapi lupa ngelatih ulang petugas satpam dan bagian pendaftaran, karena pasien pertama kali bertemu mereka, bukan dokter. Dan pengalaman pertama itu, kata pepatah patah hati, sering menentukan luka kedua.

Rumah sakit itu, kalau boleh saya pinjam istilah dari dunia dagang, kayak warung teh botol. Mau teh-nya seenak apapun, kalau gelasnya kotor dan pembelinya dijutekin, ya orang pindah ke warung sebelah.

RSUD Siti Fatimah sudah punya banyak modal, gedung modern, layanan jantung unggulan, bahkan maskot yang bisa diajak tos bareng pejabat. Tinggal satu yang tak boleh hilang kesadaran bahwa rumah sakit adalah rumah  bukan pabrik pasien. Di sana orang datang dengan harapan, bukan hanya kartu identitas.

Ayo, dorong RSUD Siti Fatimah jadi rumah sakit yang bukan cuma bisa launching, tapi juga bisa meladeni, bukan cuma bisa tos, tapi juga bisa tepa salira, karena tidak semua pasien datang dengan dompet tebal, tapi semua datang dengan nyawa yang ingin ditolong.

Kalau targetnya mau jadi pusat health tourism Sumsel, ya ayo kita bikin rumah sakit ini ramah seperti resepsionis hotel, bersih seperti tempat les anak sultan, dan wangi seperti cucian yang direndam pewangi Korea.

Karena orang sakit itu sensitif, salah sapa bisa bikin darah naik, tapi disapa dengan senyum  walau resepnya mahal,  bisa bikin tenang kayak habis minum es tebu habis jalan kaki dua kilometer.

Jadi, RSUD Siti Fatimah teruslah berkembang, tos boleh, tapi jangan lupa, yang paling utama bukan maskot lucu… tapi muka petugas yang nggak kayak abis ditilang.[***]

Terpopuler

To Top