Korupsi merupakan penyakit kronis yang terus menggerogoti sistem pemerintahan dan merugikan masyarakat luas. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menegaskan pencegahan korupsi yang paling efektif adalah dengan penindakan.
Sumselterkini.co.id, – Dalam sebuah kegiatan yang dihadiri seluruh Kepala Daerah se-Indonesia, Ketua KPK, Setyo Budianto, menyoroti pentingnya menghilangkan kesempatan bagi pejabat untuk melakukan korupsi. Acara juga dihadiri juga Gubernur Sumsel, H. Herman Deru dan Wakil Gubernur Sumsel, H. Cik Ujang secara Daring di Sumsel Command Center (Rabu, 5/3/2025)
“Saya yakin bahwa banyak orang memiliki integritas, namun kesempatan yang terbuka lebar justru menggoyahkan prinsip mereka. Oleh karena itu, kesempatan-kesempatan ini harus kita hilangkan bersama, baik oleh KPK, Pemerintah Daerah, Kepala OPD, maupun sektor-sektor lainnya,” ujar Setyo Budianto.
Selain penindakan, ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam menjalankan pemerintahan. Dengan adanya transparansi, setiap kebijakan dan keputusan dapat diawasi oleh publik sehingga celah untuk korupsi semakin kecil. Namun, transparansi bukan sekadar jargon. Diperlukan mekanisme konkret yang memungkinkan partisipasi publik secara luas.
Salah satu alat yang diharapkan dapat menjadi instrumen pencegahan korupsi adalah Monitoring Center for Prevention (MCP). Ketua KPK berharap agar MCP tidak hanya menjadi pusat data atau formalitas semata, tetapi benar-benar dijadikan alat monitoring, controlling, surveillance, dan prevention yang efektif.
Dalam kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal Kemendagri RI, Sang Made Mahendra Jaya, menyampaikan pengelolaan MCP bertujuan menciptakan tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik. Ada delapan area intervensi yang menjadi fokus, yaitu perencanaan, penganggaran, pengendalian barang dan jasa, pelayanan publik, pengawasan APIP, manajemen ASN, pengelolaan barang milik daerah, serta optimalisasi pajak daerah.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK RI, Didik Agung Widjanarko, mengungkapkan bahwa Indikator Indeks Pencegahan Korupsi Daerah (IPKD) MCP Tahun 2024 mengalami peningkatan dengan skor 76, dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 75.
Pernyataan “penindakan adalah pencegahan yang paling efektif” tentu mengundang pertanyaan. Apakah penindakan memang benar-benar menjadi solusi utama dalam mencegah korupsi? Faktanya, kasus korupsi di Indonesia tetap marak meskipun sudah banyak operasi tangkap tangan (OTT) dan hukuman berat bagi koruptor.
Pendekatan yang lebih holistik mungkin lebih diperlukan. Pendidikan antikorupsi sejak dini, reformasi birokrasi yang menghilangkan celah korupsi, serta sistem meritokrasi yang kuat bisa menjadi solusi jangka panjang.
Selain itu, transparansi yang diharapkan harus diiringi dengan keterbukaan data yang memungkinkan masyarakat ikut mengawasi kinerja pemerintah.Kesuksesan MCP juga masih menjadi tanda tanya besar. Jika skor IPKD MCP meningkat, apakah berarti tingkat korupsi benar-benar menurun, atau hanya menunjukkan kepatuhan administratif belaka?
Evaluasi yang lebih mendalam dan berbasis dampak nyata harus dilakukan agar MCP benar-benar menjadi alat yang efektif, bukan hanya sekadar angka dalam laporan tahunan.
Membangun Budaya Antikorupsi
Lebih jauh, korupsi bukan hanya masalah hukum, tetapi juga budaya. Selama masyarakat masih permisif terhadap praktik suap-menyuap dan nepotisme, maka celah korupsi akan terus ada. Oleh karena itu, upaya pemberantasan korupsi harus mencakup edukasi bagi masyarakat agar menolak segala bentuk praktik korupsi sekecil apa pun.
Pendidikan antikorupsi tidak cukup hanya menjadi materi pelajaran di sekolah, tetapi harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah, lingkungan kerja, maupun komunitas. Peran media juga sangat penting dalam membangun kesadaran kolektif tentang dampak buruk korupsi terhadap pembangunan negara.
Selain itu, pejabat publik harus menjadi teladan yang baik. Jika pemimpin memiliki integritas tinggi, maka budaya korupsi dapat ditekan dari atas ke bawah. Sayangnya, masih banyak pejabat yang tersandung kasus korupsi, sehingga menimbulkan pesimisme di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, penerapan sistem reward and punishment yang lebih tegas perlu diperkuat untuk memastikan bahwa hanya mereka yang benar-benar berintegritas yang diberi kepercayaan untuk mengelola negara.
Meskipun tantangan besar masih menghadang, bukan berarti perang melawan korupsi tidak bisa dimenangkan. Dengan komitmen yang kuat dari seluruh elemen masyarakat, baik pemerintah, sektor swasta, maupun individu, maka Indonesia yang bersih dan bebas korupsi bukanlah mimpi yang mustahil. Yang diperlukan bukan hanya tindakan represif, tetapi juga perubahan sistem yang lebih transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
KPK, bersama dengan seluruh elemen pemerintahan dan masyarakat, perlu terus mencari pendekatan yang lebih inovatif dalam memberantas korupsi. Penindakan memang penting, tetapi pencegahan yang berbasis perubahan sistem dan budaya adalah solusi yang lebih berkelanjutan. Semoga Indonesia ke depan benar-benar bersih. [***]
