SUMSELTERKINI.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) diimbau untuk tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dapat menimbulkan polemik terkait dengan ketersediaan dan kebutuhan pangan, juga soal kebijakan impor 100 ribu ton jagung yang disepakati melalui rapat koordinasi terbatas (rakortas), yang diajukan Kementan sendiri.
Komisi Ombudsman menyerukan agar kementerian ini tak mengulang kebiasaan untuk menjadikan isu mafia pangan sebagai kambing hitam terkait dengan kebijakan impor dan ketidakoptimalan kinerjanya.
“Jangan terlalu membela diri bahwa seolah-olah ini kepentingan importir atau mafia pangan. Kan semua impor lewat Bulog, cari sendiri (siapa mafianya). Untuk sementara, sudahlah, jangan terlalu banyak komentar. Lebih baik fokus memperhatikan kebutuhan (jagung) peternak. Juga fokus sosialisasikan dengan baik bahwa impor untuk meningkatkan cadangan, bukan untuk mengganggu petani,” ujar Komisioner Ombudsman RI, Alamsyah Saragih, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, meskipun banyak pihak yang menolak impor bahan pangan, namun hal itu harus disesuaikan dengan kondisi fakta di lapangan. Walaupun berulang kali Kementan menyatakan saat ini produksi jagung surplus, namun harga di lapangan tinggi dan para peternak sulit mendapatkan jagung untuk kebutuhan pakan ternak.
“Sederhananya begini, yang penting kan harga. Meski banyak penolakan, walaupun dibilang surplus, tidak ada gunanya kalau barangnya tidak ada,” tegasnya.
Di kesempatan berbeda, Ketua Apindo Bidang Peternakan dan Perikanan, Anton J Supit mempertanyakan klaim surplus jagung oleh Kementan dan rencana impor jagung yang menjadi polemik.
“Ada beberapa pertanyaan besar terkait klaim surplus jagung oleh Kementan. Kalau mereka bilang ada surplus 12,98 juta ton, tapi berada di wilayah yang bukan sentra peternakan atau luar Jawa, ini banyak pertanyaan harus dijawab oleh mereka,” ujarnya saat dihubungi wartawan, Jumat (9/11/2018).
Pertanyaan pertama, kata Anton, 12 juta ton stok jagung itu artinya akan ada 12 juta truk lebih membawa jagung.
“Apakah ada truk-truk pembawa jagung ini? yang jumlahnya 12 juta lebih?” tanyanya heran.
Pertanyaan kedua, lanjutnya, 12 juta ton jagung itu berada di mana? Menurutnya, jika 12 juta jagung itu ada di pengusaha, maka akan mudah diketahui.
“Kalau ada di petani, petani simpan di mana? Jagung itu tidak bisa disimpan di tempat terbuka, harus di Silo (penyimpanan curah), petani tidak punya Silo. Kalau pun industri pakan simpan jagung di Silo, kapasitasnya tidak mungkin sampai 12 juta ton,” tanyanya.
Ia juga mempertanyakan kenapa 12 juta ton jagung tidak dijual ke pasaran. “Kalau petani punya jagung 12 juta ton, dengan harga pasaran, misalnya Rp4.500 per kilogram, artinya uang petani mengendap Rp58 triliun. Apakah petani tidak butuh uang? Untuk kebutuhan sehari-hari dan operasional?” kata dia lagi.
Jika pertanyaan-pertanyaan di atas tidak bisa dijawab Kementan, lanjut Anton, maka ia mempersilakan masyarakat menilai sendiri apakah data surplus yang diklaim itu benar. Sedangkan terkait rencana impor jagung 100.000 ton yang dianggap jumlahnya kecil oleh Kementan, Anton pun mempertanyakannya.
“Jadi, kalau mau impor, berarti secara tidak langsung mengakui bahwa tidak ada barang, atau berarti barangnya kurang. Tapi, ini Kementan malu-malu saja mengatakan (jagung) kurang,” tuturnya.
Di sisi lain, anggota Komisi IV Darori Wonodipuro mengatakan, dewan akan menanyakan kebenaran data jagung kepada Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP). Ia juga heran akan polemik yang justru digulirkan pihak Kementan.
“Saya akan menanyakan tentang impor jagung ini. Sebab, saya juga ditanya oleh masyarakat, katanya surplus jagung, tapi kita impor 100 ribu ton, ini mana yang benar,” kata Darori di Jakarta, Jumat (9/11/2018).
Berdasarkan informasi yang diperolehnya, impor jagung yang dilakukan Menteri Amran disebabkan oleh tingginya harga komoditas ini di pasaran. Namun, seharusnya, Menteri Amran tak langsung melakukan impor.
“Dia harusnya, mengecek di lapangan. Apakah ini memang produksinya yang buruk atau disimpan oleh tengkulak,” katanya.
Tak hanya menanyakan ke Menteri Amran, Darori meminta Satgas Pangan untuk menyelidiki data surplus produksi jagung sebanyak 12,9 juta ton. Upaya untuk mengetahui kebenaran data produksi jagung dalam negeri.
“Kan Menteri Pertanian enggak ngaku siapa yang menguasai ternak. Satgas Pangan sidak saja, bagaimana kondisi jagung di pasaran. Supaya ada keterbukaan,” singkatnya.[**]
Penulis : Warta Ekonomi.co.id