Dua dekade lalu, IPCC (badan PBB yang menangani isu perubahan iklim) memperkenalkan konsep climate tipping point atau titik krisis iklim. Ini merupakan indikator ambang kritis yang ketika terlewati berarti akan menyebabkan perubahan besar pada iklim yang sering tidak dapat dikembalikan ke titik semula.
Akibat perubahan iklim dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, sejumlah titik kritis iklim mungkin akan terlewati pada pemanasan di titik 1,5°C. Kalau kita tidak berhasil mencapai target Perjanjian Paris, mengutip BBC, beberapa titik kritis iklim yang mungkin terjadi:
Runtuhnya lapisan es di Greenland
Runtuhnya lapisan es di Antartika Barat
Runtuhnya sirkulasi laut di wilayah kutub Atlantik Utar
Matinya terumbu karang di lintang rendah
Mencairnya lapisan es secara tiba-tiba di wilayah utara
Hilangnya es laut secara tiba-tiba di Laut Barents
Kedengarannya jauh? Tunggu dulu. Seperti disebutkan sebelumnya, perubahan-perubahan di atas akan menyebabkan perubahan besar pada iklim dan sangat mungkin memicu bagi kejadian iklim yang tidak kita inginkan.
Maka kita harus menyampaikan pendapat dengan penulis utama laporan yang diterbitkan di science.org ini. “Studi ini sangat mendukung mengapa tujuan kesepakatan Paris pada 1,5°C menjadi sangat penting dan harus diperjuangkan,” ujar Dr David Armstrong McKay, seperti dikutip dari The Guardian.
Karena sejatinya bumi yang kita tinggali adalah tempat yang layak diperjuangkan.
Memperjuangkan bumi berarti juga memperjuangkan kehidupan yang baik bagi semua. Baru-baru ini PBB secara resmi mengakui hak atas lingkungan yang sehat, dengan perubahan iklim dan degradasi lingkungan termasuk ancaman paling mendesak bagi masa depan umat manusia. Greenpeace menilai semua ini resolusi kekuatan pada proses litigasi lingkungan di dunia.
“Resolusi ini memberikan pesan bahwa tidak ada yang bisa mengambil alam, udara dan udara bersih, dan kestabilan iklim dari kita — setidaknya, tidak tanpa perjuangan,” ujar Direktur Eksekutif UN Environment Program (UNEP) Inger Andersen.
Omong-omong tentang perjuangan untuk udara bersih, Greenpeace India baru saja merilis laporan terbaru berjudul “Udara Berbeda di Langit yang Sama: Riset Mengenai Ketidakadilan Udara (Different Air Under One Sky: The Inequity Air Research)”.
Laporan yang dirilis bertepatan dengan Hari Udara Bersih Sedunia ini menemukan beberapa hal terkait Indonesia sebagai 1 dari 8 negara yang diteliti, di antaranya:
hampir semua orang Indonesia menghadapi yang tidak memenuhi standar kualitas WHO
19% dari total populasi Indonesia yang terpapar konsentrasi PM2.5 rata-rata tahunan yang setidaknya lima kali lipat dari standar kualitas udara WHO
Jakarta Raya, Banten, Sumatera Utara, dan Jawa Barat jadi daerah dengan populasi paling ramai.
Baca laporan lengkapnya tentang Indonesia di sini
Terima kasih untuk kamu yang sudah turut menyetorkan foto langit biru. Mari terus berjuang agar langit biru dan udara bersih lebih sering kita rasakan di Indonesia. Di bawah ini adalah foto proses pembuatan karya seni oleh seniman Malaysia dari seribuan foto langit biru yang kami terima. Nantikan video pembuatan dan hasil akhir melalui media sosial Greenpeace Indonesia.[***]
Salam hijau damai,
Greenpeace Indonesia