HIDUP itu seperti panggung sandiwara, bahkan lagi ngetren-nya FTV, jadi juga bisa dibilang seperti sinetron, Nah, inilah nasib Jembatan P6 Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin [Muba], Sumatera Selatan yang saat ini udah masuk babak ke-37, hahaha ..”Dari Ambruk ke Bangkit Lagi”, mungkin itu judul yang paling pasnya.
Tapi tenang dulu, kali ini bukan drama yang sedih penuh air mata, ini komedi kehidupan ala Sumatera Selatan. Soalnya, dari musibah tabrakan tongkang batu bara hingga lahirlah semangat baru. Iya, dari tabrakan, malah sebaliknya menjadi berkah jika terealisasi dengan mulus..amin.
Kita ungkit lagi ceritanya, begini, sekitar Agustus 2024, dua tongkang batu bara, milik PT APAU dan PT AMT, lagi asik melintas di Sungai Lalan. Entah kenapa, mungkin sopir tongkangnya lagi ngecek TikTok atau sibuk debat harga solar atau ngantuk semalaman begadang nonton sinetron… tiba-tiba brakkk! . Jembatan P6 roboh, warga kaget, mikir nggak bisa melintas lagi dengan lancar.
Bahkan ayam pun berhenti berkokok, kambing pun terasa bengong nggak bisa makan rumput di seberang. Sejak itu, kehidupan di Kecamatan Lalan ibarat motor mogok di tengah sawah, jalan nggak bisa, mundur pun apalagi [seperti film warkop era 90-a/”maju kena mundur kena”].
Saking mirisnya, dampaknya ke anak sekolah, nyeberang naik perahu, ibu-ibu jualan sayur jadi kayak kurir antar pulau, dan harga sembako naik lebih cepat dari like di postingan artis. Kasihan tuh…!!
Tapi beginilah kondisi Lalan, daerah yang kalau dikasih cobaan, malah bikin ketawa, pasalnya…”ya mau gimana lagi.. mau nyeberang aja harus pake kata sabar.
Kadang tongkang lewat, kadang angin lewat, tapi jembatan nggak lewat-lewat dibangun”, celetuk Pak Kardi, warga setempat, sambil ngelap peluh dan senyum getir bercerita sewaktu pulang dari Lalan ke Palembang untuk mengunjungi keluarganya tiga pekan lalu.
Namun di balik getir itu, lahirlah berita manis, Pemprov Sumsel dan Pemkab Muba akhirnya sepakat melanjutkan pembangunan jembatan yang jadi nyawa ekonomi masyarakat Lalan itu.
Nggak cuma sepakat di atas kertas, tapi siap jalan bareng, ibarat duet komedian, satu ngelempar, satu nangkep.
Gubernur Herman Deru dan Bupati Toha Tohet duduk satu meja, ditemani kopi, air mineral, dan segunung harapan. Hasilnya? ya ..bisa cerah..”Dana harus terkumpul penuh sampai akhir 2025, kalau tidak, Sungai Lalan bakal ditutup sementara,” kata Deru dengan bahasa apa cuma guyon atau serius?.
Waduh, yang jelas…. kalimatnya kayak peringatan ayah ke anak “Belajar dulu, baru main!”.
Nah, ini bagian paling seru, kalau kita bicara tradisi kita, yakni gotong royong, pasti urusannya dengan masyarakat kampung, bangun mushola, bantu tetangga nikah, atau angkat rumah panggung. ia kan semuanya hanya dikerjakan dengan bergotong royong, itu kebiasaannya.
Sekarang, ya konsepnya naik level dikit, dinamakan gotong royong zaman batu bara. Bedanya memang yang gotong itu bukan warga, tapi perusahaan tambang!
Sesuai kesepakatan, PT APAU dan PT AMT si penabrak jembatan wajib menanggung 50% biaya pembangunan. Sementara 35 perusahaan pengguna Sungai Lalan, lewat Asosiasi Pengguna Alur Pelayaran Sungai Lalan (AP6L), ikut nombok 50% sisanya.
Ibarat patungan arisan raksasa, bedanya yang diperebutkan bukan kuali, tapi jembatan.
Dan biar aman, semua duit disimpan di rekening yang diawasi bareng Pemprov dan Pemkab. Jadi nggak ada cerita uangnya mendadak “berubah wujud jadi daun”.hahaha!
Oleh sebab itu, perlu merenung dan belajar dari Negara lain, karena kalau dibandingkan negara lain tuh, tanggapnya kadang bikin minder kita semua..
Seperti Jepang aja, waktu Jembatan Aioi roboh karena gempa, pemerintahnya langsung bangun ulang cuma dalam 45 hari.Wah…benar-benar luar biasa ..mikirnya pemerintah disana..terlalu dalam, yang jelas ekonomi jalan lagi, rakyatnya gak mikir dulu sebelum berangkat mau lewat mana..
Di Vietnam, tetangga kita di ASEAN punya Jembatan Chu Va, dan pernah runtuh, namun rakyatmnya dan pemerintah bahu-membahu, selama 6 bulan, jembatan itu berdiri lagi, bahkan lebih kinclong kayak baru dicat.
Sementara juga, di Turki, saat gempa 2023. Erdogan turun langsung ke lokasi, bahkan jembatan darurat rampung dalam waktu hanya 10 hari.
Bahkan di Cina juga, waktu Jembatan Daqing ambruk, pemerintahnya cuma butuh 43 hari buat berdiriin ulang, mungkin karena mereka pakai mental ya..”kalau bisa cepat, kenapa nunggu tender?”.
Nah, kita? terkadang rapatnya bisa lebih lama dari waktu bangunnya jembatan di negara orang. Tapi ya… gapapa slow but sure, asal bukan slow but tidur. hehehe!??.
Namun disisi lain kita ambil positifnya aja, dibalik itu ada berkahnya di balik bencana, sebab dari tabrakan tongkang itu, ternyata muncul pelajaran mahal, yaitu….kalau rakyatnya sabar, pemerintah sadar, dan perusahaannya juga ikut bertanggung jawab alias jadinya bencana bisa berubah jadi berkah.
Masyarakat Lalan pun mulai tersenyum lagi, dan ekonomi mulai menggeliat, proyek jalan, dan kata putus sekarang cuma berlaku buat hubungan, bukan buat jembatan.
Kerja nyata
Bupati Toha Tohet bahkan bilang, “Kita komitmen, ini bukan janji manis, tapi kerja nyata”
Cukup dibilang dengan kata “luar biasa”. Oleh karena itu, jika semua kepala daerah ngomong kayak gitu sambil jalanin hasilnya, wah …. mungkin rakyatnya semua bisa nambah umur lima tahun gara-gara bahagia, kulit muka pasti ikut kenceng lagi..hahaha..!.
Tapi, nih ada tapinya lho!, pesannya jangan tunggu roboh baru bergerak, kisah Lalan ini sebenarnya bisa jadi pengingat untuk seluruh negeri. Jangan tunggu jembatan roboh baru panik, jangan tunggu rakyat susah baru heboh rapat.
Kalau semua pihak mau gerak bareng dari awal, kita nggak bakal ketinggalan.
Karena pembangunan sejati itu bukan soal proyek, tapi soal hati yang mau menolong.
Dan buat perusahaan tambang, inilah momentum buat buktiin bahwa tanggung jawab sosial, bukan cuma tulisan di brosur CSR.
Kalau tongkang bisa bikin ambruk, maka tongkang juga bisa bantu bangkit.
Jadi, saat ini Lalan siap punya jembatan ibaratnya ganteng…hahay…
Bahkan sekarang juga, Lalan udah siap punya jembatan baru yang bukan cuma kuat dan kokoh, tapi juga “ganteng”. Ganteng karena dibangun dari niat baik, kerja sama, dan gotong royong zaman modern.
Karena itu, maka kalau nanti jembatan itu berdiri lagi, semoga bukan cuma kendaraan yang bisa lewat, tapi juga harapan, pasalnya di atas jembatan itulah rakyat Lalan bisa berkata “Dari tabrakan kami belajar, dari gotong royong kami bangkit”
Dan… kalau jembatan itu bisa bicara, mungkin dia bakal bilang ya, “Aku roboh karena tongkang, tapi berdiri lagi karena orang-orang yang hatinya masih hidup untuk rakyat”. Semoga bener kata-kata itu. [****]