PENGEMBANGAN industri hijau terus didorong dengan melaksanakan pembangunan rendah karbon . Hal itu juga menjadi isu utama dalam agenda Presidensi G20 Indonesia, yaitu transisi energi berkelanjutan.
Untuk mewujudkan ekonomi hijau dan mencapai target pembangunan rendah karbon, Kemenperin telah melakukan berbagai upaya strategis. Salah satunya, rutin menggelar penganugerahan Penghargaan Industri Hijau sejak 2010. Dan juga, penyusunan Standar Industri Hijau, upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), penyelenggaraan nilai ekonomi karbon sesuai Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2021.
Kemenperin pun mendorong pengelolaan limbah industri, pengembangan ekonomi sirkular, serta pengembangan produksi dan penggunaan kendaraan listrik. Ekonomi hijau adalah sistem ekonomi yang berupaya meningkatkan kesejahteraan manusia, kesetaraan sosial, sekaligus secara signifikan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologis, rendah karbon, efisiensi sumber daya, serta inklusif secara sosial.
Penghargaan Industri Hijau adalah program pemberian penghargaan kepada perusahaan industri yang telah menerapkan prinsip industri hijau dalam proses produksinya, dengan tujuan memberikan motivasi kepada perusahaan industri untuk menerapkan prinsip industri hijau.
“Penghargaan Industri Hijau akan digelar untuk ke-12 kali di 2022. Pada 2021, terdapat 152 perusahaan yang berpartisipasi. Jumlah ini menurut pandangan saya masih relatif kecil. Kami mengharapkan para pelaku industri bisa segera terpanggil untuk ikut berpartisipasi,” tegas Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada launching Penghargaan Industri Hijau 2022 di Jakarta, Rabu, 6 April 2022.
Perusahaan yang telah berpartisipasi diharapkan meningkatkan kinerjanya agar bisa mendapatkan penghargaan industri hijau dengan level yang lebih tinggi. “Berdasarkan data dari 152 perusahaan industri peserta pada Penghargaan Industri Hijau 2021, tercatat capaian penghematan energi sebesar Rp3,2 triliun dan penghematan air sebesar Rp169 miliar,” ungkap Menperin.
Di samping itu, dari program penurunan emisi GRK, berdasarkan hasil capaian yang telah diverifikasi untuk tahun pelaporan 2021, sampai dengan tahun 2020 telah berhasil dilakukan penurunan emisi hingga 2.730.564,26 ton CO2e atau 99,3% dari target NDC 2030 sektor industri (2,75 juta ton CO2e).
“Melalui Penghargaan Industri Hijau, Kemenperin mengharapkan tercapainya tujuan target pengembangan industri hijau di 2030, yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing industri, efisiensi sumber daya alam, penurunan tingkat pencemaran, serta pemenuhan target program nasional,” papar Agus.
Menperin mengemukakan, implementasi ekonomi hijau sejalan dengan salah satu isu utama yang diangkat dalam agenda Presidensi G20 Indonesia, yaitu transisi energi berkelanjutan. “Para delegasi dan perwakilan lembaga internasional menerima usulan yang disampaikan oleh Indonesia dalam Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG), termasuk mengenai lingkungan,” ungkapnya.
Selain itu, akan digelar juga sidang Energy Transition Working Group yang pertama (ETWG-1), yang merupakan rangkaian agenda Presidensi G20 Indonesia. “Pembahasan dalam sidang ETWG-1 meliputi tiga isu prioritas transisi energi berkelanjutan, yakni global energy security, securing energy accessibility, serta smart and clean energy technologies scaling up,” imbuhnya.
Menperin menambahkan, kebijakan low carbon development (LCD) yang sering disebut juga sebagai pembangunan rendah karbon (PRK), menjadi prioritas nasional yang bertujuan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan sosial melalui kegiatan pembangunan beremisi gas rumah kaca (GRK) rendah dan meminimalkan eksploitasi sumber daya alam.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Standardisasi Kebijakan dan Jasa Industri (BSKJI) Doddy Rahadi menjelaskan bahwa rangkaian Penghargaan Industri Hijau yang ke-12 pada tahun 2022 ini akan dilaksanakan selama tujuh bulan. “Dimulai dengan launching pada April, yang akan diakhiri dengan penganugerahan Penghargaan Industri Hijau pada November kepada perusahaan industri yang telah menerapkan prinsip industri hijau secara berkelanjutan,” tuturnya.
Tahapan pelaksanaan Industri Hijau terdiri dari acara launching Penghargaan Industri Hijau, proses pendaftaran, verifikasi dan penilaian, masa sanggahan, rapat Dewan Pertimbangan, dan Penganugerahan Penghargaan Industri Hijau.
Menurut Doddy, keputusan pemberian Penghargaan Industri Hijau dilakukan oleh dewan pertimbangan yang terdiri dari unsur pemerintah, perguruan tinggi, pemerhati lingkungan, dan pakar lingkungan yang bertugas melakukan review dan memberi masukan terhadap hasil penilaian perusahaan industri yang dilakukan tim teknis.
Doddy menjelaskan, mulai 2022 ini, proses pendaftaran, penilaian, dan sanggahan penghargaan industri hijau dilakukan secara online melalui SIINas (https://siinas.kemenperin.go.id/).
Di 2021, terdapat 152 perusahaan yang berpartisipasi. Jumlah ini masih relatif kecil dibanding jumlah perusahaan industri skala besar dan menengah yang ada di Indonesia. Berdasarkan direktori industri manufaktur 2021 dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah perusahaan industri skala menengah dan besar mencapai sekitar 29.000 pada 2021. Artinya, capaian sertifikasi industri hijau sampai dengan tahun lalu baru mencapai 0,15 persen saja.
Sementara itu, hingga 2021, sebanyak 44 industri manufaktur telah tersertifikasi Standar Industri Hijau.
Kementerian Perindustrian bertekad untuk terus memacu peningkatan daya saing industri nasional melalui penciptaan industri yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Salah satu upayanya ditempuh dengan penerapan konsep ekonomi hijau, menuju perekonomian yang rendah karbon dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
“Ke depan untuk SIH atau sertifikasi, di dalam undang-undang maupun PP secara bertahap akan dilakukan secara wajib dan dua tahun ini sedang dilakukan kajian komoditas apa yang diberlakukan wajib,” kata Analis Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian Sri Gadis Pari Bekti mengatakan Standar Industri Hijau (SIH).
Sri Gadis mengakui, jalan masih panjang bagi Indonesia untuk sepenuhnya mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan pada proses industri. Selain peta jalan industri hijau, diperlukan pula harmonisasi kebijakan, ketersediaan energi baru terbarukan (EBT), dan fasilitasi sirkular ekonomi.
Mengenai harmonisasi kebijakan, pengusaha selama ini masih mengeluhkan tumpang tindih standar industri hijau. Selain ada SIH yang digagas Kemenperin, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga memiliki program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup, atau disebut proper.
Adapun, sejauh ini pemerintah masih belum mengeluarkan insentif bagi industri yang bersertifikasi hijau. Insentif berupa pajak masih terus dibahas di tingkat kementerian dan lembaga. Sri Gadis mengatakan, pembiayaan sertifikasi hijau juga merupakan salah satu insentif nonfiskal yang sementara ini sudah disediakan pemerintah.Indonesia.go.id (***)