SEJUMLAH peraturan menteri diterbitkan untuk memacu perkembangan industri kendaraan listrik berbasis baterai nasional di Indonesia.
Mimpi Indonesia sebagai pemain utama kendaraan berbasis listrik saat ini kian nyata. Tekad untuk menjadi pemain utama di industri itu tidak hanya datang dari pelaku industri. Tetapi pemerintah pun mendukung mimpi itu dengan memberikan sejumlah insentif untuk menciptakan ekosistem yang ramah bagi industri itu.
Di tengah-tengah semakin tidak menariknya penggunaan bahan bakar berbasis fosil yang tidak ramah terhadap lingkungan, kini sejumlah produsen terus mengembangkan inovasinya kendaraan yang rendah emisi. Salah satunya dengan mengembangkan kendaraan berbasis listrik.
Benar, kendaraan listrik sudah ditasbihkan sebagai kendaraan masa depan. Indonesia pun kini cukup getol untuk mengembangkannya. Sejumlah pabrikan dunia berinvestasi kendaraan listrik di Indonesia.
Hyundai, Toyota, Suzuki, Honda, dan Mitsubishi sudah menyatakan komitmennya berinvestasi. Tak tanggung-tanggung, nilai totalnya mencapai Rp49,5 triliun.
Adanya komitmen pemain otomotif dunia juga mendorong minat bisnis industri pendukungnya, seperti baterai untuk kendaraan listrik. Baterai adalah komponen vital bagi wahana tersebut.
Bahkan, konglomerat Korea Selatan, LG bersama mitranya juga sudah berkomitmen mendirikan pabrik baterai dengan nama PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC). Tak ingin sejumlah komitmen itu layu, pemerintah bergerak cepat dengan memberikan sejumlah insentif fiskal untuk mendorong tumbuhnya ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri.
Belum lama ini, tepatnya pada Selasa (22/2/2022), Kementerian Keuangan merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13/MK.010/2022 tentang Perubahan Keempat atas PMK Nomor 6/PMK.010/2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.
PMK itu adalah regulasi yang mengatur pemberian insentif tarif bea masuk 0 persen untuk kendaraan listrik yang diimpor dalam kondisi tidak utuh dan tidak lengkap alias incompletely knocked down (IKD).
Sebelum lahirnya PMK, sejumlah regulasi dalam rangka pengembangan kendaraan listrik dalam negeri sudah diterbitkan. Regulasi itu mulai dari peraturan presiden hingga turunannya setingkat peraturan menteri.
Regulasi pertama yang diundangkan yakni Peraturan Presiden (Perpres) nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai pada 12 Agustus 2019. Perpres itu menjadi aturan awal yang disebut sebagai payung hukum kendaraan listrik Indonesia.
Setelahnya, ada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 73 tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Berikutnya, ada aturan soal kendaraan listrik yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan, yakni Permenhub nomor 45 tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik. Kendaraan tertentu yang dimaksud adalah skuter listrik, sepeda listrik, hoverboards, sepeda roda satu listrik, dan otoped listrik.
Regulasi lainnya, yakni Permen Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM nomor 13 tahun 2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Berbasis Baterai. Aturan ini ditetapkan pada 4 Agustus 2020 oleh Menteri ESDM. Di regulasi itu diatur soal stasiun pengecasan baterai atau disebut Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Aturan berikutnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 8 tahun 2020 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2020.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian juga mengeluarkan dua regulasi, masing-masing Permenperin nomor 27 tahun 2020 tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai dan Permenperin nomor 28 tahun 2020 tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai dalam Keadaan Terurai dan Keadaan Terurai tidak Lengkap.
Berkaitan dengan lahirnya PMK-13/MK.010/2022, PMK yang pemberian insentif tarif bea masuk 0 persen untuk kendaraan listrik yang diimpor dalam kondisi tidak utuh dan tidak lengkap alias incompletely knocked down (IKD), Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu berkomentar, tujuan PMK itu adalah untuk memacu perkembangan industri kendaraan listrik berbasis baterai (KBLBB) nasional.
“Harapannya, tambahan insentif ini akan membuat industri kendaraan listrik baterai semakin berkembang karena akan meringankan biaya produksi,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/2/2022).
Tidak itu saja, dia menambahkan, PMK itu diharapkan mendorong industri untuk menghasilkan KBLBB dengan memanfaatkan barang-barang yang sudah diproduksi di dalam negeri. Sehingga, harga kendaraannya semakin terjangkau bagi masyarakat.
Masih menurut Febrio, berkembangnya industri kendaraan listrik akan meningkatkan investasi, penghematan konsumsi energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM), meningkatkan kualitas lingkungan, dan mendorong penguasaan teknologi. “Hal ini nantinya diharapkan mampu menjadikan Indonesia sebagai basis produksi dan ekspor hub kendaraan bermotor listrik,” ujarnya.
Pemberian sejumlah insentif yang diberikan pemerintah merupakan kebijakan yang tepat. Apalagi, Indonesia menargetkan produksi kendaraan bermotor listrik dapat mencapai 20 persen dari total produksi kendaraan bermotor secara nasional pada 2025.
Artinya, dalam tiga tahun mendatang ada 400.000 mobil dan dua juta motor listrik yang diproduksi di Indonesia. Tentu saja, sebuah ambisi yang tidak mudah untuk mewujudkannya. Perlu adanya komitmen bersama, baik pemerintah maupun pelaku usaha.Indonesia.go.id
(***)