KEKURANGAN pasokan air bersih saat musim kemarau masih menjadi masalah klasik bagi masyarakat di Palembang yang daerahnya tidak dilintasi saluran pipa induk air bersih Perusahaan Daerah Air Minum [PDAM] Tirta Musi.
Apa lagi saat ini pertumbuhan bisnis perumahan semakin masif, namun tak diimbangi dengan infrastuktur air bersih.
Di Palembang sendiri masih banyak perumahan yang mengandalkan cuci mencuci menggunakan air sumur. Mirisnya lagi air sumur yang digali warga tersebut tidak semua menghasilkan kualitas yang bagus, terkadang bau dan berkarat, serta berminyak, karena pengaruh kondisi tanah rawa dan gambut di sebagian wilayah Palembang.
Air bersih memang sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat, apalagi Palembang memiliki Sungai Musi yang terpanjang di Sumatera, sebagai bahan baku air bersih untuk masyarakat Kota Palembang. Namun,sayangnya air Sungai Musi yang diolah tersebut belum semua dinikmati masyarakat. Hal ini tentunya menjadi PR ke depan bagi Pemerintah Kota Palembang agar setidaknya setiap musim kemarau tidak lagi mendengar keluhan masyarakat yang kekurangan pasokan air bersih di daerahnya.
Dulu, memang Kota Palembang tidak begitu perkembang pesat seperti saat ini.
Tetapi beberapa tahun belakangan, bisnis proferti semakin masif membuat Palembang kian berkembang. Akan tetapi tidak dibarengi infrastuktur jaringan pipa air bersih. Keterbatasan ini menjadi dilema bagi masyarakat.
Ironisnya lagi kondisi ini terjadi hingga bertahun- tahun.
Seharusnya ada solusi, setidaknya dapat membantu bagi masyarakat yang belum menikmati air bersih.
Contohnya sekitar 15 tahun lalu, meski belum dialiri air bersih, di Jalan Harapan Jaya, Sei Selayur, Kalidoni, Palembang, namun masyarakat disana masih mampu menikmati air bersih yang di produksi PDAM Tirta Musi.
Saat itu kepedulian Pemerintah Kota Palembang patut diapresiasi, karena mampu memberikan solusi bagi masyarakat yang belum dialiri air bersih,dengan menyediakan tangki air dari PDAM Tirta Musi.
Tangki tersebut hampir setiap minggu diisi oleh PDAM Tirta Musi, warga membeli dengan harga Rp500 per dirigen, agar tidak ada lagi masyarakat yang mengeluh, pertanyaan saat ini, infrastuktur Palembang sedemikian maju kenapa persoalan air bersih masih menjadi dilema masyarakat?
Sebagai Perusahaan Daerah yang memproduksi air bersih, PDAM Tirta Musi seharusnya mulai berfikir kreatif setidaknya, seperti 15 tahun lalu.
Padahal setiap masalah pasti ada solusinya. Pemkot Palembang melalui BUMD -nya bisa saja menyediakan tangki -tangki air yang air bersih dapat dibeli masyarakat, terutama di Perum yang baru dibangun, jika memang terkendala dengan dana investasi.
Toh air itu juga tidak diperoleh gratis, meski pun masyarakat harus membeli, namun mereka pasti puas.
Selain itu PDAM Tirta Musi sudah selayaknya memikirkan investasi besar-besaran untuk mengimbagi kebutuhan air bersih di daerah yang baru berkembang di Palembang.
Memang memenuhi kebutuhan infrastruktur membutuhkan biaya yang cukup besar.
Tetapi mau tidak mau, hal itu harus dilakukan, apalagi PDAM didirikan dengan tujuan mengais laba dari hasil penjualan air bersih.
Selain, itu bisa saja perusahaan plat merah milik Pemkot Palembang itu menggandeng swasta untuk membangun lebih banyak boster air bersih, dan jaringan pipa induk untuk daerah – daerah marjinal.
Setidaknya Tirta Musi belajar dari dari BUMN, yang fokus bisnisnya melayani masyarakat, seperti PLN atau Telkom. Jasa penyediaan internet saja berani menginvestasikan dananya untuk membangun jaringan hingga kepelosok desa, tanpa menghitung untung rugi terlebih dahulu.
Sudah banyak listrik yang dikelola swasta namun regulasi tetap ditangan PLN, artinya PLN membeli listrik dari swasta untuk disalurkan ke masyarakat. Nah, Solusi yang dijalankan PLN maupun Telkom bisa menjadi pertimbangan PDAM yang memang tujuannya bisnis to bisnis.
Ekki, salah satu Warga Perumahan Pesona Harapan, Jalan KH. Azhari, Kalidoni, Palembang mengaku sudah hampir 5 tahun menempati rumah subsidi, namun sayangnya selama 5 tahun tersebut belum tersentuh dengan jaringan pipa air bersih.
Warga setempat katanya, hanya mengandalkan air bersih dari membeli air galon isi ulang dibeli seharga Rp5 ribu per galon, digunakan untuk memasak dan minum. Jika musim hujan masih bisa bersyukur karena air bersih diperoleh dari hasil menadah air hujan.
Sementara untuk mandi hanya mengandalkan air sumur yang digali sendiri, selanjutnya disaring menggunakan pasir, koral, ijuk.
“Hasilnya cukup lumayan hanya untuk mandi saja, kalau minum tidak berani, karena rasanya asam, ikan hias saja bisa mati,” keluhnya.
Menurutnya air yang disaring tersebut kondisinya memang berkarat, berminyak bahkan bau lumpur.
Pasalnya tanah di perumahannya merupakan tanah rawa dan gambut.
“Nah, saat ini sumur kami selama kemarau sudah kering, kondisi kekeringan ini hampir 1 bulan lebih sejak kemarau,” cerita Ekky, Selasa (22/102019).
Menurut Warga Perumahan bersubsidi ini, air bersih menjadi kendala dan momok masyarakat perumahan di saat musim kemarau.
“Kami berharap ada kepedulian dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan air bersih, ” paparnya.
Sebagai warga Palembang yang tinggal di daerah marjinal, akunya sangat aneh dan habis fikir, air bersih hingga kini belum merata memenuhi kebutuhan masyarakat, padahal sumber air, seperti Sungai Musi sangat berlimpah, apalagi Palembang disebut-sebut sebagai Kota Metropolis, yang semua infratruktur nya sudah memadai. Mirisnya warganya masih kesulitan air bersih.
Tengok saja jika membaca di media maupun televisi Palembang hebat, Adipura diperoleh berkali-kali, sistem aplikasi digital terus dilakukan hampir di setiap instansi untuk melayani masyarakat, namun untuk pengembang air bersih belum begitu diperhatikan.
“Setidaknya daerah marjinal itu dibangun Tanki air, lah walaupun kami harus beli airnya,” keluhnya lagi.
Dia mengaku warga perumahan kerap mengusulkan, namun ntah kendalanya,tidak karena hingga kini belum terealisasi.
Ekki juga mengaku pernah bersama-sama warga mengadakan rapat, namun mentah lagi hasilnya, karena pipa jaringan induk harus membeli sendiri, dan harganya hampir mencapai ratusan juta.
“Gimana kami mau swadaya membeli pipa jaringan induk dengan harga ratusan juta, rumah yang kami tinggal ini statusnya masih kredit, itupun rumah subsidi. Semoga keluhan warga dapat didengar dan dicarikan solusinya oleh petinggi di Palembang dan Sumsel,”pesannya.[**]
Penulis : one