Industri Kreatif & UKM

“Ketika Desain Jadi Jalan Menuju Indonesia yang Tak Cuma Maju Tapi Juga Nggak Ngenes”

ekraf

INDONESIA baru saja meluncurkan logo baru untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-80. Bentuknya unik angka 8 dan 0 saling terkait membentuk simbol tak hingga atau dalam bahasa anak desain infinity.

Indah, filosofis nian katanya melambangkan kesatuan abadi. Tapi… di tengah gemerlap simbol itu, mari kita duduk sebentar, tarik napas dalam-dalam, lalu merenung (pakai sandal jepit juga boleh) apakah bangsa ini sudah menuju keabadian sejahtera, atau baru sampai keabadian seremoni?

Delapan dekade bukan usia main-main, kalau negara ini manusia, dia sudah sepuh, mungkin pensiunan yang tiap pagi nyiram tanaman sambil muter lagu Bengawan Solo. Tapi sebagai bangsa, usia 80 adalah titik refleksi apakah kemerdekaan ini sudah terasa nyata di dapur rakyat? Apakah pembangunan sudah membuat orang senyum sambil ngopi, bukan gelisah sambil nyicil?

Logo boleh ‘tak hingga’, tapi jangan sampai yang tak hingga justru antrean bantuan, cicilan utang, dan buffering pembangunan yang jalannya kaya siput kena flu.

Presiden Prabowo saat peluncuran logo bilang “Logo ini bukan sekadar visual, melainkan simbol pemersatu bangsa” Wah, mantap! Semoga logo ini benar-benar jadi simbol yang menyatukan bukan cuma menyatukan kertas spanduk dan baliho tiap 17 Agustusan, tapi juga menyatukan harapan dan kenyataan.

Proses desain logo ini keren, dikoordinasi Kementerian Ekonomi Kreatif, sayembara terbuka, kolaborasi dengan ADGI, dan hasilnya dipilih langsung oleh Presiden dari 245 karya. Ini bukan sekadar lomba desain, tapi bentuk kepercayaan negara pada kreativitas anak bangsa, dan ini patut diapresiasi.

Tapi seperti pepatah warung kopi bilang “Sebagus-bagusnya lukisan, tetap lebih penting nasi di piring”.Oleh karena itu,  desain boleh memukau, tapi jangan lupa rakyat butuh isi dukungan, ruang ekspresi, panggung usaha, dan lapak hidup yang layak.

Logo adalah wajah, tapi wajah yang cantik juga butuh hati yang hangat. Semoga semangat “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju” benar-benar menjadi arah nyata  bukan hanya tulisan di kaus panitia lomba balap karung.

Menteri Ekraf Teuku Riefky juga menegaskan bahwa ini bukan akhir, melainkan awal dari penguatan ekosistem ekonomi kreatif. Nah, ini kabar baik.

Ekonomi kreatif bukan hanya soal desain atau film, tapi juga tentang penjual stiker lucu, pembuat meme cerdas, tukang sablon, hingga pedagang konten edukatif di TikTok.

Kalau benar ruang-ruang ini diperluas, diberi pelatihan, dana, regulasi yang mendukung, dan akses pasar yang jelas kita bisa punya bangsa yang bukan cuma konsumtif, tapi produktif dan inovatif. Desain bisa jadi pintu rezeki, bukan hanya pajangan seremoni.

Seperti kata simbah “Jangan cuma mewarnai kertas, tapi warnai juga hidup sesama”

Peringatan HUT RI ke-80 ini bisa jadi momentum, atau cuma jadi monumen. Bedanya? Kalau momentum, ada gerak. Kalau monumen, ya… berdiri aja. Keren, tapi diam. Kita berharap, semangat yang dibawa logo ini tak berhenti di backdrop panggung upacara. Tapi masuk ke desa-desa, ke pasar-pasar, ke sekolah, ke aplikasi digital, ke jalan-jalan kecil tempat rakyat berjuang saban hari.

Karena rakyat itu nggak butuh simbol abadi kalau hidupnya masih abai. Tapi rakyat akan bahagia, kalau negara mulai serius memperhatikan hal-hal kecil listrik yang stabil, internet lancar, harga cabe yang ramah, dan lapangan kerja yang nyata, dan pupuk aman.

Logo ini keren, filosofinya dalam, harapannya tinggi, tapi mari kita sepakat yang abadi itu bukan hanya bentuk, tapi juga semangat.

Delapan puluh tahun merdeka semoga tak membuat kita lupa diri, jangan sampai yang dirayakan hanya simbol, sementara substansi tertinggal. Semoga logo ini bukan hanya jadi desain yang viral, tapi juga jadi jalan menuju kehidupan rakyat yang nggak ngenes lagi.

Karena pada akhirnya, kemerdekaan bukan soal meriah di bulan Agustus  tapi soal bagaimana rakyat tetap bisa tersenyum di tanggal-tanggal tua.[***]

Terpopuler

To Top