BULAN Oktober akan segera berlalu dan menyisakan 2 bulan di tahun 2021. Sayangnya, masalah Krisis Iklim di Indonesia belum menunjukan perubahan yang signifikan. Padahal target besar seperti pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% dengan usaha sendiri mempunyai tenggat waktu hingga 2030.
Menetapkan rencana pengurangan emisi yang ambisius untuk mengurangi separuh emisi global pada tahun 2030 adalah salah satu tuntutan Greenpeace bagi COP26. Secara global, terdapat 4 tuntutan dari Greenpeace untuk dapat memastikan masa depan yang lebih adil, lebih aman, dan lebih berkelanjutan bagi semua orang.
Selama bulan Oktober, Greenpeace meluncurkan dua laporan penting terkait Indonesia:
- Pengamatan satelit di tujuh lokasi di Indonesia ungkap pencemaran nitrogen dioksida (NO2) meningkat di tahun 2021. Di lima kota besar dan dua titik PLTU yang diteliti, peningkatan NO2 terjadi dalam rentang 9% sampai 54% pada April – Juni 2021 dibandingkan periode yang sama tahun 2020.
Penurunan polusi udara pada periode sebelumnya berhubungan erat dengan pembatasan mobilitas warga di awal pandemi. Hal ini memperkuat harapan kita bisa mendapatkan udara bersih setiap hari dengan melepaskan ketergantungan dari bahan bakar fosil.
Polusi udara dari NO2 merupakan faktor risiko utama kondisi kesehatan yang buruk, termasuk kematian dini. Ikuti tayangan ulang diskusi kami mengenai kesehatan dan polusi udara di sini.
- Analisis Greenpeace Indonesia dan The Tree Map menemukan seluas 3,12 juta hektar perkebunan sawit ilegal dalam kawasan hutan hingga akhir tahun 2019. Laporan terbarukami ungkap lebih dari 90.000 hektar perkebunan kelapa sawit berada di kawasan hutan konservasi.
Perkebunan sawit kini beroperasi di hampir semua kategori kawasan hutan. Buruknya tata kelola kehutanan, tidak ada transparansi, pengawasan yang lemah, dan tumpulnya penegakan hukum menjadi pemulus maraknya perusakan hutan.
Padahal alih fungsi lahan berada di peringkat kedua penyebab Krisis Iklim yang dipicu manusia, berdasarkan laporan IPCC 2021.
Kedua laporan tersebut sama-sama mengindikasikan kalau Indonesia masih dalam mode business as usual, terutama dalam usaha mengurangi emisi GRK. Bagaimana kita kembali hidup di tengah polusi dan terus membuka hutan untuk perkebunan sawit.
Padahal, pengurangan emisi adalah pintu utama untuk menekan kenaikan suhu bumi hingga 1,5 derajat celcius dan mengurangi dampak Krisis Iklim.
Tren emisi GRK Indonesia selalu naik dari tahun ke tahun. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa membuka lahan untuk perkebunan sawit baru akan melepaskan karbon dalam jumlah banyak. Belum tampak ada urgensi untuk memenuhi target pengurangan emisi atas usaha sendiri.
Jelang perhelatan COP26 yang akan diadakan di Glasgow, dibutuhkan target-target ambisius dari Indonesia untuk bisa mengurangi emisinya. Tak hanya itu, kebijakan dan political will dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk mencapai target iklim yang sudah ditentukan.
Punya pesan yang ingin disampaikan ke Presiden Jokowi terkait target dan kebijakan iklim? Tulis pesanmu lewat #KartuPosUntukJokowi.
Keinginan Indonesia untuk menggaet lebih banyak investor hijau dalam bentuk teknologi dan pendanaan lewat COP26 akan berjalan lebih mudah jika kita sekarang sudah mulai bergerak ke arah tersebut.
Untuk merespon agenda COP26, Greenpeace Indonesia mengadakan rangkaian diskusi Membangun Ulang Indonesia. Diskusi pertama tentang green economy bertajuk “Keberlanjutan dan Masa Depan Ekonomi Indonesia” bisa kamu tonton di sini.
Nantikan pembahasan lebih lanjut tentang COP26 dan agenda diskusi selanjutnya melalui akun Instagram kami.
Salam hijau damai,
Greenpeace Indonesia