Sumselterkini.co.id,- Bayangin aja, tiap hari Palembang kayak dapet hadiah 1.500 ton sampah, ia juga .., gokil gak tuh? Ini bukan sekadar tumpukan plastik dan bungkus makanan, namun ancaman serius buat lingkungan dan kesehatan. Kalau dibiarkan, Palembang bisa jadi kota dengan ikon baru, bukan Jembatan Ampera, tapi ‘Gunung Sampah Raksasa’. bisa jadi…
Masalah ini bukan cuma bikin pemandangan gak enak, tapi juga bisa memicu berbagai penyakit. Pasalnya bau menyengat, tumpukan yang menggunung, bahkan ancaman banjir akibat saluran air tersumbat sampah bisa jadi momok menakutkan buat warga kalau didiamkan.
Wah..ngeri kali? Untungnya, Wali Kota Palembang Ratu Dewa bareng wakilnya, Prima Salam, akhirnya nyari solusi. Kali ini, mereka kepincut sama teknologi dari TNI yang disebut Mesin Olah Runtah alias Motah.
Pasukan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) Palembang diajak Ratu Dewa buat lihat langsung aksi Motah ini. Katanya, alat ini bisa ‘ngunyah’ sampah tanpa perlu bahan bakar minyak (BBM). “Lebih efektif, efisien, dan yang paling penting, gak bikin polusi udara!” kata Ratu Dewa dengan semangat membara, ungkapnya kamaren.
Sampah yang selama ini jadi musuh masyarakat bisa berubah jadi energi, tanpa menyisakan polusi berlebih. Motah diklaim bisa membakar 15 ton sampah per hari, dengan emisi yang dikontrol ketat biar tetap ramah lingkungan. Kebayang kan kalau alat ini dipasang di banyak titik? Palembang bisa bebas dari tumpukan sampah yang selama ini bikin pening!
Bahkan, saking seriusnya, beliau langsung ngobrol bareng dengan Panglima TNI, Agus Subiyanto, buat ngebahas kemungkinan kerja sama biar Motah bisa lebih banyak diterapkan di Palembang.
Asisten Teritorial Panglima TNI, Mayjen TNI Mohamad Naudi Nurdika, sampai presentasi langsung buat ngejelasin keunggulan Motah. Teknologi ini emang canggih, bisa ngabisin 15 ton sampah per hari. Tapi kalau dihitung-hitung, buat bersihin semua sampah di Palembang, minimal butuh 80 unit. Artinya, kalau alat ini beneran diadopsi besar-besaran, pengelolaan sampah bisa lebih terkendali. Tapi berapa anggarannya ?.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Palembang, Dr. H. Akhmad Mustain, setuju kalau Motah bisa jadi solusi alternatif buat wilayah tertentu. “Mungkin awalnya kita fokus buat ngolah sampah dari proyek-proyek Dinas PU dulu,” katanya.
Namun, meskipun Motah terdengar sebagai solusi jitu, realitanya tidak semudah itu. Ada tantangan besar dalam implementasinya. Mulai dari distribusi alat yang harus merata, lokasi operasional yang strategis, hingga masalah biaya perawatan yang bisa bikin dompet Pemkot ngos-ngosan.
Selain itu, butuh perencanaan matang agar Motah ini benar-benar bisa bekerja optimal. Jangan sampai alatnya canggih, tapi ujung-ujungnya cuma numpuk di gudang karena operasionalnya yang kurang diperhitungkan dengan baik.
Perubahan Budaya
Segala sesuatu itu pasti ada kurang dan lebihnya, pasti dong !, Motah emang terdengar menjanjikan, tapi apakah ini solusi jangka panjang? Kalau dipikir-pikir, teknologi aja gak cukup kalau kesadaran masyarakat masih rendah. Kita butuh lebih dari sekadar mesin canggih, tapi juga perubahan budaya buang sampah. Jangan sampai Motah kerja rodi bak pahlawan, sementara masyarakat masih doyan buang sampah sembarangan.
Kalau sampah tetap berceceran di mana-mana, Motah sehebat apapun bakal tetap kewalahan. Butuh upaya besar dari pemerintah buat edukasi warga biar lebih sadar lingkungan. Kalau enggak, ya siap-siap aja Motah ini bakal jadi alat yang kerja rodi tanpa hasil maksimal.
Selain itu, investasi buat 80 unit Motah pastinya gak murah. Apakah Pemkot siap dengan anggaran besar atau bakal nyari dana dari sumber lain? Jangan sampai ini cuma jadi proyek gembar-gembor yang ujung-ujungnya macet di tengah jalan. Belum lagi pertanyaan soal perawatan dan operasional. Kalau teknologinya canggih tapi perawatannya ribet, bisa jadi malah banyak Motah yang nganggur.
Dari sisi kebijakan, Pemkot perlu memastikan ada regulasi yang mendukung sistem pengelolaan sampah yang lebih modern dan berkelanjutan. Jangan cuma mengandalkan Motah, tapi juga harus ada program jangka panjang, seperti insentif buat warga yang aktif mendaur ulang dan sanksi tegas buat yang buang sampah sembarangan.
Selain itu, Pemkot juga bisa menjalin kerja sama dengan sektor swasta atau investor buat pengelolaan sampah yang lebih inovatif. Banyak negara lain yang sukses mengubah sampah jadi energi atau bahan baku daur ulang. Contohnya Swedia, terkenal dengan sistem Waste-to-Energy (WTE). Mereka membakar sampah untuk menghasilkan listrik dan panas, bahkan sampai impor sampah dari negara lain karena sistemnya sangat efisien. Jerman dengan sistem circular economy, Jerman punya tingkat daur ulang tertinggi di dunia. Mereka menerapkan pemisahan sampah ketat dan mengubah limbah organik jadi biogas.
Selain itu Jepang, negara ini sangat disiplin dalam pengelolaan sampah. Mereka punya insinerator canggih yang ramah lingkungan dan sistem daur ulang plastik yang sangat efektif. Belanda fokus pada teknologi daur ulang dan waste-to-energy. Banyak jalan di Belanda yang dibuat dari plastik daur ulang.
Ada lagi negara tetangga di atas Pulau Batam, Singapura, negara kecil ini memanfaatkan teknologi insinerasi dan mengubah abu sisa pembakaran jadi bahan bangunan dan Norwegia memanfaatkan limbah makanan untuk menghasilkan biogas yang digunakan sebagai bahan bakar transportasi umum.
Mungkin Palembang bisa meniru model dari negara-negara ini? Bisa dikombinasikan antara waste-to-energy, daur ulang, dan edukasi masyarakat biar sistemnya berjalan maksimal. Kalau Palembang bisa meniru konsep ini, sampah malah bisa jadi sumber pemasukan, bukan sekadar masalah yang terus berulang.
Terakhir, transparansi dalam proyek ini juga penting. Masyarakat harus tahu sejauh mana perkembangan proyek Motah ini, dan jangan sampai proyeknya mangkrak di tengah jalan. Kalau gak ada pengawasan ketat, bisa-bisa malah jadi proyek mubazir yang cuma jadi bahan pemberitaan tanpa hasil nyata.
Nah, sekarang tinggal eksekusinya. Apakah Palembang bakal sukses ngegas proyek ini, atau bakal ada drama baru soal pengelolaan sampah? Kita tunggu aja kelanjutannya. Yang jelas, kalau sampah dibiarkan terus, siap-siap aja Palembang punya landmark baru, Gunung Sampah Palembang.[***]
