PANDEMI Covid-19 telah berlangsung selama dua tahun di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Hal ini memberikan dampak luas di seluruh sektor termasuk ekonomi.
Pemerintah terus melakukan upaya untuk menangani dampak yang ditimbulkan, salah satunya penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada Juli 2021 lalu.
Pada acara Indonesia Services Week 2021, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Septian Hario Seto menyampaikan, ingin mengajak para pemangku kepentingan bersinergi pada masa Pemulihan Ekonomi Nasional dari Pandemi Covid-19.
“Saya ingin mengajak para pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan di sektor jasa untuk berkomitmen melaksanakan reformasi struktural dan menciptakan iklim investasi yang kondusif dan kompetitif khususnya di masa Pemulihan Ekonomi Nasional dari Pandemi Covid-19,” imbuh Seto di Jakarta, Senin (29/11/2021).
Terdapat sinyal pelambatan sektor jasa mulai tampak pada kwartal I tahun 2021, khususnya pada sektor transportasi, perdagangan, penyediaan akomodasi, dan makan minum seperti hotel dan restoran. Sektor ini mengalami perlambatan pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 13,45 persen; 1,23 persen; dan 7,26 persen.
Kemudian, sektor informasi dan komunikasi mengalami akselerasi pertumbuhan. Sektor ini bertumbuh 8,71 persen di pertengahan 2021. Hal ini terjadi, karena adanya perubahan pola komunikasi dan mobilitas barang maupun masyarakat.
“Tadi sudah disampaikan meskipun sektor-sektor pariwisata, perhotelan, angkutan terpukul cukup siginifikan, tapi pada sektor-sektor lainnya juga naik siginifikan misalnya telekomunikasi,” ujar Seto.
Dia pun juga menyampaikan, dengan adanya pandemi justru mempercepat proses digitalisasi yang ditargetkan akan tumbuh pada tiga sampai lima tahun mendatang.
“Pandemi ini mempercepat digitalisasi kita, dalam penelitian 3-5 tahun kedepan, tapi ini sudah tercapai lebih cepat,” tambahnya.
Pascapandemi, untuk mencapai target visi 2045 menjadi negara maju, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi lebih dari enam persen. Model ekonomi Indonesia saat ini bertumpu pada komoditas, bergantung pada sektor ekstraktif dan pertanian dengan produktivitas rendah. Namun, terdapat tiga industri yang mampu tumbuh di masa pandemi.
Pertumbuhan sub sektor manufaktur tahun 2020, yaitu kimia, farmasi, dan obat tradisional yang mencapai 9,4 persen. Kemudian, sub sektor industri logam dasar sebesar 5,9 persen dan industri makanan dan minuman sebesar 1,6 persen.
“Kita melihat apa aja sih industri sub sektor yang tetap sustain, ternyata sektor manufaktur kimia farmasi dan obat tradisional sustain 9,4 persen year on year,” kata Asisten Deputi Investasi Strategis, Bimo Wijayanto saat menjadi panelis pada Indonesia Services Week 2021 pada sesi pertama dengan topik “Potensi dan Tantangan Health Tech dalam Pemulihan Ekonomi”.
Melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), BPJS, pemerintah turut meningkatkan total belanja di sektor kesehatan dari tahun ke tahun. Begitu pun juga permintaan produk farmasi di Indonesia sebagian besar dapat dipenuhi di dalam negeri, dengan nilai impor sekitar USD 912 juta dan ekspor sekitar USD 556 juta.
Dengan volume pasar farmasi domestik sekitar USD 8 miliar, impor hanya sekitar 11 persen. Mengacu pada impor bahan kimia anorganik yang termasuk Active Prharmaceutical Ingredients (API), impor Indonesia tahun 2019 mencapai USD 1,9 miliar, sedangkan ekspor mencapai USD 1,1 miliar. Alat Kesehatan Indonesia mencatat defisit dan terus meningkat.
“Medical device, meningkat hampir empat kali lipat dari USD 161 juta pada 2013 ke USD 531 juta pada 2020,” terang Bimo.
Selanjutnya, tantangan berikut yang dihadapi adalah penyebaran fasilitas kesehatan tidak merata, khususnya pada wilayah 3T dan Indonesia Timur. Pemerintah akan terus mendorong peningkatan fasilitas kesehatan yang merata di Indonesia.InfoPublik (***)